Totalitas Wa Kabul Demi Lestarikan Sandiwara Sunda, Rela Jual Rumah agar Pentas Tetap Jalan
Ingin grup sandiwara yang ia pimpin tetap jalan, Wa Kabul sampai harus menjual rumahnya.
Ingin grup sandiwara yang ia pimpin tetap jalan, Wa Kabul sampai harus menjual rumahnya.
Sudah mengenal Sandiwara Sunda? Jika belum ada baiknya mengenal kesenian ini sebagai salah satu warisan budaya khas tanah Priangan.
Pelaksanaan sandiwara Sunda biasanya dipentaskan di panggung-panggung, dengan latar tempat sesuai kisah yang dibawakan.
Beberapa pemain akan membawakan perannya, dengan tema zaman kerajaan maupun kehidupan sosial pra kolonial.
Agar pertunjukan semakin meriah, terdapat iringan musik tradisional Sunda seperti kendang, terompet, saron dan gong. Daya tarik sandiwara Sunda ada pada tema yang beragam, mulai dari sedih, marah sampai bahagia.
Di balik eksistensi sandiwara Sunda, terdapat salah satu tokoh yang berpengaruh yakni Kabul E. Samsudin atau Wa Kabul yang sangat total dalam memperjuangkannya. Saking tak ingin kesenian ini berhenti, Wa Kabul turut rela menjual rumahnya demi pementasan tetap berjalan. Berikut selengkapnya.
Teater Sunda menjadi kesenian rakyat di Jawa Barat sejak 1940-an, pementasannya selalu ditunggu oleh masyarakat setempat terutama di wilayah Bandung.
Wa Kabul mulai terjun di dunia sandiwara Sunda ketika usianya masuk 12 tahun, pada 1960 dan mulai mendalami banyak peran.
“Teater Sunda itu mulai tumbuh tahun 1940-an, tetapi masa keemasannya pada 1960-an. Nah saya mulai masuk ke sandiwara grup Sinar Muda di masa itu, saat masih 12 tahun,” kata Wa Kabul, mengutip Instagram Napak Jagat Pasundan, Kamis (11/1).
Saat itu, Wa Kabul masih berusia bocah dan masih harus banyak belajar untuk mendalami peran di setiap pementasan.
Bahkan tak jarang ia hanya mengamati pemain dari bawah, atau atas panggung sebelum terlibat secara penuh.
“Karena waktu itu masih kecil, saya lebih banyak diam di bawah atau di atas panggung, di area gamelan,” terangnya lagi.
Menjelang akhir 1960-an, ia mendalami kesenian lainnya hingga awal 1970-an. Menjamurnya klub malam juga membuat Wa Kabul mencoba bergabung di sebuah grup band Bandung.
Namun perpindahannya ini tidak berlangsung lama lantaran klub malam tempat ia manggung secara tetap tutup akibat kalah dengan kemunculan diskotik. Wa Kabul pun kembali ke pentas kesenian yang ia dalami sebelumnya.
Tak sampai di situ, dia juga sempat tergabung ke dalam seni longser atau teater rakyat yang ia ketuai di TVRI bernama Jati Nugraha, hingga terus bertahan.
Merujuk laman Padepokan Seni Ringkang Gumiwang, pada awal 1980-an, Wa Kabul terus menaikkan pamor sandiwara Sunda di padepokan tersebut. Tak lama padepokan berganti nama menjadi Ringkang Gumiwang yang masih ada hingga sekarang.
Wa Kabul terus mencari peminat-peminat baru dengan cara berinovasi dan mengikuti tren yang sedang terjadi kala itu.
Salah satu inovasi yang signifikan adalah di tema, tata cahaya termasuk ornamen panggung yang disukai penonton, termasuk dengan memilih pemain yang berparas menarik.
Idealisme Wa Kabul dalam seni sandiwara Sunda perlu diacungi jempol. Pasalnya ia selalu berusaha agar tetap konsisten dalam menampilkan pertunjukan terbaik, bahkan mengorbankan dirinya.
Pada 2010 silam, Wa Kabul bahkan harus menjual rumahnya agar padepokan sandiwara yang ia pimpin bisa tetap pentas. Ini karena sudah 7 tahun terakhir padepokannya tak pernah pentas, sehingga harus diangkat kembali.
Selama memperjuangkan padepokan sandiwara Sundanya, ia harus tinggal di kontrakan sederhana hingga saat ini kondisinya kembali membaik. Wa Kabul pun kini menjadi pegiat sandiwara Sunda yang terus konsisten.
Ini dia salah satu sudut rumah Muzdalifah yang terkenal sebagai sosok yang kaya raya.
Baca SelengkapnyaAnang Hermansyah menghabiskan masa kecilnya di Jember. Di kota kelahirannya itu, ia menetap di sebuah rumah sederhana dalam gang
Baca SelengkapnyaBermula dari memajang kue di status, ibu rumah tangga ini raup cuan hingga puluhan juta rupiah.
Baca SelengkapnyaInvestor ternama ini masih tinggal di rumah tua yang dibeli pada tahun 1958.
Baca SelengkapnyaArie Untung dan Fenita memiliki sebuah rumah yang begitu megah dan mewah di tengah Jakarta.
Baca SelengkapnyaRumah mewah Alshad Ahmad dijual seharga Rp300 miliar. Luas dan mewah bak istana Eropa, ini penampakannya!
Baca SelengkapnyaTidak satu pun dari 16 properti yang dijual mendapat perhatian publik.
Baca SelengkapnyaDemi menyambung hidup, wanita ini rela banting tulang menjadi sopir truk.
Baca SelengkapnyaDede Sunandar tengah menjadi sorotan lantaran pengakuannya mengenai biaya nyaleg yang fantastis.
Baca Selengkapnya