Muhammadiyah gugat UU Rumah Sakit ke MK
Merdeka.com - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah merasa berkeberatan dengan berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, khususnya Pasal 7 ayat (4), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 25 ayat (5), Pasal 62, Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 64 ayat (1).
Sebab, pasal-pasal itu mewajibkan rumah sakit harus dikelola di bawah naungan badan hukum yang bergerak di bidang perumahsakitan.
Muhammadiyah juga menilai pemberlakuan pasal-pasal itu seperti tidak menghargai hak untuk berserikat dan berkumpul. Atas dasar itu, Muhammadiyah mengajukan permohonan uji materi UU Rumah Sakit kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan mengharuskan pemohon membentuk badan hukum khusus tentang perumahsakitan, maka sama dengan halnya tidak mengakui hak berserikat dan berkumpulnya Pemohon dalam wujud Persyarikatan Muhammadiyah yang telah diakui oleh negara sejak sebelum kemerdekaan sampai dengan kemerdekaan," ujar kuasa hukum pemohon, Syaiful Bahri, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (18/4).
Syaiful mengatakan, keberadaan badan hukum baru akan menimbulkan dualisme kewenangan di dalam Muhammadiyah. Padahal, tanpa memiliki badan hukum sendiri, Muhammadiyah dapat mengelola setiap rumah sakit yang menjadi bagian dari amal usahanya dapat berjalan dengan baik.
"Selama ini pengelolaan rumah sakit yang telah didirikan Muhammadiyah sebelum adanya ketentuan UU Rumah Sakit ini dalam melakukan kontrol secara langsung dan penuh," kata Syaiful.
Selain itu, terang Syaiful, adanya UU ini juga menunjukkan adanya diskriminasi perlakuan pemerintah dengan adanya pembedaan kategori menjadi rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta.
"UU Rumah Sakit memberikan penegasan bahwa pemerintah dalam upaya mewujudkan dan memajukan kesejahteraan umum masih menggunakan sistem kelas, ada kelas pemerintah ada kelas swasta," ucap dia.
Dalam permohonan ini, Syaiful meminta MK untuk membatalkan pasal-pasal yang dimohonkan.
"Meminta MK menyatakan ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal itu bertentangan dengan UUD 1945," tegas dia.
Terkait permohonan ini, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menanyakan apakah Muhammadiyah akan mengalami kerugian lain di luar permohonan ini.
"Apa ada kerugian selain dalam pasal-pasal ini yang akan dialami Muhammadiyah?" tanya dia.
Mendapat pertanyaan itu, Syaiful Bahri mengatakan, tidak akan ada lagi bantuan bagi rumah sakit Muhammadiyah dari pemerintah.
"Secara faktual yang terjadi pemerintah tidak tidak akan beri lagi bantuan misal laboratorium ke Muhammadiyah," jawabnya.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat dinilai tak perlu diseret lagi dalam wacana hak angket
Baca SelengkapnyaAdab masuk rumah orang lain dalam Islam memiliki makna mendalam dan penting untuk menjaga tata krama dan hubungan antar-sesama.
Baca SelengkapnyaNU dan Muhammadiyah berharap rakyat bisa menerima apapun hasilnya
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Di balik kemegahannya, ternyata masjid tersebut merupakan gagasan dari ayah seorang pensiunan jenderal TNI Angkatan Udara.
Baca SelengkapnyaPerkuat juga solidaritas, empati, dan tolong-menolong antar-sesama tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan.
Baca SelengkapnyaPerang Badar merupakan pertempuran besar pertama yang terjadi antara umat Islam melawan kaum musyrik.
Baca SelengkapnyaHukum sikat gigi saat puasa memiliki pendapat yang beragam di kalangan ulama.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, pandangan Muhammadiyah sebagai organisasi terhadap Indonesia masih sama yaitu netral dan independen dari kekuatan politik.
Baca SelengkapnyaKedua terdakwa dinilai telah melakukan perbuatan tak berperikemanusiaan. Sehingga tak ada yang meringankan.
Baca Selengkapnya