Membandingkan pemilu Indonesia dengan Korut sama saja pelecehan
Merdeka.com - Pidato calon presiden Prabowo Subianto di depan sidang perdana Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang mulai digelar di Jakarta, hari ini, sungguh menarik perhatian publik. Selain mendalilkan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum, Prabowo - Hatta melalui tim kuasa hukumnya menyebut terjadi kecurangan yang masif, terstruktur dan kekurang profesionalan Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) sebagai penyelenggara Pemilihan Presiden.
Bahkan dengan lantang, mantan Danjen Kopassus itu menyebut hasil pilpres 2014 jauh lebih buruk daripada pemilu di Korea Utara yang otoriter dan fasis. Pemilu di negara-negara komunis tidak separah seperti kecurangan pemilu di Indonesia.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi masih menyayangkan ketidaklegowoan dari pasangan Prabowo-Hatta dalam menerima hasil pilpres. Menyebut pilpres terjadi kecurangan yang masif dan terstruktur adalah bentuk pengingkaran yang terjadi di lapangan sesungguhnya.
"Walau dikeroyok banyak partai, toh hasilnya ternyata tidak sepadan. Justru di lapangan yang saya temui, malah pasangan Jokowi - JK yang paling banyak menderita kerugian akibat ketidaknetralan kepala daerah dan aparat militer. Intimidasi, serangan kampanye hitam justru paling banyak diderita Jokowi-JK. Kenapa sekarang logika berpikirnya dibolak-balik yah?" kata Ari ketika dihubungi merdeka.com, Rabu (6/8).
Ari menambahkan, "Membandingkan dengan Korea Utara sama saja kita mengolok-olok nalar berpikir kita. Ketika Gerindra memperoleh suara yang signifikan di Pemilu Legislatif kemarin, apakah omongan Prabowo juga akan menyalahkan KPU yang telah bertindak adil, imparsial, profesional dan transparan. Kalau kita mau jujur, justru penyelenggaraan pilpres kali ini kita mendapati pemilu yang lebih baik daripada pemilu sebelumnya."
Menurut pengajar Program Pascasarjana UI ini, menuding KPU tidak profesional sama saja dengan memercik air di muka sendiri ketika segala cara digunakan oleh tim sukses Prabowo-Hatta di kampanye lalu. Tindakan kampanye yang tidak santun yang dilancarkan Amien Rais , Akbar Tandjung , Fahri Hamzah , Fadli Zon, Ali Mochtar Ngabalin, Tantowi Yahya, Nurul Arifin, Hidayat Nur Wahid, Idrus Marham yang terkesan "membabi buta" justru menjadi bumerang.
"Rakyat kita sudah cerdas, mereka sudah tahu siapa pemenang pilpres sesungguhnya. Observer asing juga sudah melihat pilpres di lapangan. Media asing dan media nasional -kecuali media milik Ical dan Hary Tanoesoedibjo- sudah memberitakan apa adanya di lapangan. Memang pilpres belum berjalan sempurna, tetapi menganggap pelaksanaan pilpres sangat buruk bahkan lebih buruk daripada Korea Utara itu sama saja dengan pelecehan nalar kita yang sehat," ujar Ari yang pernah mengadakan penelitian ke Pyongyang, Korea Utara pada 2005 dan 2006 silam.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Fildan dan Bang Yedam tampil dalam satu panggung di Korea. Keduanya membawakan lagu 'Gejolak Asmara'.
Baca SelengkapnyaTerpilihnya Indonesia, mewakili 11 negara ASEAN di Seoul.
Baca SelengkapnyaOrde Baru dapat didefinisikan sebagai suatu penataan kembali kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia berlandaskan dasar negara indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Selalu ada jalan untuk semua niat baik termasuk rencana untuk melamar kekasih.
Baca SelengkapnyaPerayaan Imlek di Korea Selatan, yang dikenal sebagai Seollal, merupakan momen penting yang dirayakan dengan meriah.
Baca SelengkapnyaHal ini disampaikan Kim Jong-un dalam pidatonya di hadapan majelis rakyat tertinggi.
Baca SelengkapnyaIni disampaikan Kim Jong-un di hadapan para mahasiswa universitas militer terbesar di Korea Utara.
Baca SelengkapnyaPemilu 1955 merupakan pemilu pertama yang diselenggarakan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKudapan favorit masyarakat Palembang ini tak jauh berbeda dengan kue jala khas India. Perbedaannya ada pada kuah kari yang cenderung encer.
Baca Selengkapnya