Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

DPR Minta Pemerintah Perbaiki Karantina WNI dari Luar Negeri

DPR Minta Pemerintah Perbaiki Karantina WNI dari Luar Negeri Rumah sakit karantina pasein corona di Aceh. ©2020 AFP PHOTO/CHAIDEER MAHYUDDIN

Merdeka.com - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah memperbaiki teknis karantina bagi WNI yang datang dari luar negeri. Karena ditemukan fakta di lapangan tidak tepatnya pemberian fasilitas karantina dan tes usap PCR gratis bagi WNI yang tiba di Bandara Soekarno Hatta.

Mufida mengatakan, fasilitas karantina dan tes usap gratis diberikan kepada yang layak menerima sesuai aturan. Kenyataannya berbeda di lapangan.

"Sudah ada dalam Keputusan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 No 6 Tahun 2001 siapa saja yang berhak mendapatkan fasilitas karantina gratis yakni Pekerja Migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa atau WNI yang secara ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan Surat Pernyataan Tidak Mampu (SPTM)," kata Mufida dalam keterangannya, Senin (25/1).

Mufida menuturkan, temuan di Bandara Soekarno Hatta, banyak WNI langsung diberikan formulir SPTM. Hal itu menunjukkan ada tidak tepatnya sasaran penggunaan dana karantina mandiri dan ketidakadilan.

"Temuan ini menunjukkan ada fakta tidak tepatnya sasaran penggunaan dana untuk karantina mandiri dan telah terjadi ketidakadilan implementasi kebijakan. Jika semua penumpang dibawa dan diberikan formulir SPTM berarti semua WNI yang pulang ke Indonesia dianggap tidak mampu dan diberikan subsidi biaya karantina mandiri. Ini harus dievaluasi dan diperbaiki segera," kata Mufida.

Padahal seharusnya, menurut Mufida, pelaku perjalanan bisa dicek dari data visa apakah orang tersebut pelajar, PMI atau masyarakat mandiri atau penerima subsidi. "Sehingga tidak salah implementasi kebijakan di saat tiba di bandara," imbuhnya.

Selain itu, Mufida menyebut, temuan lain di lapangan adanya keanehan PCR yang harus dilakukan dua kali pada penumpang yang menjalani karantina. Saat sebelum terbang ke Indonesia, penumpang WNI sudah melakukan tes PCR sebagai syarat naik pesawat. Setiba di bandara, harus tes PCR lagi di lokasi karantina. Selang tiga hari, sebelum pulang ke rumah, harus PCR lagi.

"Bagaimana mungkin seseorang, harus menjalani tiga kali PCR dalam hitungan sepekan, sangat tidak logis dan menurut saya berpotensi iritasi pada hidung. Belum lagi aspek psikologi dan biaya yang harus ditanggung oleh APBN maupun pribadi penumpang. Ini sangat aneh. Harus diperbaiki kebijakan ini," tuturnya.

Mufida juga meminta agar koordinasi antar instansi benar-benar diperbaiki. Ia sudah mengingatkan pada berbagai kesempatan tentang terlalu banyaknya stakeholder dan kuatnya ego sektoral dalam mitigasi pandemi Covid-19.

"Ini sudah disampaikan berkali-kali. Persoalan birokrasi kita adalah tidak efisien dalam manajemen kerja dan penggunaan anggaran sehingga sering terjadi saling lempar tanggung jawab. Antara regulator dan pelaksana regulasi kurang memahami situasi di lapangan. Sosialisasi kebijakan ke masyarakat sangat minim dan tidak jelas substansinya. Implementasi Kebijakan di lapangan sering tidak sesuai dan terjadi pembiaran situasi tersebut. Ini catatan yang harus segera diperbaiki," ungkap Mufida.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Gratis! Cara Mudah Ganti e-KTP Rusak atau Hilang, Sehari Jadi
Gratis! Cara Mudah Ganti e-KTP Rusak atau Hilang, Sehari Jadi

Pemerintah telah menyediakan layanan mengganti KTP rusak gratis.

Baca Selengkapnya
Terima Kasih Petani Jatim Sambut Tambahan Pupuk Subsidi Rp28 Triliun
Terima Kasih Petani Jatim Sambut Tambahan Pupuk Subsidi Rp28 Triliun

Selain pupuk pemerintah juga menyiapkan benih gratis bagi petani yang mau mempercepat tanam.

Baca Selengkapnya
Muncul Wacana Dana BOS Digunakan untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran, Kemenkeu Respons Begini
Muncul Wacana Dana BOS Digunakan untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran, Kemenkeu Respons Begini

Pemerintah akan melakukan kajian lebih lanjut terkait penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Rp15.000 per anak.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
TNI Jelaskan Pembangunan Lahan Gudang Amunisi Kodam Jaya, Dimulai Tahun 1980 Sebelum Ada Perumahan Warga
TNI Jelaskan Pembangunan Lahan Gudang Amunisi Kodam Jaya, Dimulai Tahun 1980 Sebelum Ada Perumahan Warga

TNI bakal mengevaluasi salah satunya dengan merelokasi laham Gudmurad setelah insiden tersebut.Ada Perumahan Warga

Baca Selengkapnya
Momen Keseruan Puan Maharani Kunjungi Sentra Kerajinan Tembaga di Lereng Merapi, Siap Beri Dukungan pada Usaha Warga
Momen Keseruan Puan Maharani Kunjungi Sentra Kerajinan Tembaga di Lereng Merapi, Siap Beri Dukungan pada Usaha Warga

Para perajin tembaga dan warga sekitar sangat antusias menyambut kedatangan Ketua DPR RI itu.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Izinkan ASN WFH pada 16-17 April, Begini Aturan Lengkapnya
Pemerintah Izinkan ASN WFH pada 16-17 April, Begini Aturan Lengkapnya

Pengaturan WFH dan WFO diterapkan secara ketat dengan tetap mengutamakan kinerja organisasi dan kualitas pelayanan publik.

Baca Selengkapnya
Jokowi Puji Program Ganjar Bangun SMKN Gratis: Mendikbud Datang ke Sini, Perluas ke Provinsi Lain
Jokowi Puji Program Ganjar Bangun SMKN Gratis: Mendikbud Datang ke Sini, Perluas ke Provinsi Lain

Jokowi mengatakan kehadiran SMKN Jateng ini mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Lezatnya Ketupat Colet, Hidangan Khas Melayu yang Wajib Disajikan Saat Lebaran di Kalimantan
Lezatnya Ketupat Colet, Hidangan Khas Melayu yang Wajib Disajikan Saat Lebaran di Kalimantan

Lebaran menjadi momen hadirnya hidangan-hidangan khas daerah yang mungkin jarang ditemukan serta menambah suasana Idul Fitri semakin terasa.

Baca Selengkapnya
Kementerian PPPA Siapkan Ruang Laktasi dan Tempat Bermain Anak di Rest Area
Kementerian PPPA Siapkan Ruang Laktasi dan Tempat Bermain Anak di Rest Area

Bintang menyebut, perempuan dan anak-anak selama ini kerap menjadi korban kekerasan sehingga tergolong kelompok rentan.

Baca Selengkapnya