Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Hikayat Lahan Prabowo di Tanah Gayo

Hikayat Lahan Prabowo di Tanah Gayo Tanah Milik prabowo di Aceh. ©2019 Merdeka.com/afif

Merdeka.com - Mantan Reje Kampung Bale Atu, Fauzi Muhda, SSY membenarkan lahan yang digarap oleh warga sekarang adalah tanah adat. Tanah yang diwariskan sejak Kerajaan Linge beberapa abad lalu. Jauh sebelum pemerintah Hindia-Belanda masuk, termasuk sebelum Indonesia merdeka, lahan itu jadi milik adat.

Ini seperti termaktub dalam Undang-Undang Kerajaan Linge yang memiliki 45 pasal. Peraturan Kerjaan Linge masa lampau itu, sebagian hutan yang dikuasai oleh PT THL adalah hutan adat, dan bisa dipergunakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Gayo.

Meskipun ada sejumlah aturan yang sudah diatur untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Salah satunya pohon yang berada di hulu mata air agar tidak ditebang. Setiap pohon ditebang harus memiliki penggantinya di sampingnya.

"Jangan rampas tanah Gayo. Ini tanah adat kami," kata Fauzi Muhda, SSY.

Dia merupakan keturunan orang yang pertama sekali bermukim di Bale Atu, sekarang masuk dalam Kecamatan Buket. Kakeknya dulu bernama Husen Site Gunung, orang pertama kali membangun permukiman sebelum pemerintah Hindia-Belanda menguasai dataran tinggi Gayo.

Menurutnya, ada empat kampong tertua di Bener Meriah, yaitu Bale Atu, Belatu, Tingkem dan Redelong. Dulunya Bener Meriah masih bagian dari Aceh Tengah dan kemudian menjadi kabupaten sendiri setelah dilakukan pemekaran.

Sejak tahun 1917, Husen Site Gunung sudah mendiami dataran tinggi Gayo. Pertamanya membangun perkampungan di Jamur Ujung. Daerah ini memiliki sumber air, Husen bersama enam rekannya mendiami lokasi itu.

Pekerjaan mereka saat itu adalah beternak kerbau. Lalu dalam perjalanan, karena dianggap tidak cocok, lalu mereka pindah ke Tepis atau sekarang dikenal dengan Relet Kayu. Di situ mereka membuka persawahan yang dikenal dengan Paya Gepal.

"Karena di situ ada rawa-rawa, makanya disebut Paya Gepal dan mulai membuka persawahan," jelasnya.

Setelah banyak orang bermukim di Paya Gepal. Kebutuhan air sudah tinggi, termasuk kebutuhan persawahan. Lalu mereka mengalami kekurangan air. Saat itu untuk mengaliri air masih sangat tradisional. Sehingga Husen memutuskan untuk pindah ke Bale Atu, lokasi Fauzi Muhda bermukim sekarang.

Setelah mereka pindah. Husen bersama rekan-rekannya mencari sumber air lainnya. Mereka naik ke arah gunung merapi yang dikenal sekarang dengan gunung Burni Telong.

Di sana mereka menemukan sumber air yang dikenal sekarang dengan Air Babah Angin. Air Babah Angin ada dua, satu sekarang digunakan oleh PDAM dan sebelah timur berada di bekas bangunan Belanda.

"Tepatnya di pinggir tebing. pengairan air sangat tradisional saat itu," ungkapnya.

Setelah digarap lahan-lahan tersebut oleh warga, dengan tetap menjaga lingkungan agar tidak dirusak. Keseimbangan lingkungan bagi masyarakat tradisional kala itu sangat dijaga. Masyarakat setempat percaya menjaga hutan, sama dengan menjaga sumber kehidupan.

Pada tahun 1929 Husen mendapatkan surat dari pemerintah, lahan di Bale Atu dan sekitarnya menjadi hutan adat. Hutan adat itu diberikan agar dipergunakan untuk kepentingan umum.

Saat pengusulan hutan adat itu, sebut Fauzi, kakeknya bukan atas nama pribadi. Akan tetapi atas nama kelompok yang disebut saat itu dengan Belah Site Gunung. Tanah di kawasan Buket itu menjadi milik adat hingga akhirnya pemerintah Hindia-Belanda masuk ke dataran tinggi Gayo.

Saat pemerintah Hindia-Belanda menguasai dataran tinggi Gayo, semua tanah kembali diambil oleh Belanda. Lalu mereka menanam pohon pinus di hutan adat milik masyarakat.

Pemerintah Hindia-Belanda menjanjikan akan membangun irigasi untuk kepentingan masyarakat setempat. Warga pun kemudian mengizinkan kepada Belanda untuk tanam pohon pinus.

