Warga Desa Suger Jember Salat Idulfitri Hari Ini, Ini Metode Perhitungannya
Ali Wafa menegaskan, penetapan 1 Syawal memiliki landasan ilmiah berdasarkan dalil hukum Islam yang kuat.
Ali Wafa menegaskan, penetapan 1 Syawal memiliki landasan ilmiah berdasarkan dalil hukum Islam yang kuat.
Ribuan umat Islam di Desa Suger, Kecamatan Jelbuk, Jember menggelar hari raya Idulfitri dan salat Id pada hari ini, Selasa (9/4) ini. Sementara pemerintah baru akan menggelar sidang itsbat.
Masyarakat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur itu mengaku mengikuti penetapan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Mahfiluddlurror. Setidaknya ada tiga hingga empat masjid yang menggelar salat Id hari ini.
Masyarakat yang mengikutnya merupakan santri Ponpes Mahfiluddlurror dan warga sekitar pesantren, baik di Jember maupun Bondowoso yang terbiasa mengikuti ketetapan dari pesantren tersebut.
Pimpinan Pesantren Mahfiluddlurror, KH Ali Wafa mengatakan, tidak semua warga di Desa Suger mengikuti ketetapan dari pihaknya. Warga juga sudah terbiasa dan toleransi dengan perbedaan hari raya tersebut.
“Warga di sini sudah terbiasa dengan adanya perbedaan awal Ramadan dan juga lebaran. Mereka malah seneng kalau Idulfitri-nya dua kali,” kata Ali Wafa.
Meski demikian, Ali Wafa menegaskan, penetapan 1 Syawal memiliki landasan ilmiah berdasarkan dalil hukum Islam yang kuat.
Penetapan itu berdasarkan sistem perhitungan (hisab) tanpa rukyatul hilal, dengan merujuk pada kitab Najhatul Majalis, karya ulama terkemuka, Syaikh Abdurrahman As-Sufuri Asy-Syafii. Sistem tersebut bernama sistem Khumasi atau yang bermakna kelima.
Secara garis besar, sistem Khumasi menetapkan awal puasa dan Idulfitri berjarak lima hari dari penetapan tahun sebelumnya. Sistem ini -berdasarkan kitab tersebut- ditetapkan oleh Imam Ja’far Ash-Shodiq, salah satu keturunan Nabi Muhamamd SAW melalui Sayyidina Ali Karomallahu Wajhah.
Sistem Khumasi itulah yang membuat penetapan Idulfitri dan awal puasa di pesantren tersebut kerap berbeda dengan pemerintah. Namun, tidak setiap tahun berbeda. Selisihnya juga hanya satu hari dengan yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Sistem itu berlangsung di pesantren ini, kira-kira sejak tahun 1911, saat pesantren ini dipimpin oleh kakek saya, KH Muhammad Sholeh. InsyaAllah seperti itu,” jelasnya.
Meski penetapan awal puasa dan Idulfitri berbeda dengan kebanyakan masyarakat, Ali Wafa menegaskan, secara umum pesantrennya menetapkan praktik keagamaan yang sama dengan pesantren yang secara kultural terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU).
“Kakek saya itu berguru kepada KH Abdul Hamid Misbat, dari Banyuanyar, Madura,” pungkasnya.
Dengan menggunakan metode isyarat, anak-anak penyandang tuli jadi lebih mudah memahami Al-Qur'an.
Baca SelengkapnyaKegiatan silaturahmi ini merupakan sebuah harmoni kerukunan antara yang satu dengan yang lain.
Baca SelengkapnyaMakam para ulama ini terletak di pemakaman umum desa.
Baca SelengkapnyaAda banyak cara yang dilakukan warga Jateng dalam menyambut datangnya Bulan Suci Ramadan
Baca SelengkapnyaPertengahan bulan Syaban dinilai istimewa oleh sebagian orang. Berbagai amalan dikerjakan untuk menghidupkan malam mulia ini, termasuk berdzikir.
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap
Baca SelengkapnyaSebanyak 40 orang kader ulama utusan dari berbagai pesantren ikut pelatihan
Baca SelengkapnyaKendati tak cukup luas, namun antusiasme warganya begitu luar biasa.
Baca SelengkapnyaBerdzikir bukan hanya dilakukan tatkala usai mengerjakan sholat fardhu saja. Akan tetapi juga bisa dilafalkan di berbagai macam kondisi dan situasi.
Baca Selengkapnya