Desakan mundur Gubernur BI & rombak tim ekonomi Jokowi
Merdeka.com - Enam bulan pertama menjalankan roda pemerintahan, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) benar-benar diuji. Tidak hanya kondisi politik, tapi juga ekonomi yang tak kunjung membaik.
Bahkan, kondisi ekonomi nasional semakin memburuk. Indikatornya terjadi berulang kali kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas 12 kg, kenaikan harga bahan pokok, hingga berujung kenaikan tarif angkutan umum. Sederet kondisi itu membuat tim ekonomi di kabinet Jokowi-JK mendapat sorotan tajam.
Desakan demi desakan terus disuarakan agar Jokowi-JK melakukan perombakan pada tim ekonomi kabinet kerja.
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Sofyan Djalil mengakui, sepanjang semester pertama pemerintahan Jokowi-JK, tim ekonomi belum mampu membawa keadaan ekonomi nasional menjadi lebih baik.
"Saya akui kondisi saat ini memang sulit sekali karena memang faktor eksternal," kata Sofyan.
Atas dasar itu Sofyan menilai wajar jika kondisi ekonomi nasional belum berlari kencang. Dia mengklaim tim ekonomi kabinet kerja sudah berupaya maksimal merumuskan kebijakan pendorong ekonomi.
Tidak hanya BBM dan gas elpiji, kondisi Rupiah juga menjadi sorotan. Sejak bulan Februari lalu, nilai tukar Rupiah terus tak berdaya menghadapi dolar Amerika.
Puncak melemahnya rupiah itu terjadi pada bulan Maret. Nilai tukar rupiah sempat tembus Rp 13.200 per USD atau menyamai rekor rupiah pada tahun 1998, yang menyebabkan Indonesia harus mengalami krisis moneter saat itu.
Jika dilihat pada asumsi makro di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2015, Menteri Keuangan menetapkan bahwa rupiah berada di level Rp 12.500 per USD. Namun secara perlahan pemerintah tidak bisa menahan kuatnya laju dolar Amerika.
Buruknya kinerja Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo ikut-ikutan disorot. Sebagai penjaga kebijakan moneter, bank sentral dituding tidak becus dan gagal.
Berikut desakan mundurnya Gubernur BI dan rombakan tim ekonomi Jokowi:
Ada menteri tak bagus kinerjanya
Ada menteri tak bagus kinerjanyaEkonom Dradjad Wibowo menilai perjalanan pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla lebih diwarnai oleh kegaduhan politik dan hukum. Itu membuat penguatan ekonomi menjadi terlihat terpinggirkan."Optimisme tinggi yang muncul saat Jokowi-JK mulai menjabat sekarang anjlok drastis. Pelaku usaha dan pasar melihat pemerintah tidak memberi prioritas pada ekonomi, justru banyak keributan politik dan hukum yang merusak keyakinan pasar," kata mantan Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu kepada merdeka.com, Jumat (3/5).Dradjad, kini mendirikan lembaga kajian strategis dan intelejen ekonomi Dradjad Wibowo & Partners, juga menilai kinerja tim ekonomi Jokowi- Jusuf Kalla buruk. Ini terlihat dari kegagalan mereka menjaga stabilitas rupiah dan harga-harga kebutuhan pokok sepanjang enam bulan usia kabinet kerja."Stabilitas fiskal terancam oleh penerimaan pajak yang baru 10 persen-13 persen target APBN Perubahan 2015," katanya. "Tim ekonomi kehilangan momentum positif dari pergantian pemerintahan. Belum lagi muncul keraguan terhadap kompetensi para menteri."Makanya, kata Dradjad, beberapa ekonom dan pelaku usaha yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bakal anjlok menuju lima persen. Atas dasar itu, menurutnya, Jokowi harus mengembalikan fokusnya pada penguatan ekonomi."Baru setelah itu bicara reshuffle. Karena memang ada beberapa menteri tidak bagus leadership dan kinerjanya, baik parpol maupun non-parpol," katanya.
