C20 Usulkan Biaya Remitansi Turun Hingga 3 Persen dalam Presidensi G20
Merdeka.com - Konferensi kelompok masyarakat sipil atau Civil 20 (C20) akan membahas usulan penurunan biaya remitansi atau layanan pengiriman uang dalam presidensi G20. Penurunan ini untuk mendukung kesejahteraan pekerja migran dari negara yang tergabung dalam G20.
"Terkait tarif remitansi sangat mahal, kita ingin tarif remitansi maksimal 3 persen karena ini akan menguntungkan pekerja migran di negara maju," kata Direktur Eksekutif The Prakarsa dan Sherpa C20 Indonesia, Ah Maftuchan dalam konferensi pers C20 Kick-Off Meeting & Ceremony, Selasa (8/3).
Dia menjelaskan, saat ini rata-rata biaya remitansi secara global masih tinggi mencapai 13 persen. Angka tersebut tentunya bisa membebani pekerja migran, terutama yang berasal dari negara miskin dan berkembang.
"Kita tidak bisa bayangkan kalau tarif sekarang 13 persen, kalau ada pekerja migran kita atau pekerja migran India atau pekerja migran Filipina kirim uang ke rumahnya USD 100 akan kena USD13, itu terlalu mahal dan akan membebani," ujarnya.
Menurutnya, penurunan biaya remitansi hingga 3 persen bisa menjadi kesempahaman bersama di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya di SDGs. Sayangnya hal tersebut belum terealisasi optimal. Padahal, isu penurunan biaya remitansi ini sangat penting bagi negara-negara G20, khususnya negara-negara miskin dan berkembang.
Selain penurunan biaya remitansi, forum C20 ini juga mengangkat isu pengurangan utang negara miskin. Isu ini sangat penting untuk didorong dalam G20, sehingga ke depannya mampu melahirkan kebijakan pengurangan hutang kepada negara miskin dan berkembang.
"Saya rasa ini relevan di tengah situasi pandemi covid-19 dan akan memberikan dampak yang sangat besar, bagi peningkatan kemampuan negara miskin dan berkembang untuk membiayai pembangunannya di negara masing2. Karena beban pembayaran hutangnya menurun secara drastis," tandasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia mengatakan, bantuan pangan yang diberikan pemerintah ke masyarakat mampu menahan harga beras agar tidak naik.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi mengungkapkan bahwa urusan pemerintah dalam mengelola pangan untuk 270 juta penduduk Indonesia bukan hal yang mudah.
Baca SelengkapnyaHal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bantuan tersebut sebagai upaya menghadapi kenaikan harga beras.
Baca SelengkapnyaJokowi mengaku sudah memerintahkan Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mencari beras dengan harga murah.
Baca SelengkapnyaPresiden menjelaskan bahwa saat ini pemerintah tengah melakukan upaya-upaya intervensi untuk menstabilkan harga beras
Baca SelengkapnyaSalah satu penyebab tingginya biaya logistik nasional karena belum ada konektivitas antara pelabuhan dengan perusahaan logistik.
Baca SelengkapnyaIndonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.
Baca SelengkapnyaTransaksi dalam mata uang asing melibatkan risiko nilai tukar.
Baca Selengkapnya