Hati-Hati Dampak Rencana Kenaikan Harga Pertalite
Merdeka.com - Pemerintah belum lama ini menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax. Harga Pertamax kini dibanderol antara Rp12.500 hingga Rp13.000 per liter. Kenaikan kenaikan harga Pertamax sekitar Rp3.500 - Rp4.000 per liter itu menyesuaikan dengan lonjakan harga minyak mentah dunia yang kini berada di atas USD 100 barel.
Dari hitungan Kementerian ESDM, harga keekonomian Pertamax bisa mencapai Rp16.000 per liter. Jika harga Pertamax tidak naik, maka Pertamina akan menanggung selisih harga tersebut. Mengingat, Pertamax tidak masuk dalam jenis BBM subsidi.
Untuk terus menjaga daya beli masyarakat, Pertamina dan pemerintah tidak menaikkan atau menahan harga BBM jenis Pertalite di Rp7.650 per liter. Harga Pertalte ini juga tercatat masih jauh dari keekonomian karena perhitungannya menggunakan harga minyak mentah USD 63 per barel. Sedangkan harga minyak mentah dunia telah menembus level USD 100 per barel.
Hingga Januari 2022, porsi konsumsi Pertalite sekitar 52 persen dari total konsumsi BBM nasional. Sedangkan porsi BBM lainnya (Pertamax Series dan Dex Series) sekitar 13 persen yang merupakan BBM yang tidak disubsidi dan tidak dikompensasi.
Saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan bahan bakar oktan 90 atau pertalite sebagai jenis BBM khusus penugasan atau JBKP menggantikan premium. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan, ketetapan itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 tentang JBKP.
"Kuota JBKP pertalite tahun ini ditetapkan sebesar 23,05 juta kiloliter," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (29/3).
Tutuka menyampaikan bahwa realisasi penyaluran pertalite hingga Februari 2022 sebesar 4,258 juta kiloliter atau melebihi kuota 18,5 persen terhadap kuota year to date Februari 2022. Apabila pertalite diestimasikan melalui skenario normal, maka hingga akhir tahun ini pertalite akan melebihi kuota sebesar 15 persen dari kuota normal yang ditetapkan sebesar 23,04 juta kiloliter.
Saat ini, stok dan coverage days pertalite tercatat mencapai 1,157 juta kiloliter dengan estimasi ketersediaan selama 15,7 hari.
Dengan kenaikan harga Pertamax, masyarakat kini ada yang beralih menggunakan Pertalite dengan harga yang jauh lebih murah. Namun, harus diingat bahwa pemerintah berencana menaikkan harga Pertalite.
Harga Pertalite Bakal Naik
Pemerintah mengungkapkan rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan LPG kemasan 3 kilogram secara bertahap pada periode Maret hingga Juli. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
"Over all, yang akan terjadi itu Pertamax, Pertalite, gas yang 3 kilogram itu bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti September itu bertahap (naiknya) dilakukan oleh pemerintah," ujarnya saat meninjau Proyek LRT di Depo LRT Jabodebek Bekasi, Jumat (1/4).
Menko Luhut menyebut, kebijakan penyesuaian harga itu imbas dari kenaikan sejumlah komoditas. Menurutnya, rencana tersebut mengemuka dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo.
"Semua efisiensi kita lakukan. Kita akan mendorong perintah Presiden kemarin dalam rapat pemakaian mobil listrik tempatnya Pak Budi Karya (Menhub)," tegasnya.
Dia menyebut kenaikan BBM non-subsidi jenis Pertamax tergolong terlambat. Menyusul kenaikkan harga minyak mentah dunia sudah berlangsung lama dan telah melebihi batas kewajaran di APBN 2022.
"Saya ingin berikan gambaran, seluruh dunia kemarin (naik) paparan saya kepada presiden (Jokowi). Memang kita yang paling terlambat menaikkan (BBM). Semua negara-negara sudah naik," katanya.
