Fakta-Fakta Korupsi Dana Hibah Jatim: Pokmas Bermasalah hingga Uang Disunat
Merdeka.com - Sejumlah ketua kelompok masyarakat (Pokmas) yang berada di bawah naungan terdakwa Wakil Ketua DRPD Jatim Sahat Tua P Simanjuntak dihadirkan sebagai saksi. Uniknya, selain dianggap tak memiliki kualifikasi yang memadai dalam organisasi, mereka juga tak mendapatkan dana sesuai proposal yang diajukan alias disunat.
Hal ini terungkap saat beberapa pokmas yang memiliki nama nyleneh, dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jumat (16/6). Di antaranya adalah Marsadek, Ketua Pokmas Lidah Buaya.
Marsadek mengaku tidak tahu banyak mengenai Pokmas yang dipimpinnya itu. Sebab, dia hanya diberitahu dan ditunjuk oleh Ilham Wahyudi alias Eeng yang kini sudah menjadi terpidana dalam kasus suap dana hibah Pemprov Jatim. Saat itu, Eeng datang ke rumah dan menyebut akan membangunkan Jalan Makadam di dekat rumahnya.
"Eeng datang ke rumah saya dan bilang mau buat jalan makadam," ceritanya, Jumat (16/6).
Saat itu lah, dia diminta untuk menjadi ketua pokmas. Ia mengaku tidak tahu menahu mengenai proposal pembangunan jalan yang dimaksud Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tidak pernah tandangan untuk proposal. Hanya dikasih tahu saja kalau mau dibangunkan jalan," ungkapnya.
Saat disinggung JPU apakah ia pernah menandatangani sesuatu, Marsadek mengiyakannya. Ia menyatakan, jika dirinya hanya pernah sekali bertandatangan. Itu pun terjadi hanya pada saat penandatanganan pencairan dana Pokmas di Bank Jatim.
"Satu bulan setelah penandatangan, uang baru cair. Kurang lebih Rp60 juta (dana pokmas). Saya hanya dikasih Rp1 juta saja," pungkasnya.
Selain diberi uang Rp1 juta, dia juga diminta oleh Eeng untuk ikut bekerja membangun jalan. Dari kerja itu, ia mengaku hanya diupah Rp90 ribu saja perharinya.
Hal senada disampaikan oleh M Subari. Dia membenarkan bahwa dirinya ditunjuk oleh Eeng untuk menjadi Ketua Pokmas Saur Sepuh. Ditanya JPU mengenai asal usul nama Pokmasnya, dia mengaku tidak tahu.
Demikian juga saat ditanya apakah saat menjadi Ketua Pokmas dia memiliki struktur seperti bendahara maupun anggota, dia menyatakan tidak memiliki anggota sama sekali.
"Tidak ada (anggota dan bendahara). Pokoknya cuma dikasih tahu Eeng saja," ujarnya.
Dari pokmasnya ini, dia mengaku telah mencairkan uang sebesar Rp90 juta dari Bank Jatim. Namun, dari uang sebesar itu, ia hanya diberi Rp500 ribu saja oleh Eeng. Itu pun, harus ia bagi dengan teman yang mengantarnya.
"Ya cuma dikasih Rp500 ribu saja. Itu dibagi dua sama teman," ungkapnya.
Hal tak jauh beda juga dialami oleh Ketua Pokmas, Fuadi. Ketua Pokmas Asirotul itu juga tak tahu menahu mengenai asal usul nama pokmasnya. Sama seperti dua temannya, ia juga hanya menandatangani berkas pencairan dana Pokmas di Bank Jatim. Dari pencairan tersebut, turun dana sebesar Rp180 juta dan ia hanya mendapatkan uang Rp1 juta dari Eeng.
"Cuma satu juta saja diberi Eeng. Itu katanya uang pinjam KTP saya. Buku tabungan pun dibawa sama Eeng," tandasnya.
Diketahui, Ilham Wahyudi alias Eeng merupakan koordinator lapangan (Korlap) para Pokmas yang aspiratornya adalah Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simanjuntak. Bersama Abdul Hamid, Eeng divonis bersalah karena melakukan suap terhadap Sahat. Oleh hakim, keduanya divonis 2,5 tahun penjara.
Sementara itu, dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kalau Sahat diduga menerima uang suap sebesar Rp39,5 miliar dari dua penyuap, yakni, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.
Sahat didakwa dengan dua pasal. Pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kejadian tersebut mencuri perhatian. Banyak warganet yang mengatakan jika uang tersebut masih bisa ditukar ke bank.
Baca SelengkapnyaKejagung menyatakan banyak pihak yang keliru terkait sosok HL yang rumahnya digeledah penyidik.
Baca SelengkapnyaDiduga banyak pedagang pasar yang masih punya utang di bank.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perusakan terhadap Rupiah bisa berujung ancaman pidana.
Baca SelengkapnyaJPU menjelaskan terdakwa menyalahgunakan dana klaim asuransi atas debitur yang sudah meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaUang yang bisa ditukarkan mencakup pecahan Rp1.000, Rp2.000, Rp5.000, Rp10.000, dan Rp20.000.
Baca SelengkapnyaRiski kerap mengambil diam-diam uang dari kas kios pulsa hingga totalnya mencapai Rp80 juta.
Baca SelengkapnyaHakim mengatakan uang pengganti tersebut harus dibayar Hasbi Hasan paling lama setelah satu bulan usai putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Baca SelengkapnyaPelaku memiliki utang sebesar Rp1,2 juta, saat ditagih dia gelap mata dan menusuk temannya.
Baca Selengkapnya