KPPU dan DPR Ingatkan Aturan Ekspor Lobster Tak Untungkan Pihak Tertentu
Merdeka.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Dewan Perwakilan Rakyat RI mengingatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), soal pentingnya transparansi dan perlakuan anti diskriminasi dalam membuat aturan. Kedua lembaga negara tersebut kompak meminta agar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 (Permen KP 12/2020) yang mengatur tentang pengelolaan lobster, kepiting dan ranjungan bisa mengacu pada prinsip tersebut.
"Artinya kalau ada perusahaan bisa memenuhi persyaratan, perusahaan itu harus dapat (izin). Bagaimana metode menentukan pelaku usaha yang bisa mengekspor? itu metodenya harus transparan. Artinya, transparan bisa dicapai oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya, spesifikasi atau aturan itu dibuat tidak untuk satu atau dua pelaku usaha," jelas Komisioner KPPU Chandra Setiawan kepada wartawan, Rabu (10/6).
KPPU menegaskan, suatu peraturan yang diterbitkan, tidak boleh bersifat diskriminatif. Untuk persoalan aturan ekspor, perusahaan atau pelaku usaha, Chandra mengingatkan, harus diberikan kesempatan yang sama dan tidak memprioritaskan atau hanya menguntungkan perusahaan tertentu. Komisi ini juga menyarankan jika ada pelaku usaha yang merasa dirugikan dari suatu peraturan pemerintah, untuk mengadukannya. KPPU memastikan kerahasiaan dan perlindungan pengadu.
Komisinya tidak bisa mencampuri regulasi yang dibuat pemerintah, sepanjang regulasi yang dihasilkan terbukti fair. Namun, yang pasti dijalankan adalah semua regulasi yang mengatur urusan tertentu, seperti ekspor impor, harus bisa dipenuhi perusahaan-perusahaan pada umumnya, bukan dibuat untuk menjegal perusahaan tertentu atau sengaja menguntungkan satu atau dua perusahaan saja.
Senada, Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, aturan yang ditelurkan pemerintah terkait ekspor impor harus dipastikan tidak mengandung unsur monopoli, atau hanya menguntungkan suatu pihak atau perusahaan tertentu.
"Pemerintah tidak boleh melegitimasi yang namanya monopoli. Harus ada rasa keadilan, harus ada persamaan hak daripada pelaku usaha yang memang mampu melakukan ekspor. Kalau monopoli nanti menimbulkan masalah," tuturnya.
Ia pun mewanti agar segala macam kecurangan baik monopoli atau kolusi antar perusahaan yang terafiliasi untuk menguasai pasar ekspor lobster dan benih lobster atau produk perikanan apapun, bisa dicermati dengan hati-hati oleh pemerintah.
Menurut Firman, selama ekspor lobster yang dilakukan berasal dari budidaya, hal tersebut sudah seharusnya didukung, mengingat nilai ekonomisnya yang cukup besar. Tapi, jika ekspor yang dilakukan berasal dari hasil tangkapan di laut, hal itu harus dilarang, karena mengancam kelestarian lobster dan benih-benihnya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Ombudsman Alamsyah Saragih menilai pelaksanaan Permen KKP No 12 Tahun 2020, berisiko tinggi dari sisi akuntabilitas administratifnya. Apalagi, kata dia, ada potensi terjadi kecurangan dalam ekspor tersebut. Ombudsman pun mempertanyakan komitmen Menteri Edhy Prabowo soal transparansi ini.
Ombudsman pun menyarankan agar Permen itu kembali dikaji lebih mendalam. Kementerian KKP, tegasnya, jangan hanya menghitung untung rugi saja. "Tidak begitulah caranya mengelola negara," tuturnya.
Dalam pelaksanaan Permen ini, mengemuka kabar ada kewajiban mengekspor melalui perusahaan-perusahaan tertentu yang diduga terafiliasi, dengan tarif pengiriman benur lobster yang tak standar. Pun, ditengarai ada pihak tertentu yang diuntungkan dari ekspor ini, dengan menerapkan tujuan pengiriman semua melalui Singapura.
Ada juga perhitungan pengiriman benur tidak dihitung berdasar standar pengiriman, melainkan ditetapkan Rp2300 per ekor benur, dan kemudian diturunkan menjadi Rp1800.
Juga ada kewajiban dari lahan nelayan yang ditentukan. Terhadap kesemua desas-desus ini, Ombudsman menekankan, integritas haruslah diterapkan.
Sebaliknya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto memastikan, pihaknya akan terus mendorong usaha-usaha budidaya dengan diterbitkannya Permen KP 12/2020. Terutama mendorong peningkatan budidaya lobster di daerah.
Terkait ekspor, Slamet mengatakan, KKP terus melakukan monitoring dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor. "Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan," ujarnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menteri Trenggono akui kewalahan mengurus ekspor ilegal benih lobster.
Baca SelengkapnyaKKP dengan Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam sebelumnya telah menandatangani kerja sama perikanan tahun lalu.
Baca SelengkapnyaPenemuan ini menjadi perbincangan hangat di media sosial, memukau masyarakat online dengan keindahan lobster biru yang istimewa.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Udang Selingkuh biasanya hidup di sungai-sungai yang berada di pegunungan
Baca SelengkapnyaTujuan kebijakan ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta mendongkrak pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Baca SelengkapnyaSetiap tahunnya lebih dari 300 juta ekor benur mengalir secara ilegal dari Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenteri Trenggono menjalin kerja sama dengan Vietnam untuk mengatasi penyelundupan benih bening lobster.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi mengeluarkan aturan yang membolehkan pengerukan pasir laut, salah satunya untuk tujuan ekspor pada Mei 2023.
Baca SelengkapnyaMakanya, KKP merancang kebijakan untuk menjaga biota kelautan Indonesia dan menjaga populasi ikan.
Baca Selengkapnya