Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Gugatan ke MK jadi jurus baru Setya Novanto coba lepas dari jerat kasus e-KTP

Gugatan ke MK jadi jurus baru Setya Novanto coba lepas dari jerat kasus e-KTP Setya Novanto. ©2017 Merdeka.com/Istimewa

Merdeka.com - Tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto telah tiga kali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam tiga panggilan KPK itu, Ketua Umum Partai Golkar itu dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Sultion Anang Sugiana Sudiharjo (ASS) dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Dalam surat yang dikirimkannya kepada KPK, Setnov berdalih pemanggilan dirinya sebagai Ketua DPR harus atas seizin Presiden. Karenanya, Setnov tak akan hadir jika KPK belum mendapatkan izin dari Presiden.

Hari ini, KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Setnov. Namun, kali ini Ketua DPR itu bakal diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Belum diketahui apakah Setnov akan menghadiri panggilan KPK hari ini. Namun, berdasarkan keterangan kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Setnov tidak akan memenuhi panggilan KPK sampai ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review yang baru saja dilaporkan terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak‎ Pidana Korupsi (UU KPK).

Seperti diketahui, Setnov melalui kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Senin (13/11) kemarin, mengajukan gugatan ke MK terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak‎ Pidana Korupsi (UU KPK) pasal 12 dan 46 ayat 1 dan ayat 2.

Pasal 12 ayat (1) huruf b dalam UU KPK tersebut berbunyi "Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri".

Sementara, pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak‎ Pidana Korupsi terkait penyidikan. Ayat 1 dalam pasal tersebut berbunyi "Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini".

Sedangkan ayat 2 dalam pasal tersebut berbunyi, "Pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka".

Fredrich Yunadi mengatakan salah satu alasan judicial review ke MK untuk menghindari kesalahpahaman atas wewenang KPK terhadap Setnov yang merupakan Ketua DPR.

"Daripada kita ribut lalu debat kusir, lebih baik saya uji di MK biar MK akan memberikan pertimbangan atau putusan sekiranya apa yang sebenarnya jadi acuan penegak hukum baik," kata Fredrich Fredrich di Gedung MK, Senin (13/11) lalu.

Fredrich merujuk kepada UUD 1945 pasal 20 a ayat 3 mengenai hak imunitas terhadap anggota DPR. Pasal 20 a ayat 3 pada UUD 1945 tersebut berbunyi "Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas".

Dari pasal tersebut, dia menyebut tidak ada alasan KPK memanggil Setnov. Sebab, yang bersangkutan tengah menjalani tugas legislatif.

"Kami juga sekarang mengatakan bahwa klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap apakah beliau bisa ditabrak atau dikesampingkan dari UUD hak imunitas daripada Pak Setya Novanto," katanya.

Namun, dua pakar hukum tata negara yakni Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun memiliki pandangan berbeda dengan kubu Setnov.

Yusril Ihza Mahendra menilai, Pasal 46 UU KPK dengan jelas mengesampingkan hak imunitas anggota DPR dari proses hukum. Yusril juga menyatakan penyidikan terhadap Setnov harus terus berjalan tak terpengaruh dengan gugatan yang diajukan. Menurut Yusril, Pasal 46 dalam UU KPK menegaskan Setnov bisa ditarik untuk pemeriksaan.

"Ada prosedur khusus untuk kepentingan penyidikan itu untuk ketentuan menunggu itu dikesampingkan. Sejauh menyangkut korupsi bisa lakukan penyidikan," ujar Yusril ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (14/11) kemarin.

Yusril melihat gugatan yang diajukan pihak Setya Novanto itu proses yang menarik. Sebab, gugatan yang diajukan pihak Setya Novanto sama dengan ketika KPK menolak menghadiri Pansus DPR ketika kewenangan hak angket tengah diuji di MK.

"Biar saja MK nanti kasih seperti apa keputusannya," katanya.

Sementara, Refly Harun mengatakan KPK bisa saja memanggil paksa Setnov untuk diperiksa memiliki hak imunitas. Bahkan, menurutnya, KPK diperbolehkan menahan Setnov jika tidak kooperatif, menghilangkan alat bukti dan berupaya menghalangi proses penyidikan.

"Jangankan pemanggilan paksa, menahan pun tidak ada persoalan," ujar Refly di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Refly menjelaskan, hak imunitas anggota DPR memiliki pengecualian. Hak imunitas itu, kata Refly, tidak berlaku jika anggota DPR membuka perkara yang dinyatakan tertutup ke publik dan terlibat tindak pidana khusus seperti korupsi.