"Setelah itu, kan sudah merdeka. Semua harta dan tanah menjadi milik negara, saat itu," sebutnya.

Sumber ekonomi dan kehidupan masyarakat dataran tinggi Gayo kala itu masih sangat ketergantungan dengan alam. Sehingga ada kesadaran dari masyarakat untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

tanah milik prabowo di aceh

Ada lahan yang dijadikan perkebunan, persawahan dan sebagian lagi dibiarkan menjadi hutan rimba. Kayu menjadi sumber kehidupan masyarakat. Baik untuk membangun rumah, bahan bakar dan sejumlah kebutuhan masyarakat lainnya.

Masyarakat kala itu sangat patuh terhadap aturan adat, seperti tertulis dalam peraturan Kerajaan Linge yang memiliki 45 pasal. Aturannya seperti tidak menebang kayu di tebing, setiap menebang kayu harus ada penggantinya di samping dan sejumlah aturan lainnya agar bisa terjaga lingkungan.

"Begitulah disiplinnya dulu," ungkapnya.

Setelah Indonesia mereka, semua lahan sebelumnya hutan adat masyarakat dataran tinggi Gayo diambil alih menjadi milik negara. Kata Fauzi, hutan adat itu kemudian dikelola negara yang dikenal dengan sebutan PMP. Berdatanganlah buruh dari dari pulau Jawa bekerja di Gayo.

Peralihan pengelolaan kepada PMP, masih ada kerja sama antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Meskipun dalam penguasaan perusahaan, warga masih bisa mempergunakan kayu di hutan. Pohon kayu yang tumbang diberikan izin untuk dipergunakan oleh warga. Baik untuk dibuat papan rumah maupun kayu bakar.

"Warga taunya dulu itu lahan ibu Tin (Istri Soeharto)," jelasnya.

Benih-benih konflik muncul setelah lahan di dataran tinggi Gayo dikuasai oleh PT Alasilo dan sudah adanya PT Kertas Kraft Aceh (KKA), perusahaan pabrik kertas yang berada di Lhokseumawe.

"Semenjak Alasilo ada di situ, itu sudah mulai para pengelola perusahaan dengan rakyat mulai bentrok," tukasnya.

Terjadi konflik karena pihak perusahaan tidak lagi memberikan izin kepada warga untuk mengambil apapun dalam kawasan hutan penguasaannya. Ternak warga tidak lagi dibenarkan masuk.

Untuk meredam konflik berlanjut. Pihak perusahaan kemudian merekrut beberapa orang mandor dari kampung setempat. Seperti beberapa warga di Karang Rejo, direkrut menjadi mandor.

Pada tahun 1986 sampai 1988 terjadilah penebangan kayu secara besar-besaran. Pusat penampungan berada di Bale Atu, sekarang lokasi itu sudah menjadi Bandara Rembele.

Kata Fauzi, saat itu ada jutaan kubik kayu dari Gayo keluar. Semenjak itulah kerusakan lingkungan mulai terjadi di dataran tinggi Gayo. Pinus ditebang dan diangkut untuk kebutuhan PT KKA.

PT Tusam Hutan Lestari (THL) saat itu bertugas untuk melakukan penanam kembali. Fauzi mengaku perusahaan itu benar ada melakukan reboisasi. Namun tidak dilakukan secara merata, ada yang ditanam, sebagiannya lagi juga ada yang dibiarkan.

"Semenjak itulah kerusakan lingkungan rusak, akibat pekerjaan mereka itu," tukasnya.

Konflik perusahaan dengan warga saat itu kian subur. Pasalnya warga tidak lagi dibenarkan untuk mengambil kayu apapun dalam kawasan penguasaan perusahaan.

Kendati ia akui, ada ribuan tenaga kerja lokal dipekerjakan dengan gaji Rp 400 ribu kala itu. namun konflik antara warga tetap masih terjadi, karena warga tidak lagi bisa mengakses lahan yang sudah dikuasai oleh perusahaan.

"Masyarakat enggak bisa lagi ambil apapun waktu itu," imbuhnya.

PT KKA Tutup

Pada tanggal 9 Maret 2001, PT KKA berhenti operasional akibat terhentinya pasokan gas dari ExxonMobil. Dampak dari krisis itu, jangankan untuk kebutuhan energi pembangkit mesin, rumah karyawan perusahaan terancam tak ada listrik.

Meskipun Februari 2002 PT KKA kembali beroperasi, kertas kantor semen di perusahaan ini menumpuk, karena pelanggan lama KKA mengalihkan ordernya.

Kondisi ini pihak perusahaan kembali harus menghentikan lagi operasionalnya sejak tanggal 22 April 2003. Perusahaan terlilit utang sebesar Rp 65 miliar dengan ExxonMobil.

