PKB dan Golkar Melunak Menunda Pemilu
Merdeka.com - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto melontarkan usulan kontroversial menunda Pemilu 2024. Alasannya demi pemulihan ekonomi dan kepemimpinan Presiden Joko Widodo dianggap masih diinginkan rakyat. Airlangga dan Cak Imin mengaku usulan tersebut datang dari suara masyarakat.
Sikap partai koalisi Jokowi terbelah. Gerindra, PDIP, NasDem tegas menolak wacana penundaan Pemilu karena merembet ke isu perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode.
Selain partai koalisi Jokowi, wacana penundaan pemilu juga ditentang para pakar, akademisi, LSM hingga masyarakat. Belum lagi sejumlah hasil survei menunjukkan masyarakat tampaknya resistensi terhadap usulan tersebut. Penundaan Pemilu 2024 dinilai tak sejalan dengan konstitusi dan prinsip demokrasi.
Sementara, PPP dan PAN menerima usulan tersebut dengan tangan terbuka. PAN terang-terangan mendukung Pemilu ditunda dan PPP menyatakan bakal melakukan kajian terlebih dahulu di internal.
Banyaknya penolakan membuat sikap Golkar dan PKB melunak. Kedua partai tidak lagi ngotot penundaan pemilu harus terjadi.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid atau akrab disapa Gus Jazil menegaskan, partainya kini tidak terlalu agresif dengan usulan penundaan pemilihan umum (pemilu).
"PKB tidak terlalu agresif, tetapi berharap partai-partai yang lain belum sadar untuk bisa sadar, jika wacana penundaan lebih masuk akal daripada tidak ditunda," kata Guz Jazil dikutip Kamis (10/3).
Bagi PKB, kata Gus Jazil, demokrasi merupakan alat untuk mempercepat kesejahteraan rakyat. Sehingga, tidak mungkin terjadi amandemen atau perubahan konstitusi tanpa kehendak rakyat.
PKB juga tidak merekayasa politik sehingga dasar wacana penundaan pemilu seharusnya dilakukan atas dasar kepentingan masyarakat banyak.
"PKB bersama-sama kepentingan rakyat dan demokrasi," ujarnya.
Sementara, Ketum Airlangga dalam pertemuannya dengan Ketum Partai NasDem Surya Paloh turut membahas isu penundaan pemilu. Airlangga menjawab keluarnya usulan tersebut karena Golkar menangkap aspirasi masyarakat.
Lagipula, kata Airlangga, pemilu baru bisa ditunda jika seluruh ketua umum partai politik telah mencapai konsensus bersama.
Kita harus mengerti yang namanya aspirasi. Aspirasi tidak boleh ditolak apalagi Golkar suara Golkar suara rakyat. Nah itu demikian," ujar Airlangga usai bertemu Paloh di NasDem Tower.
Apalagi, menurut dia, sikap Presiden Joko Widodo sudah jelas bahwa aspirasi masyarakat itu harus tetap melihat koridor yang ada, termasuk mengenai penundaan pemilu 2024.
"Dari bapak presiden sendiri sudah jelas bahwa aspirasi demokratis itu tetap harus teguh namun juga tentu kita melihat koridor-koridor yang ada. Sehingga tentu biasanya dalam hal-hal tertentu komunikasi antar partai pimpinan politik menjadi penting," katanya.
Sikap Presiden Jokowi
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini menyebut, pernyataan Presiden Joko Widodo terkait penundaan pemilu tidak usah di utak-atik. Menurutnya, sikap kepala negara sudah jelas yaitu taat kepada konstitusi.
Hal ini menanggapi pendapat yang menganggap pernyataan Presiden Jokowi soal pemilu diundur seperti kalimat bersayap.
"Itu pikiran yang bersayap dari sebagian pihak yang disebutkan itu. Statemen Presiden sudah diucapkan, berarti sudah dapat dipahami. Tidak usah utak-atik gatuk," katanya kepada wartawan, Senin (7/3).
Faldo mengajak semua pihak melihat pernyataan Presiden Jokowi sebagai konstruksi kenegaraan.
"Saya kira kita berada dalam sebuah konstruksi kenegaraan. Jadi, ini harus dilihat dalam kerangka kenegaraan, jangan maunya Presiden, pengennya gini dan gitu dari elite-elite," ucapnya.
Menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi merespons penundaan pemilu tak perlu dikembangkan. Orang nomor satu di Indonesia itu sudah jelas bersikap.
"Saya kira tidak perlu dikembang-kembangkan lagi. Presiden sudah jelas bersikap. Jangan sampai, ada yang bikin imajinasi, kaget sama imajinasinya, terus marah sama imajinasinya sendiri. Kan aneh," ujar Faldo.
Menakar Manfaat Pemilu Ditunda
Pakar Hukum Tata Negara, Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menegaskan, etisnya diskursus imajiner mengenai menunda Pemilu yang tentunya berimplikasi pada tatanan perpanjangan masa jabatan Presiden/Wakil Presiden, Menteri, DPR, DPD dan DPRD serta jabatan-jabatan publik lainnya. Sebab wacana itu adalah sangat tidak bermuatan maslahat, malahan sangat banyak mudaratnya bagi bangsa dan negara.
“Usulan penundaan Pemilu merupakan Constitution Disobedience atau pembangkangan terhadap Konstitusi,” ujar Fahri dalam keterangannya kepada merdeka.com, Senin (28/2).
Menurut Fahri, jika dilihat dari berbagai alasan serta justifikasi yang coba dikemukakan pengusul penudaan Pemilu, secara teoritik maupun konstitusional tidak ada jalan yang disediakan oleh UUD 1945. Sebab usulan tersebut tidak berangkat dari alasan yang memadai. Sebab hal itu bukanlah tindakan yang didasarkan kepada dalil yang secara konstitusional dapat diterima.
Fahri mengungkap, alasan penundaan pemilu bisa dilaksanakan apabila terjadi hal yang mengancam keamanan Indonesia. Hal itu terjadi di seluruh wilayah atau sebagian wilayah Indonesia.
Misalnya, ada pemberontakan, kerusuhan atau bencana alam. Sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa. Atau timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.
Atau gangguan keamanan yang berdampak holistik, berdasarkan Perppu No. 23/1959 tentang Keadaan Bahaya atau berdasarkan prinsip hukum tata negara darurat dikenal dengan ‘staatsnoodrechts’ (keadaan darurat negara) atau ‘noodstaatsrechts’ (hukum tata negara dalam keadaan darurat).
Jika memang alasan itu ada, Fahri mengatakan, maka presiden mendasarkan diri pada prinsip proporsionalitas (the principle of proporsionality) yang dikenal dalam hukum internasional, prinsip ini dianggap sebagai ‘the crus of the self defence doctrine’ atau inti dari doktrin Self Defence. Secara inheren prinsip proporsionalitas dianggap memberikan standar mengenai kewajaran (standard of reasonabeleness).
“Sehingga kriteria untuk menentukan adanya necessity menjadi lebih jelas, kebutuhan yang dirumuskan sebagai alasan pembenar untuk melakukan tindakan yang bersifat darurat, proporsional, wajar atau setimpal sehingga tindakan dimaksud tidak boleh melebihi kewajaran yang menjadi dasar pembenaran bagi dilakukannya tindakan itu sendiri,” katanya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
JK kembali mengajak pihak-pihak keberatan dengan hasil Pemilu 2024 menempuh jalur konstitusional.
Baca SelengkapnyaGolkar menilai dalil permohonan Partai NasDem yang menyatakan suaranya berkurang sebanyak 494 suara pada 60 TPS adalah mengada-ada.
Baca SelengkapnyaDemokrasi tidak berjalan sesuai yang diharapkan dan didambakan oleh rakyat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Selain Gerindra, hampir semua partai besar merapat ke Pemerintahan Jokowi seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat.
Baca SelengkapnyaHal ini tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca SelengkapnyaPDIP menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak keseluruhan permohonan sengketa hasil Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PKB ini menilai, PKS mempunyai nama partai yang sesuai dengan isu visinya yakni keadilan, sejahtera yang harus diwujudkan secara bersama-sama.
Baca SelengkapnyaAirlangga ditanya apakah kursi menteri dari Partai Golkar pada pemerintahan Prabowo-Gibran bakal bertambah.
Baca SelengkapnyaCak Imin menegaskan partainya terbuka berkoalisi dengan partai politik manapun.
Baca Selengkapnya