Baca Pleidoi, Pihak Ratna Sarumpaet Nilai Kebohongannya Tak Memakan Korban
Merdeka.com - Ratna Sarumpaet kembali menjalani persidangan atas kasus penyampaian berita bohong atau hoaks di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6).
Pengacara Ratna Sarumpaet, Desmihardi membacakan pleidoi atas tuntutan jaksa. Dalam pleidoi, Demihardi menyebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) keliru mensangkakan terdakwa dengan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tidak tepat lagi karena sudah lahir Undang-Undang Penyiaran dan Undang-Undang Pers," kata Desmihardi saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6).
Selain itu, pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana merupakan delik materil. Sehingga, Jaksa wajib membuktikan keonaran di kalangan masyarakat.
JPU dianggap hanya membuktikan keonaran hanya dengan adanya demostrasi, konferensi pers dan cuitan pro dan kontra di media sosial.
"Bahwa keliru karena yang disebutkan tadi tidak menimbulkan korban," ujar dia.
Desmihardi juga menyoroti saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU. Saksi yang dimaksud adalah penyidik Polri. "Obyektivitas saksi diragukan," ujar dia
Juga Ahli sosiologi yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi sebagai ahli.
"Dia tidak pernah menempuh pendidikan sosiologi. Maka pendapat yang disampaikan tidak memenuhi pendapat ahli. Pengacara menolak pendapat ahli dan patut di kesampingkan," ujar dia.
Sebelumnya, Jaksa menuntut terdakwa Ratna Sarumpaet dengan hukuman 6 tahun penjara.
Kasus Dianggap Politis
Desmihardi juga menyinggung kasus kliennya bernuansa politis. Dia mengatakan, terdakwa pernah menjabat sebagai juru bicara salah satu paslon. Terdakwa juga sangat kritis terhadap pemerintah.
Selain itu, perkara yang melibatkan terdakwa melibatkan tokoh-tokoh penting di negara ini, tidak heran apabila perkara ini dijadikan komoditas politik untuk menghantam lawan politik.
Bahkan perkara ini dibahas dalam berbagai acara debat termasuk debat capres cawapres yang diselenggarakan KPU.
Reporter: Ady Anugrahadi
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ancaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)
Baca Selengkapnya446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.
Baca SelengkapnyaKasad meminta jika ada prajurit yang tidak netral untuk segera melaporkan ke institusi TNI.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dugaan prajurit TNI menyerang Polres Jayawijaya itu ditangani Kodam XVII/Cenderawasih.
Baca Selengkapnya14 Prajurit TNI diperiksa Pomdam Jaya itu berasal dari pelbagai kesatuan.
Baca SelengkapnyaRullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.
Baca SelengkapnyaSetelah ditetapkan tersangka, Bripka ED, polisi pengemudi Alphard yang ancam warga ditahan di sel khusus.
Baca SelengkapnyaPemilu di Indonesia diatur dalam undang-undang yang jelas.
Baca SelengkapnyaKasus penembakan ini mulai menemui titik terang.. Diduga, pelaku penembakan satu orang.
Baca Selengkapnya