Fadli Zon Sebut Presidential Threshold Membatasi Calon-Calon Terbaik
Merdeka.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon kembali mengangkat persoalan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Aturan ini dianggap membatasi kebebasan berdemokrasi. Bahkan, dia mengatakan, Partai Gerindra dahulu menolak aturan tersebut.
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam Pasal 222 disebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
"Jadi kita termasuk yang pioner menolak RUU Penyelenggaraan Pemilu, salah satunya karena presidential treshold. Ini sejarah ," kata Fadli Zon, dalam diskusi 'Dilema Pilpres 2024: Presidential Threshold dan Syarat Minimal Usia Capres-Cawapres' di Jakarta Pusat, Sabtu (1/10).
Dahulu, kata Fadli Zon, pada lima tahun lalu, saat RUU Penyelenggaraan Pemilu disahkan dalam sidang Paripurna DPR. Fraksi Gerindra, tidak setuju hingga melakukan walk out dari sidang tersebut.
"Saya pimpin sidang saya serahkan palu sidang kepada ketua DPR yaitu Pak Setya novanto. Dan 3 dari 5 pimpinan DPR juga walk out waktu itu," ucapnya.
Dengan adanya aturan ini, Fadli menyebut seolah-olah ada seleksi terlebih dahulu oleh elite politik sebelum akhirnya calon presiden potensial dipilih oleh masyarakat.
"Jadi sejak awal ini sudah ada babak penyisihan. Babak penyisihannya itu adalah misalnya dipatok dua paket atau tidak paket padahal bisa lebih banyak lagi," ujarnya.
"Calon-calon terbaik itu bisa tidak mendapatkan tiket, calon-calon terbaik itu bisa disisihkan karena bisa dianggap tidak sejalan dengan kepentingan-kepentingan yang besar," sambung Fadli.
Menurut dia, aturan presidential threshold menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi demokrasi Indonesia, sehingga tidak hanya menjadi demokrasi prosedural dan seolah-olah konstitusional tapi seharusnya lebih substansial.
"Kalau dipaksa ada pemilihan elite terlebih dahulu, apakah yang tadi oleh elite partai politik atau karena memang UUD kita dipilih atau ditentukan oleh partai politik, saya kira itu cukup fair. Tapi pembatasannya ini yang tidak fair. Ini yang membuat kemudian sangat terbatas, kita tidak mempunyai calon-calon terbaik anak bangsa," imbuhnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
JK menyebut, presidential Threshold (PT) atau ambang batas seharusnya tidak 20%.
Baca SelengkapnyaAdanya treshold selama ini menyebabkan antara pilihan rakyat dan calon.
Baca SelengkapnyaDengan diterapkannya parliamentary threshold sebesar 4%, berdampak kepada banyak suara rakyat tidak dipakai.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ganjar dan Mahfud sejak awal sudah membahas skala prioritas dari tugas dan tanggung jawab sesuai kewenangan masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden.
Baca SelengkapnyaPartai Gerindra tengah fokus mengawal perhitungan suara pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) 2024.
Baca SelengkapnyaFatoni berpesan kepada seluruh warga Sumsel untuk terus menjaga iklim kondusif dan menghindari konflik.
Baca SelengkapnyaNama Ahmad Sahroni diketahui menjadi salah satu digadang-gadang sebagai calon gubernur untuk Pilgub DKI Jakarta 2024.
Baca SelengkapnyaPresiden akhirnya buka suara terkait polemik pemberian bansos beras kemasan 10 kg di tahun politik.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP mengingatkan Kapolri banyak suara dari rakyat yang juga berharap agar Polri tetap netral di Pemilu 2024 ini.
Baca Selengkapnya