Rektor Unika Diminta Buat Video Apresiasi Jokowi, Begini Respons TPN Ganjar-Mahfud
Arsjad Rasjid menegaskan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya Pemilu 2024 kini.
Arsjad Rasjid menegaskan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya Pemilu 2024 kini.
Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid menanggapi cerita Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Ferdinandus Hindarto yang dihubungi orang mengaku polisi untuk membuat video mengapresiasi kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Ia menegaskan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya Pemilu 2024 kini. Khususnya aparat penegak hukum harus bersikap netral.
"Itu lah yang harus ada dari sisi seluruh aparat negara ya yang di mana memastikan bahwa kita harus pastikan bersama bahwa kita ini semuanya kalo kita membuka baju kita, kita ini semua rakyat Indonesia, enggak ada perbedaan di antara satu sama lain," ujar Arsjad di Hotel JW Marriott, Rabu (7/2).
Kendati demikian, ia menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai soal tujuan dari rektor Unika yang desak untuk membuat video apresiasi kineja Jokowi.
"Masyarakat bila melihat dan juga mendengar dan mengetahui berita itu bisa menilai sendiri bagaimana, apasih rangkaian disuarakan," pungkas dia.
Sebagaimana diketahui, Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Ferdinandus Hindarto menceritakan dihubungi orang mengaku polisi untuk membuat video mengapresiasi kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) lima hari yang lalu.
Ferdinan akhirnya menolak permintaan itu.
"Oknum tersebut meminta saya agar membuat video pernyataan. Lantas saya tolak, saya katakan mohon maaf bapak kami memilih untuk tidak membuat itu," kata Ferdinandus Hindarto saat ditemui di Kampus Unika, Selasa (6/2).
Permintaan itu ketika dia berangkat ke Surabaya pada Jumat (2/2). Keesokan harinya, saat Ferdinand bersama rekannya membuat pernyataan di Surabaya, polisi yang mengaku dari Polrestabes Semarang mencoba menghubunginya lagi lewat whatsapp.
"Beliau WA lagi kan dengan memberi contoh video-video dari perguruan tinggi lain ada Unsoed, ada Undip, ada UIN, dan beberapa PTS di Semarang. Ya jawaban saya sama," jelasnya.
Hingga pukul 11.00 WIB, Ferdinan mengaku masih dihubungi oleh orang tersebut. Orang itu meminta dirinya membuat pernyataan baik video atau tertulis.
"Tawaran terakhir adalah tidak video tapi pernyataan lalu diberi contoh juga dari salah satu rektor di Semarang. Ya saya katakan tidak karena kami memilih sikap itu," ujarnya
Video yang dimaksud ialah pernyataan terkait prestasi Presiden Jokowi. Ferdinan menilai video yang diminta sama dengan video pernyataan rektor berbagai universitas yang beredar akhir-akhir ini.
"Jadi nomor satu mengapresiasi prestasi Pak Jokowi selama sembilan tahun terakhir, yang kedua bahwa Pemilu 2024 itu kan intinya mencari penerus Pak Jokowi. Intinya itu hal yang sama seperti juga muncul di video-video tentang rektor itu," tegas Ferdinand
pungkas Ferdinandus Hindarto.
Rektor Unika menceritakan dihubungi orang mengaku polisi untuk membuat video mengapresiasi kinerja Presiden Joko
Baca SelengkapnyaAnies menilai permintaan kepada Rektor Unika untuk membuat video apresiasi kinerja Presiden Jokowi sebagai operasi memperbaiki citra.
Baca SelengkapnyaPolda Jawa Tengah memberikan klarifikasi terkait ramainya kabar polisi meminta rektor di Semarang membuat video testimoni apresiasi kinerja Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaRektor Unika mengaku diminta polisi untuk membuat video testimoni apresiasi kinerja Jokowi.
Baca SelengkapnyaSebelumnya Rektor Unika diminta mmebuat video apresiasi terhadap pemerintahan Joko Widodo
Baca SelengkapnyaPolisi berdalih permintaan tersebut sebagai cooling sistem atau Pemilu damai
Baca SelengkapnyaKetua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan ada intimidasi yang diterima civitas akademika UI.
Baca SelengkapnyaTindakan intimidasi tentunya sangat disayangkan, untuk membuat video yang intinya mendukung pemerintah.
Baca SelengkapnyaCawapres nomor urut tiga, Mahfud MD menyebut saat ini ada operasi untuk menekan rektor-rektor perguruan tinggi.
Baca Selengkapnya