Kebijakan tim ekonomi Jokowi terus bebani rakyat
Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi memasukkan buruknya mekanisme penetapan harga BBM dalam daftar rapor merah pemerintahan Jokowi-JK. Dia menilai pemerintahan Jokowi-JK sudah kehilangan tajinya."Ini akibat buruknya tim ekonomi pemerintah yang terus membebani masyarakat. Dulu masyarakat berharap presiden baru, harapan baru. Tapi kok kayak begini?" kata Tulus.Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo menuding pemerintah tidak menyiapkan skema atau kebijakan untuk menekan dampak harga BBM yang fluktuatif. Akibatnya, semua komoditas publik mengalami gejolak.
Jokowi harus cari menteri yang cocok
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menegaskan bahwa tim ekonomi Jokowi-JK selama hampir enam bulan ini belum maksimal."Secara ekonomi, kinerja tim ekonomi belum bisa dikatakan berhasil. Harapan masyarakat punya beban hidup berkurang, karena punya presiden dan menteri baru, ternyata sebaliknya, ini malah bertambah," kata Enny kepada merdeka.com, Kamis (2/4).Pihaknya berpandangan sebaiknya Jokowi segera mencari menteri yang mampu mendorong visi misinya dalam mewujudkan konsep Nawa Cita. Sebab selama ini pemerintah hanya mementingkan perekonomian jangka menengah, namun, merugikan dalam jangka pendek."Tim pembantunya presiden yang tidak bisa merealisasikan (konsep ekonomi Jokowi) ya cari yang benar-benar bisa membantu presiden," tegasnya.
Jokowi didesak segera reshuffle tim ekonomi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melihat gejolak perekonomian yang terjadi belakangan ini menjadi momentum melakukan perombakan di jajaran struktur tim ekonomi kabinet kerja. "Dia (Jokowi) memang harus melakukan reshuffle di kabinet ekonomi. Tapi saya ragu apa dia (Jokowi) mampu," kata anggota Komisi VII DPR Iskan Qolba Lubis kepada merdeka.com.Indonesia sedang diserang masalah besar di sektor perekonomian, baik dari eksternal (perekonomian global) dan internal. Strategi dan kebijakan dari menteri ekonomi seharusnya menjadi kunci menangkal persoalan dari eksternal demi menjaga stabilitas perekonomian. Namun dia tidak melihat keberhasilan dari tim ekonomi kabinet kerja Jokowi-JK."Tim ekonomi memang tidak baik. Kalau internal baik masalah eksternal akan lebih baik," ujarnya.
Gubernur BI diminta mundur
Tidak hanya kinerja tim ekonomi kabinet Jokowi-JK yang mendapat sorotan tajam, hal serupa juga terjadi pada bank sentral. Ambruknya nilai tukar Rupiah yang kini masih di atas level Rp 13.000 per USD dinilai sebagai bentuk kegagalan Bank Indonesia menjaga kondisi moneter dalam negeri.Bank Indonesia dituding lamban mengatasi pelemahan Rupiah. Ekonom IPB dan Megawati Institute, Imam Sugema berpandangan, seharusnya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo malu dan mengundurkan diri karena kegagalan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Perhitungannya, Rupiah seharusnya berada di posisi Rp 11.500 per USD."Dan saya jamin kalau strateginya benar, dalam waktu kurang dari dua minggu bisa terjadi (Rupiah di level tersebut). Kalau tidak bisa, suruh pejabat BI mengundurkan diri," kata Imam di Jakarta.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca SelengkapnyaTantangan berat ketiga berasal dari disrupsi teknologi yang memberikan tekanan besar di sektor ketenagakerjaan.
Baca SelengkapnyaKeduanya membahas tentang situasi dan kondisi dunia saat ini, termasuk kepada masalah ekonomi dan keamanan negara.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi bersyukur karena pelaksanaan pemilihan umum 2024 berjalan lancar. Jokowi menargetkan arus modal masuk dan investasi kembali masuk ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaDia melihat masyarakat riang gembira berbondong-bondong ke TPS.
Baca SelengkapnyaDalam menghadapi ketidakpastian global, Jokowi menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Baca SelengkapnyaKabupaten Penajam Paser Utara menjadi salah satu contoh perkembangan yang sangat cepat di bidang ekonomi salah satunya UMKM.
Baca SelengkapnyaJokowi berharap JAPINDA dapat terus mendukung peningkatan investasi dan alih teknologi di sektor ekonomi.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan kondisi ini disebabkan ketidakpastiaan ekonomo dan konflik geopolitik yang tak kunjung usai.
Baca Selengkapnya