Menelisik potensi dan karakter pasar ASEAN dan Indonesia di Asia
Merdeka.com - Banyak buku tentang konsumen, marketing, dan industri fast moving consumer goods (FMCG) ditulis. Baik dalam konteks pasar nasional, regional, maupun global. Tapi, buku "Going East" yang ditulis Dr Rudolf Tjandra sangatlah berbeda.
Buku yang terdiri dari 13 bab ini kaya perspektif, data, dan analisis. Ini karena latar belakang penulis yang lengkap. Baik sebagai profesional; Direktur dan Chief Marketing Officer PT Softex Indonesia, maupun akademisi dengan gelar doctorate in business administration (DBA) dari University of Liverpool Management, Inggris.
Sesuai judulnya, "Going East" mengupas soal potensi pasar Asia dan bagaimana korporasi bisa sukses di pasar ini, setelah stagnasi pasar Amerika Serikat dan Eropa Barat. Perkembangan ekonomi di Asia membuat korporasi di China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan melejit menjadi korporasi global.
Di sisi lain, korporasi multinasional juga memanfaatkan potensi bisnis pasar Asia. Tak heran bila korporasi mutinasional ekspansi ke kawasan ini dengan memperluas kantor regionalnya, seperti Unilever, Nestle, dan L’Oreal. Pada satu bab, dipaparkan faktor-faktor pendukung ekonomi Asia berkembang. Antara lain, iklim politik nan kondusif sektor industri dan perdagangan, sumber daya alam melimpah, pasokan tenaga kerja, mulai dari kelas pekerja hingga pekerja terampil dengan biaya relatif rendah.
Tapi, dalam satu bagian, Rudolf menulis, korporasi harus pergi ke pasar Asia Tenggara (ASEAN), yang lebih prospektif ketimbang China dan India, yang dinilainya overexposure (halaman 73). Maka itu, dia menulis pasar ASEAN dalam satu bab tersendiri (3), dengan judul cukup provokatif; "Forget India, Go ASEAN".
Menariknya, di bab itu, penulis memaparkan potensi bisnis dan ekonomi pasar ASEAN. Salah satunya keuntungan demografi di kawasan ini. Secara populasi, kawasan ASEAN mencapai 617 juta jiwa, atau setara 8,8 persen populasi dunia. Ada 500 juta jiwa kelas menengah pada 2030, prediksi Bank Pembangunan Asia (ADB). Ini sekitar 65 persen dari populasi ASEAN.
Dipetakan pula pasar ASEAN, yang sangat berharga bagi korporasi yang ingin ekspansi ke kawasan ini. Pertama, pasar ASEAN mempunyai karakter first time buying customer, yang didorong pertumbuhan kelas menengahnya.
Kedua, jangan meremehkan opini keluarga dan komunitas. Sebab di kawasan ini, keluarga memiliki pengaruh besar, terutama terhadap keputusan membeli. Seperti di Indonesia, negara terbesar di ASEAN, data Boston Consulting Group 2013 menyebutkan, 63 persen orang Indonesia lebih mendahulukan kebutuhan keluarga ketimbang kebutuhan sendiri atau pribadi. Persentase ini lebih tinggi dari China yang 46 persen (hlm 69-70).
Ketiga, karakter konsumen ASEAN menyukai harga yang terjangkau, bukan murah. Maksudnya, konsumen kawasan ini mengonsumsi untuk mendapat legitimasi atau untuk memenuhi status dalam kelompoknya.
"Meski pasar ASEAN tampak sama, sejatinya tidak homogen. Pasar ini juga berbeda dari sisi sosial, lingusitik, dan agama. Misalnya, Indonesia 90 persen beragama Islam. Filipina mayoritas Kristen Katolik, serta Thailand dan Myanmar mayoritas agama Budha," tulis Dr Rudolf Tjandra.
Membicarakan ASEAN tanpa Indonesia adalah tidak mungkin. Sebab, jelas, ekonomi Indonesia yang terbesar di kawasan ini. Memiliki populasi 260 juta jiwa, GDP US$ 887 miliar di 2014, dan member G-20 adalah 'kebesaran' Indonesia dibandingkan negara ASEAN lain. Modal besar ini, diprediksi akan membawa Indonesia akan menjadi macan ekonomi dunia.
Pada 2030, contohnya, Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi nomor tujuh terbesar di dunia (saat ini no 16). Kemudian ada 90 juta konsumer di 2030 yang akan meningkat konsumsi domestik hingga US$ 1 triliun. Peningkatan belanja ini berasal dari jasa keuangan, leisure, travel, dan pakaian. "Konsumsi domestik Indonesia juga meningkat menjadi 65 persen di 2030."
Satu hal menarik yang juga diungkap di buku ini adalah karakteristik konsumen Indonesia yang bisa menjadi data menarik korporasi. Seperti teknologi savvy, mobile first users, dan tinggal di perkotaan (urban). Bahkan Indonesia menjadi aktor utama penetrasi teknologi di kawasan ASEAN. Fakta-fakta berikut ini adalah pendorongnya; jumlah pengguna telepon seluler mencapai 173 juta pada tahun ini, 98 persen orang Indonesia memiliki satu akun media sosial, dan Indonesia termasuk negara terbesar pengguna Facebook di dunia dengan 70 juta pengguna.
Sebagai penutup, secara visual buku ini betul-betul menarik. Ada data-data yang ditampilkan lewat grafis. Dan setiap awal bab, ada komentar dari kawan-kawan penulis. Sehingga terasa menyenangkan. Selamat membaca!
DATA BUKU
Judul : Going East, A Hands-on Expert Explains How to Effectively Build Your Business in East Asia
Penulis : Dr Rudolf Tjandra
Penerbit : Afterhours Books, Cetakan I 2016
Tebal : 215 halaman
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Lee, Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN.
Baca SelengkapnyaPada 2023, Singapura menjadi sumber investasi terbesar bagi Indonesia, diikuti China, Hong Kong, Jepang, Malaysia, dan Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
AFTA menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan integrasi ekonomi di ASEAN dan menciptakan pasar yang lebih efisien di wilayah tersebut.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil survei Chainalysis, Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara yang memiliki pertumbuhan kripto terbesar di dunia.
Baca SelengkapnyaTerdapat empat aspek yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia ke depan.
Baca SelengkapnyaJokowi bakal menggelontorkan anggaran agar populasi produktif S2 dan S3 di Indonesia bisa meningkat drastis.
Baca SelengkapnyaAdapun perhitungan ini didapatnya setelah berkaca dari China, yang butuh waktu 40 tahun untuk jadi negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia.
Baca Selengkapnya