Tradisi Marpege-pege, Bentuk Toleransi dan Semangat Berbagi Masyarakat Padangsidempuan
Marpege-pege sampai sekarang masih dilestarikan dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat asli Padangsidempuan maupun masyarakat pendatang yang menetap di sana.
Marpege-pege sampai sekarang masih dilestarikan dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat asli Padangsidempuan maupun masyarakat pendatang yang menetap di sana.
Tradisi Marpege-pege, Bentuk Toleransi dan Semangat Berbagi Masyarakat Padangsidempuan
Dalam kehidupan sosial masyarakat, tentunya setiap orang akan saling membutuhkan satu sama lain. Hubungan saling bantu ini akhirnya menjadi sebuah tradisi yang sudah dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Salah satunya terlihat di daerah Padangsidempuan, Tapanuli Selatan yang bernama Marpege-pege. Tradisi ini masih berkaitan erat dengan sikap rasa toleransi dan rasa saling berbagi antar sesama.
Marpege-pege sampai sekarang masih dilestarikan dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat asli Padangsidempuan maupun masyarakat pendatang yang menetap di sana.
-
Apa saja unsur prinsip kekerabatan Batak? Dalam prinsip kekerabatan masyarakat Batak terdapat 3 unsur yang memiliki arti dan fungsi yang berbeda.
-
Dimana prinsip kekerabatan Batak diterapkan? Bagi orang Batak, perkawinan merupakan upacara sakral karena menghubungkan dua marga yang berbeda menjadi satu ikatan kekerabatan yang lebih besar dan luas.
-
Bagaimana budaya Betawi menjaga silaturahmi? Tradisi berlebaran masyarakat Betawi berlangsung hingga pekan ketiga di bulan Syawal. Budaya itu tidak hanya digunakan untuk memperkuat tali silaturahim saja, tetapi juga melanjutkan puasa syawalan.
-
Bagaimana orang Batak menjalankan prinsip 'Marsipature Hutana Be'? Arti dari Marsipature Hutana Be yaitu membenahi kampung halaman masing-masing. Prinsip ini sebagai pemanggil orang Batak diperantauan yang sukses untuk kembali dan membenahi kampung halamannya.
-
Bagaimana pantangan orang Betawi membantu mempererat relasi sosial? Sebenarnya terdapat pesan tersembunyi di baliknya agar seseorang yang melakoni pantangan bisa mendapat kebaikan dan mempererat relasi sosial.
-
Bagaimana warga Jati Padang berbagi? Warga memilih pakaian saat bazar sayuran, bahan makanan dan bahu bekas layak pakai gratis di Jalan Jati Padang VI, Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (29/3/2024).
Rasa Kekeluargaan
Dalam prinsip kehidupan sosial masyarakat Batak Angkola, rasa kekeluargaan mereka berakar dari sistem sosial bernama Dalihan na Tolu.
Hal ini yang menyebabkan terbentuknya pola perilaku dan berinteraksi di dalam lapisan masyarakat.
Pola perilaku tersebut semakin terbentuk di masyarakat yang pada akhirnya melahirkan rasa toleransi dan jiwa saling membantu satu sama lain. Solidaritas ini tak hanya dalam lingkup keluarga inti saja, melainkan juga dengan seluruh anggota masyarakat.
Maka dari itu, Marpege-pege merupakan salah satu bentuk dari rasa solidaritas, saling membantu dan toleransi antar anggota keluarga dan masyarakat khususnya dalam upacara perkawinan.
Pemberian Mahar
Dalam upacara perkawinan Batak Angkola, setiap mempelai laki-laki wajib memberikan mahar yang menjadi alat yang dibayarkan kepada pihak keluarga perempuan yang akan dinikahi.
Pemberian mahar ini sebagai langkah awal untuk mempelai laki-laki dalam kestabilan ekonomi rumah tangga baru bagi masyarakat Batak Angkola. Namun, mahar tersebut bukanlah tanggung jawab satu-satunya dari pihak laki-laki saja, melainkan juga kewajiban bagi masyarakat Batak Angkola yang andil dalam membantu menyediakan mahar.
Mengutip dari Antara, Tradisi Marpege-pege mulai berperan penting di sini. Tokoh adat memberitahu kepada masyarakat tentang kebutuhan biaya pesta kawin yang sudah ditentukan harinya. Mereka yang diundang pastinya sudah menyanggupi untuk hajatan tersebut.
Saling Berbagi
Marpege-pege juga menjadi ajang saling berbagi untuk meringankan beban si pemilik acara hajatan. Tetapi, dalam Marpege-pege tersebut sang ahli bait juga menyuguhkan syarat dalam acara nantinya.
Lazimnya, ahli bait menyediakan makanan berupa nasi pulut yang dibarengi dengan lauk pauk yang disebut Inti. Makanan ini bukan hanya sekadar syarat, melainkan semacam perekat agar apa yang sudah dijanjikan berupa sumbangan benar-benar diberikan demi suksesnya acara.
Dalam aspek silaturahmi ini juga terjadi dalam tradisi Marpege-pege ini. Kerabat yang sudah tidak lama bersua, kembali dipertemukan dalam acara tersebut.
Marpege-pege ini terus ada di dalam masyarakat Batak Angkola karena sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.