Selama Pandemi, Perbankan Lebih Banyak Beli SBN Dibanding Salurkan Kredit
Merdeka.com - Realisasi pertumbuhan kredit perbankan nasional sepanjang tahun 2021 masih rendah, yakni 5,2 persen. Angka ini masih belum kembali ke masa sebelum pandemi yang bisa tumbuh hingga 8 persen tahun. Meski begitu kinerja perbankan masih banyak yang mencetak laba di masa pandemi Covid-19.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap mengungkapkan, selama pandemi penyaluran kredit perbankan memang tertahan. Namun, likuiditas perbankan justru diinvestasikan ke pasar surat berharga negara (SBN) yang menawarkan yield tinggi dalam 2 tahun terakhir.
"Ada lonjakan penempatan dana bank ke SBN untuk menghasilkan bunga," kata Abdul dalam konferensi pers INDEF, Jakarta, Selasa (8/2).
Berdasarkan data, dana bank umum yang ditempatkan di SBN mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2019-2021 ada lonjakan Rp 1000 triliun dana bank umum di SBN. Sampai tahun 2021 tercatat ada Rp 1.592 triliun dana perbankan di SBN atau meningkat 15,67 persen (yoy).
Dalam tiga tahun berturut-turut, pendapatan bank umum dari SBN pun terus mengalami peningkatan. Tahun 2019 perbankan mendapatkan keuntungan Rp 64,3 triliun. Kemudian pendapatan tersebut naik di tahun 2020 menjadi Rp 75,6 triliun. Sedangkan tahun 2021, sampai bulan Oktober, pendapatan bank umum dari SBN telah mencapai Rp 71,5 triliun.
Dari sisi pangsa, kepemilikan SBN bank umum juga mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2019 kepemilikannya hanay 21,12 persen. Lalu naik drastis menjadi 35,54 persen di tahun 2020 dan mengalami sedikit penurunan di tahun 2021 menjadi 34,01 persen.
Abdul menilai selama pandemi perbankan sangat berhati-hati menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor riil. Mengingat dunia usaha masih sangat beresiko selama pandemi ini. Sebagai gantinya, agar tetap mendapatkan keuntungan bank mengalihkan likuiditasnya dengan membeli SBN dengan yield yang fix.
"Bank sangat menikmati hasil dari SBN tersebut," kata dia.
Akibatnya, realisasi kredit perbankan ke sektor rill jalan ditempat. Sehingga membuat sektor riil belum bisa bergerak banyak untuk menuju fase pemulihan. Selain itu bank juga memiliki persaingan yang ketat dengan perusahaan pembiayaan yang lebih mudah dalam memberikan pembiayaan.
"Kalau ini dibiarkan, kredit ke sektor riil akan macet," kata dia.
Untuk itu dia meminta agar pemerintah bisa memberikan kebijakan pembatasan perbankan membeli SBN. Sehingga likuiditas perbankan bisa dicairkan dalam bentuk kredit ke sektor riil agar proses pemulihan ekonomi nasional bisa lebih cepat.
"Pemerintah harus memberikan batas maksimal pembelian SBN oleh bank sehingga dananya bisa disalurkan ke sektor riil," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja penjualan dan investasi korporasi yang diperkirakan terus meningkat.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kredit atau pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi.
Baca SelengkapnyaIndustri perbankan melanjutkan tren pertumbuhan yang positif, dengan kredit tetap tumbuh double digit di bulan Februari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Di sisi lain likuiditas industri perbankan pada bulan November 2023 dalam level yang memadai.
Baca Selengkapnyapertumbuhan kredit dan pembiayaan UMKM didorong oleh pertumbuhan kredit dan pembiayaan segmen mikro sebesar 39,77 persen.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan kredit Bank Mandiri tersebut mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang solid
Baca SelengkapnyaRealisasi penyaluran kredit dan pembiayaan BTN sepanjang tahu 2023 mencapai Rp333,69 triliun.
Baca SelengkapnyaPenyaluran kredit awal tahun ini meningkat 338 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia yang memutuskan menaikkan suku bunga acuan di level 6,25 persen pada bulan April 2024.
Baca Selengkapnya