Perusahaan juga terjerat utang dengan Bank Mandiri sebesar Rp 165 miliar. Total utang perusahaan saat itu sebesar Rp 300 miliar, sehingga terpaksa ditutup operasionalnya.

Akibatnya seluruh aset di Bener Meriah terbengkalai. Perumahan, alat berat dan sejumlah aset lainnya tak bertuan lagi. Begitu juga karyawan satu persatu meninggalkan Bener Meriah.

"Lambat laun, setelah meninggalkan asetnya, kemudian Aceh terjadi konflik sekitar 2001-2005," kata Fauzi Mahda, SSY.

Aset perusahaan yang ditinggalkan diambil oleh warga. Perumahan karyawan perusahaan dirusak dan diambil materialnya, termasuk alat berat dan mesin pembangkit listrik di Bener Meriah.

"Alasannya (masyarakat) kayu kita sudah habis diambil, kita ini saja tinggal untuk rumah ayam," tukasnya.

tanah milik prabowo di aceh

Sementara itu PT THL yang bertugas melakukan reboisasi tetap masih memiliki kantor di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Menurut Fauzi, perusahaan yang disebut-sebut milik Prabowo Subianto juga tidak melakukan tugasnya dengan baik.

"Ada ditanam kembali, tetapi tidak menyeluruh," jelasnya.

Kata Fauzi, banyak lahan terlantar seperti tanpa tuan. Sehingga warga mengambil alih lahan-lahan yang terbengkalai itu untuk dijadikan perkebunan warga. Seperti di Blang Mancong, warga kemudian menanam kebun tebu, begitu juga di daerah Kecamatan Pintu Rime Gayo.

"Jadi masyarakat tidak ada komandonya lagi. waktu itu masih kabupaten Aceh tengah. Inilah asal usulnya karena tidak terkendali, perusahaan tidak ada lagi yang mengontrol, termasuk pemerintah," jelasnya.

Masyarakat Tak Akui Lahan Milik Prabowo

Isu kepemilikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) milik Calon Presiden (Capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto mencuat ke publik selepas debat Calon Presiden-Wakil Presiden (Capres-Cawapres) jilid kedua.

Capres nomor urut 01 Joko Widodo menyinggung dalam debat bawah Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto memiliki lahan di Aceh mencapai 120 ribu hektare. Ketua Umum Partai Gerindra ini pun mengakuinya dan siap menyerahkan kembali kepada negara bila memang diperlukan.

Kendati demikian, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh dan pihak perusahaan mengklarifikasi luas lahan milik Prabowo di Aceh. Berdasarkan data Walhi Aceh, luas tanah milik Prabowo seluas 97.300 hektare yang tersebar di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Bireuen dan Gayo Lues.

Meskipun kepemilikan lahan milik Prabowo sah secara hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Warga dataran tinggi Gayo, khususnya di Bener Meriah tidak mengakuinya.

Masyarakat setempat percaya, lahan itu merupakan warisan nenek moyang mereka yang sudah dijadikan hutan adat. Ini seperti termaktub dalam peraturan Kerajaan Linge yang memiliki 45 pasal mengatur tata ruang dan batas hutan di Bener Meriah.

"Saya putra Linge, tidak mengakui lahan hak mereka (Prabowo) di atas tanah Gayo, karena memang tidak ada perjanjian (adat) dan pemberitahuan," tukas Fauzi Muhda, SSY.

Berita lengkap mengenai Prabowo Subianto bisa dibaca di Liputan6.com

Menurutnya, Abdullah Husen yang masih bersaudara dengan Fauzi Muhda, pada tahun 1965 pernah berangkat ke Jakarta untuk mengurus hak tanah adat itu. Abdullah Husen membawa surat yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia-Belanda tentang tanah adat, yang dikeluarkan tanggal 18 Agustus 1929.

Karena tidak ada penyelesaian, beberapa tokoh di dataran tinggi Gayo sempat menggugat kepemilikan tanah adat itu ke pengadilan di Jakarta tahun 1971. Gugatan itu hingga sekarang belum ada kejelasannya.

"Sampai sekarang permasalahan gugatan itu belum selesai," jelasnya.

Kata Fauzi, terhentinya gugatan itu akibat iklim demokrasi saat itu tak menjamin. Di bawah kekuasaan Presiden Soeharto, siapapun yang menentang pemerintah bakal dijebloskan dalam jeruji besi. Sehingga gugatan itu lenyap seperti ditelan bumi.

"Karena keterbatasan, waktu zaman itu, kalau dipaksakan seluruhnya bisa jadi kuburan massal. Jadi kami diam," ungkapnya.

