Keluarga korban Tragedi 1965 mengadu pada Tuhan
Merdeka.com - "Ya Tuhan kami Yang Maha Benar. Kami membutuhkan pengungkapan kebenaran."
Penggalan kalimat ini adalah bagian surat Pengaduan kepada Sang Khalik (Tuhan Yang Maha Esa) yang dibuat Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumut dan dibagikan saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Senin (14/5). Saat itu, belasan anggota IKOHI menuntut pengungkapan Tragedi 1965 secara transparan.
"Surat ini dibuat karena kami tidak tahu lagi kepada siapa kami mengadu. Yang terjadi pada 1965 adalah pelanggaran HAM berat. Ini harus diungkap secara transparan, setelah diungkap baru minta maaf," kata Suwardi, Ketua IKOHI Sumut, kepada merdeka.com di sela-sela demo.
Dalam unjuk rasa ini, anggota keluarga yang mengalami langsung penderitaan pasca-1965 membeberkan sejumlah cerita. Wina (52), salah satunya. Kata dia, ayahnya HM Arifin Sitompul hilang dari tahanan di Pematang Siantar pada 28 April 1966.
Wina bercerita, kakaknya yang ingin mengantar makanan tidak mendapati ayahnya yang dituduh sebagai anggota PKI di tahanan. Si kakak hanya mendapat titipan sajadah dan kacamata.
Bukan cuma itu, ibunya S boru Pane juga ditahan selama 13 tahun. "Saya tidak ditahan, tapi saya sejak usia 5 tahun tinggal di tahanan di Kodam jika tidak ada yang menampung, karena ibu saya ditahan di sana dengan tuduhan sebagai Gerwani," cerita perempuan berjilbab ini sambil memegang poster.
Wina dan keluarga korban Tragedi 1965 mengeluhkan diskriminasi yang dirasakan setelah kejadian itu. Penderitaan yang mereka rasakan di lingkungan dan birokrasi bahkan masih terasa hingga sekarang.
"Kami berharap sejarah 1965/1966 diungkap sebenar-benarnya dan dipublikasikan secara luas. Saya juga warga negara Indonesia, kami bukan cuma anak korban, tapi kami korban," ucap Wina.
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pembunuhan terhadap Iwan Sutrisman Telaumbanua (21) memberi luka mendalam kepada keluarga korban.
Baca SelengkapnyaKorban HR merupakan pedagang ponsel keliling. Dia tinggal bersama tiga korban lain, yakni ibunya dan dua anaknya sejak bercerai dengan istrinya dua tahun lalu.
Baca SelengkapnyaM, pelaku dan ibu korban merupakan pasangan baru. Mereka baru menjalin biduk rumah tangga sekira 5 bulan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pada awal kejadian (31/1), tersangka sempat mengaburkan penyebab kematian korban dengan mengaku tidak tahu terkait penyebab meninggalnya sang anak.
Baca SelengkapnyaTak tahan dengan perlakuan suaminya, korban melayangkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Prabumulih.
Baca SelengkapnyaKorban sempat cekcok dengan istrinya hingga sang istri meninggalkannya.
Baca SelengkapnyaMelihat kondisi korban, diyakini keempatnya sudah tewas lebih dari tiga hari.
Baca SelengkapnyaNida bersama suaminya kemudian membuat laporan Polisi.
Baca SelengkapnyaPihak keluarga memutuskan untuk tidak melakukan otopsi terhadap jasad korban.
Baca Selengkapnya