Soal justice collaborator, KPK pertimbangkan sejauh mana Setnov mengaku
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencermati dan mempertimbangkan pengajuan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh terdakwa kasus mega korupsi proyek e-KTP Setya Novanto. KPK menerima ajuan JC itu pada Rabu (10/1) kemarin.
Setnov pun mengajukan Justice Collaborator saat diperiksa penyidik KPK untuk Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo (ASS) sebagai tersangka keenam kasus korupsi e-KTP.
"Belum bicara terlalu jauh soal JC karena suratnya baru disampaikan kemarin. Jadi ketika SN diperiksa penyidik untuk tersangka ASS, diajukanlah surat untuk JC di sana. Tentu akan kita pertimbangkan, misalnya apakah SN secara terus terang membuka peran pihak lain terutama pihak yang lebih besar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, (11/1).
Kemudian, kata Febri, pihaknya akan mencermati sejauh mana SN mengakui perbuatannya. Lanjutnya, bila tidak mengakui perbuatan tentu tidak bisa disebut JC. Alasannya, karena konsep JC itu adalah pelaku yang bekerja sama.
"Dan yang paling penting JC itu tidak bisa diberikan terhadap pelaku utama. Itu juga akan kita lihat meskipun perjalanan kan baru di langkah yang awal. Baru sekitar 6 orang yang kita proses sampai dengan saat ini cukup banyak nama yang saat ini masih kita dalami," tuturnya.
Dalam poin JC ini pun, KPK mempertimbangkan dari konsistensi keterangan tersangka. Untuk itu, terkait Setya Novanto, kata Febri pihaknya sudah memiliki bukti aliran dana sampai USD 7,3 juta. Selain itu, pertemuan-pertemuan lain tak pernah disebut oleh Nazaruddin yang juga sebagai JC KPK dalam kasus KTP elektronik ini.
"Jadi itu poin yang ingin saya sampaikan adalah kalau kita mau bicara tentang posisi seseorang sebagai JC, maka kita bicara tentang banyak hal yang harus dipertimbangkan secara hati hati," imbuhnya.
"Keliru kalau KPK hanya bergantung pada satu keterangan Nazar saja, dengan mudah akan bisa berubah kalau yang memberikan keterangan berubah di persidangan. Karena itu KPK punya bukti bukti yang lain," tambahnya.
Febri menambahkan, Andi Agustinus yang juga saat itu mengajukan JC, juga dipertimbangkan dalam waktu cukup lama sampai KPK akhirnya baru mengabulkan melalui proses tuntutan pidana yang dibacakan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) beberapa waktu lalu.
"Jadi konsistensi dari seorang pemohon JC juga jadi satu hal penting yang kita cermati," pungkas Febri.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaAS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaPemprov DKI Jakarta menerima 149 aduan terkait pembayaran THR di perusahaan swasta.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perusahaan asal Jerman dikabarkan menyuap pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2018.
Baca SelengkapnyaOTT terkait kasus dugaan korupsi pemotongan insentif ASN Sidoarjo yang mencapai Rp2,7 Miliar.
Baca SelengkapnyaDalam kasus ini, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Siska Wati sebagai tersangka korupsi pemotongan dana insentif ASN Sidoarjo
Baca SelengkapnyaKetika penyidik merasa telah terpenuhi alat bukti, maka tentu kedua penyelenggara negara itu akan ditetapkan sebagai tersangka.
Baca SelengkapnyaKPK mewanti-wanti ada clonflict of interest (COI) dalam penyaluran bansos tersebut.
Baca SelengkapnyaKejati DKI Jakarta menetapkan enam tersangka korupsi pengelolaan Dana Pensiun Bukit Asam tahun 2013 sampai 2018 dengan kerugian negara Rp234 miliar.
Baca Selengkapnya