Menko Luhut mencatat, saat ini, harga minyak mentah dunia telah menembus level USD 100 per barel. Sedangkan, dalam asumsi alokasi APBN harga minyak dipatok USD 63 per barel. "Kan angkanya sudah luar biasa," tekannya.
Menko Luhut menyebut, kenaikan komoditas minyak mentah dunia sendiri dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Antara lain dengan peningkatan permintaan akibat pemulihan ekonomi global hingga perang antara Rusia dan Ukraina. "Sekarang sunflower tidak bisa impor atau ekspor dari Ukraina karena perang," ungkapnya.
Untuk itu, dia menyatakan kenaikkan harga BBM jenis Pertamax sudah harus dilakukan pada 1 April 2022. Hal ini demi menyelamatkan keuangan Pertamina imbas mahalnya harga minyak mentah dunia. "Kalau di tahan terus nanti akan jebol (keuangan) Pertamina. Jadi, terpaksa harus kita lakukan," katanya.
Dampak Wacana Pemerintah
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai bahwa isu kenaikan harga Pertalite dan gas melon atau elpiji ukuran 3 Kg berpotensi menyulut kepanikan berbelanja. Kemudian, ini berisiko menyebabkan kelangkaan di masyarakat.
"Isu itu berpotensi menyulut panic buying. Kelangkaan Pertalite di berbagai SPBU barangkali merupakan panic buying setelah mengetahui isu tersebut," kata Fahmi dikutip dari Antara, Kamis (7/4).
Saat ini, isu kenaikan harga Pertalite dan elpiji tiga kilogram kian nyaring terdengar, meski pemerintah secara resmi belum memutuskan apakah harga dua komoditas energi itu benar-benar jadi naik.
Fahmy meminta supaya harga Pertalite dan gas melon tidak dinaikkan dalam waktu dekat. Pemerintah perlu menunggu sampai harga minyak dunia sudah mencapai keseimbangan pasar.
"Kenaikan Pertalite dan gas melon akan menaikkan inflasi dan makin memperburuk daya beli masyarakat serta memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan ekonom dari Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet.
Dia mengatakan tanpa memasukkan faktor kenaikan harga Pertalite dan elpiji, tekanan inflasi sudah relatif tinggi karena dipengaruhi oleh beragam hal, termasuk di dalamnya kenaikan harga energi global, kebijakan tarif PPN, harga Pertamax yang sudah naik terlebih dahulu dan pola musiman ketika bulan Ramadan.
"Sekarang ditambah wacana kenaikan Pertalite dan elpiji tentu tekanan terhadap inflasi di tahun ini berpeluang semakin lebih tinggi. Tentu yang perlu diwaspadai apakah kenaikan inflasi ini masih bisa dikompensasi oleh daya beli masyarakat," jelas Yusuf.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rencana ini dibahas karena BBM oktan tinggi seperti Pertamax meyumbang polusi yang sedikit.
Baca SelengkapnyaLonjakan ini terjadi seiring lonjakan permintaan dua jenis BBM saat lebaran.
Baca SelengkapnyaPertamina memutuskan untuk menahan harga jenis BBM non subsidi meski SPBU lain mulai mengerek harga sejak awal tahun ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pertamina mempertimbangkan evaluasi harga serta kebutuhan masyarakat pada Ramadan dan Idulfitri.
Baca SelengkapnyaKenaikan penyaluran untuk BBM gasoline di Nataru 2023/2024 mengalami kenaikan hingga 4,6 persen.
Baca SelengkapnyaAngka konsumsi BBM jenis Pertalite dan Pertamax (RON 92) pada periode mudik lebaran 2023 melonjak 6,4 persen.
Baca SelengkapnyaHingga April 2024, realisasi penyaluran Pertalite secara nasional sebanyak 9,9 juta kiloliter.
Baca SelengkapnyaWarga mengaku di beberapa SPBU Pertamina sudah tak menjual Pertalite dan kini diganti dengan Pertamax Green 95.
Baca SelengkapnyaPertalite merupakan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), perubahan dalam penyalurannya harus melalui kebijakan Pemerintah.
Baca Selengkapnya