"Tapi sekali lagi, hak imunitas tidak pernah berlaku untuk kasus korupsi. Itu perlu dicatat. Hak imunitas tidak pernah berlaku untuk kasus korupsi apalagi kasus korupsi yang disidik oleh KPK," katanya.

Oleh karena itu, Refly meminta Setnov untuk memberikan contoh baik dengan hadir dalam pemeriksaan KPK. Setnov disarankan tidak berlindung di izin presiden atau hak imunitas.

Soal Setnov melalui tim kuasa hukumnya menyatakan bakal terus mangkir dari panggilan KPK sampai MK mengeluarkan putusan atas gugatan uji materi UU KPK, Refly menegaskan berdasarkan prosedur di MK, KPK tetap bisa menyidik Setnov meski uji materi UU KPK masih diuji dan belum keluar putusan.

"Kalau misalnya pihak Setya Novanto dalam hal ini membangkang. Maka KPK bisa melakukan upaya paksa. Termasuk menahan. Sampai ada putusan MK yang menyatakan pasal itu tidak berlaku," katanya.

Gugatan Setnov ke MK atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak‎ Pidana Korupsi (UU KPK) pasal 12 dan 46 ayat 1 dan ayat 2 ini menjadi 'jurus' baru Setnov dalam melawan KPK. Sebelumnya, Setnov melakukan perlawanan ke KPK melalui jalur praperadilan.

Seperti diketahui, status tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi proyek e-KTP yang dikeluarkan KPK terhadap Setnov saat ini merupakan kali kedua. Pada penetapan tersangka untuk pertama kalinya, Setnov melakukan upaya hukum dengan menempuh jalur praperadilan.

Hampir dua minggu berjalan, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan mengabulkan sebagian permohonan Setnov dalam praperadilan. Dalam putusan tersebut, Hakim Cepi menyatakan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Setnov tidak sah secara hukum. Setnov pun bebas dari status tersangka.

"Hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Setya Novanto yang dikeluarkan terhadap termohon tidak sah," kata Hakim Cepi, Jumat (29/9).

Namun KPK tak mau menyerah. Yakin memiliki bukti kuat, KPK pada Jumat (10/11) lalu kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka di kasus e-KTP untuk kali kedua.

(mdk/dan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
KPK Tetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif Pegawai
KPK Tetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Jadi Tersangka Korupsi Pemotongan Insentif Pegawai

AS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.

Baca Selengkapnya
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK

Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.

Baca Selengkapnya
Mantan Wamenkum HAM Eddy Hiariej Vs KPK: Kuasa Hukum Desak Cabut Status Tersangka & Kembalikan Aset!
Mantan Wamenkum HAM Eddy Hiariej Vs KPK: Kuasa Hukum Desak Cabut Status Tersangka & Kembalikan Aset!

Eddy Cs menggugat KPK terkait penetapan status tersangka kasus dugaan gratifikasi dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
KPK Tegaskan Pernyataan Alexander Marwata Tak Bisa Dijadikan Alasan Gugurkan Penetapan Tersangka Eks Wamenkum HAM
KPK Tegaskan Pernyataan Alexander Marwata Tak Bisa Dijadikan Alasan Gugurkan Penetapan Tersangka Eks Wamenkum HAM

Kubu mantan Wamenkum HAM Eddy Hiariej menuding Alexander Marwata menggiring opini dan menyebarkan hoaks terkait penetapan tersangka kasus suap dan gratifikasi.

Baca Selengkapnya
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Jadi Tersangka TPPU
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Jadi Tersangka TPPU

Hanya saja Ali enggan untuk membeberkan sejumlah aset yang telah disita tersebut.

Baca Selengkapnya
LKPP Bertekad Sejahterakan UMKK Jateng Lewat e-Katalog
LKPP Bertekad Sejahterakan UMKK Jateng Lewat e-Katalog

Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyebut alokasi anggaran pada rencana umum pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mencapai Rp1.200 triliun.

Baca Selengkapnya
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik

DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.

Baca Selengkapnya
Jurus Jitu KPK Cegah Politik Uang di Pemilu 2024, Gaungkan 'Hajar Serangan Fajar'
Jurus Jitu KPK Cegah Politik Uang di Pemilu 2024, Gaungkan 'Hajar Serangan Fajar'

KPK turut bekerja sama dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menjalankan aplikasi JAGA Pemilu.

Baca Selengkapnya
Pejabat KKP Dituduh Terima Suap dari Perusahaan Jerman, Begini Respons Menteri Trenggono
Pejabat KKP Dituduh Terima Suap dari Perusahaan Jerman, Begini Respons Menteri Trenggono

Perusahaan asal Jerman dikabarkan menyuap pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2018.

Baca Selengkapnya