Dampak dari hilangnya tutupan hutan di Bener Meriah, karena pohon banyak sudah ditebang. Fauzi menyebutkan, suhu di dataran tinggi Gayo mulai panas. Debit air berdasarkan pantauanya kian menurun, bahkan Fauzi memperkirakan debit air turun mencapai 60 persen.

"Satu bulan saja kemarau, bisa main rebutan air di hulu, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun perkebunan," imbuhnya.

Kata Fauzi, di Bale Atu dan sekitarnya ada 7 pintu air yang mengairi 18 desa dengan jumlah penduduk 53 ribu jiwa. Bila hutan terus ditebang, ia khawatir dataran tinggi Gayo bakal mengalami krisis air dan bencana ekologi bakal mengancam Bener Meriah.

Oleh karena itu, Fauzi meminta kepada siapapun agar tidak mengusik masyarakat dataran tinggi Gayo. Masyarakat Gayo tidak pernah merampas tanah siapapun. Lahan yang digarap oleh warga sekarang adalah milik adat yang dipergunakan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.

"Gayo tidak pernah merampas hak siapapun, Gayo sudah berdiri sebelum Indonesia ada, sudah punya UU dan peraturan sendiri," imbuhnya.

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kepemilikan Lahan Prabowo Ternyata Pernah Dibongkar Jokowi Saat Debat Pilpres 2019
Kepemilikan Lahan Prabowo Ternyata Pernah Dibongkar Jokowi Saat Debat Pilpres 2019

Prabowo memiliki ratusan ribu hektar lahan yang berada di Aceh dan Kalimantan Timur.

Baca Selengkapnya
Ramai Soal Lahan Prabowo, Publik Justru Sulit Akses Informasi Penguasaan Lahan
Ramai Soal Lahan Prabowo, Publik Justru Sulit Akses Informasi Penguasaan Lahan

Ramai Soal Lahan Prabowo, Publik Justru Sulit Akses Informasi Penguasaan Lahan

Baca Selengkapnya
Dilaporkan Usai Serang Prabowo Soal Lahan, Anies: Kita Serahkan Kepada Bawaslu
Dilaporkan Usai Serang Prabowo Soal Lahan, Anies: Kita Serahkan Kepada Bawaslu

"Sebagai warga negara tentu berhak melaporkan. . Kami serahkan kepada Bawaslu," tuturnya," kata Anies

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Prabowo Ajak untuk Mengakui Keberhasilan Bangsa Sendiri: Jangan Cari dan Ungkit Hal Negatif
Prabowo Ajak untuk Mengakui Keberhasilan Bangsa Sendiri: Jangan Cari dan Ungkit Hal Negatif

Prabowo menuturkan, Indonesia dalam keadaan yang sangat memungkinkan untuk bangkit menjadi negara hebat.

Baca Selengkapnya
Luas Tanah Dikuasai Prabowo Subianto Setara 4 Kali Singapura
Luas Tanah Dikuasai Prabowo Subianto Setara 4 Kali Singapura

Sejatinya penguasaan lahan oleh Prabowo berawal dari akuisisi sebuah pabrik kertas.

Baca Selengkapnya
Dari Tanah Madura, Prabowo Doakan Megawati yang Berulang Tahun ke-77
Dari Tanah Madura, Prabowo Doakan Megawati yang Berulang Tahun ke-77

Megawati dan Prabowo sempat menjalin kemitraan politik pada Pilpres 2009.

Baca Selengkapnya
Prabowo: Sebelum Dipanggil Tuhan, Saya Ingin Kerja agar Kekayaan Indonesia Bisa Dinikmati Rakyat
Prabowo: Sebelum Dipanggil Tuhan, Saya Ingin Kerja agar Kekayaan Indonesia Bisa Dinikmati Rakyat

rabowo bicara keinginannya sebelum berpulang agar kekayaan alam Indonesia dinikmati seluruh rakyat.

Baca Selengkapnya
Cerita Prabowo Jadi Menhan Tiba-Tiba Jalan Menuju Rumahnya di Hambalang Bagus
Cerita Prabowo Jadi Menhan Tiba-Tiba Jalan Menuju Rumahnya di Hambalang Bagus

Prabowo bercerita jalan menuju rumahnya di kawasan Hambalang, Bogor belum bagus di tahun 2014.

Baca Selengkapnya
Anies Sebut Prabowo Punya Ratusan Ribu Hektar Lahan, Begini Faktanya
Anies Sebut Prabowo Punya Ratusan Ribu Hektar Lahan, Begini Faktanya

Kepemilikan lahan ratusan hektar yang diduga dikuasai Prabowo Subianto bukanlah isu pertama kali mencuat ke publik.

Baca Selengkapnya