Mengenal Sejarah Pardedetex Medan, Pionir Klub Sepak Bola Profesional di Era Galatama
Hingga kini Pardedetex tetap tertulis dalam sejarah sepakbola di Indonesia sebagai pelopor lahirnya klub profesional di Indonesia.
Hingga kini Pardedetex tetap tertulis dalam sejarah sepakbola di Indonesia sebagai pelopor lahirnya klub profesional di Indonesia.
Perkembangan sepak bola Indonesia telah melalui periode yang panjang. Pada era awal berdirinya PSSI yakni di tahun 1930, pertandingan sepak bola Indonesia digelar antar bond kedaerahan.
Dilansir dari unair.ac.id, saat itu pusat–pusat kota memiliki bond daerah sendiri sebagai saingan sepak bola Belanda, mulai Jakarta (VIJ), Surabaya (SIVB), Bandung (BIVB), Yogyakarta (PSM), Solo (VVB), Madiun (MVB), Magelang (IVBM) yang menyelenggarakan pertandingan sepak bola bagi bumiputera di bawah naungan PSSI.
Namun pihak penyelenggara (PSSI) dan klub-klub kota memiliki kendalanya masing-masing. Mulai dari kurangnya persiapan kompetisi sampai kurangnya dana internal dari masing-masing Bond.
Kompetisi amatir yang hanya terdiri dari masing-masing bond membuat masa depan sepak bola Indonesia diragukan.
Sejumlah pihak lantas berinisiatif membentuk sebuah kompetisi yang lebih profesional.
Akhirnya, muncullah ide membentuk sebuah kompetisi yang dibentuk oleh beberapa konglomerat yang mencintai sepak bola. Salah satu pencetusnya adalah T.D Pardede pendiri klub Pardedetex Medan.
Tak hanya T.D Pardede, beberapa pengusaha kaya turut mendirikan klub-klub berdasarkan nama perusahaannya.
Klub-klub inilah yang meramaikan kompetisi impian masyarakat Indonesia saat itu, Galatama.
Melansir dari beberapa sumber, Pardedetex didirikan pada tahun 1960 oleh pengusaha tekstil asli Batak, Tumpal Dorianus Pardede.
Ia begitu cinta dengan sepak bola hingga membentuk klub Pardedetex ini.
Bahkan saking seriusnya T.D Pardede mengarungi ajang Galatama, ia berani merogoh dana lebih untuk mendatangkan pemain asing.
Tak hanya pemain berkualitas, fasilitas-fasilitas yang menjadi inventaris Pardedetex juga terbilang cukup mumpuni hingga gaji para pemain di atas pemain rata-rata pada saat itu.
T.D Pardede sempat mendatangkan dua pemain berpaspor Inggris, Steve Tombs dan Paul Smith.
Namun sayang, keduanya sulit berkembang dan tidak sesuai ekspektasi T.D Pardede.
Ia lantas mendatangkan pemain asing kelahiran Brazil, Jairo Matos.
Meski seluruh kebutuhan penunjang klub bisa terpenuhi dengan baik, hasil yang diraih Pardedetex Medan tak sesuai harapan.
Mereka kesulitan tampil baik di kompetisi Galatama. Target-target yang sudah ditentukan oleh pihak klub tak tercapai. Hal ini disebabkan para pemain mengalami inkonsistensi permainan.
Tak hanya gagal di lapangan, permasalahan pun juga terjadi di luar lapangan. Saat itu kompetisi Galatama diterpa skandal suap hingga membuat beberapa klub bubar.
Akhirnya pada 1984, Pardedetex resmi dibubarkan karena tidak ada yang melanjutkan warisan klub.
Namun hingga kini Pardedetex tetap tertulis dalam sejarah sepakbola di Indonesia sebagai pelopor lahirnya berbagai klub profesional di Indonesia.
Klub sepakbola asal Banda Aceh ini sudah malang melintang di kompetisi Liga Indonesia sejak tahun 1980-an.
Baca SelengkapnyaNasib miris dialami ratusan pemain sepak bola klub Liga 2 Indonesia. Mereka belum menerima gaji dengan nilai mencapai Rp5,4 miliar.
Baca SelengkapnyaKemenpora juga mendorong pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat untuk membangun lapangan sepak bola yang memenuhi standar nasional.
Baca SelengkapnyaDua perempuan berbagi pengalaman pertamanya nonton sepak bola di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) Surabaya. Awalnya takut, ujungnya ketagihan.
Baca SelengkapnyaMenurut Prabowo, ajang sepak bola adalah hal penting seperti cerminan hidup. Dia berkata, seluruh negara ingin sepak bolanya kuat.
Baca SelengkapnyaEgy Maulana Vikri, salah satu bakat sepakbola unggulan dari Indonesia, telah berkarier di luar negeri bersama Lechia Gdańsk (di Polandia) dan FK Senica.
Baca Selengkapnya