Bacakan Pleidoi, Terdakwa HAM Berat Paniai Singgung Dugaan Keterlibatan Pihak Lain

Senin, 28 November 2022 14:01 Reporter : Ihwan Fajar
Bacakan Pleidoi, Terdakwa HAM Berat Paniai Singgung Dugaan Keterlibatan Pihak Lain Sidang pelanggaran HAM berat Paniai. ©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Terdakwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Paniai yang menjerat mantan Perwira Penghubung Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu membacakan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan 10 tahun penjara. Salah satu poin pembelaan Isak Sattu yang dibacakan adalah tidak adanya dari pihak Polri dan Paskhas TNI yang dijadikan tersangka maupun terdakwa.

Dalam pembelaannya yang ditulis tangan tersebut, Isak mengaku apa yang didakwakan terhadap dirinya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), prematur dan tidak memenuhi syarat. Ia merasa penetapan sebagai tersangka hingga menjadi terdakwa sangat dipaksakan.

"Apa yang didakwakan oleh JPU terhadap saya prematur dan belum memenuhi syarat. Karena dipaksakan menjadikan saya sebagai tersangka tunggal dari sekian banyak saksi yang diperiksa," ujarnya saat sidang di Ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Makassar, Senin (28/11).

Isak mengaku dari sejumlah saksi yang diperiksa, seharusnya ada tersangka ataupun terdakwa lain. Hanya saja, hal tersebut tidak terjadi karena JPU dianggap tidak terlalu mendalami kasus tersebut.

"Padahal ada saksi yang lebih berpotensi untuk ditingkatkan menjadi tersangka atau terdakwa, tetapi tidak didalami oleh JPU. JPU berpendapat bahwa saya membiarkan adanya penyerangan secara meluas terhadap penduduk sipil, padahal saya sudah melakukan pencegahan sesuai prosedur," tuturnya.

2 dari 3 halaman

Isak menyayangkan dalam kasus Paniai, JPU hanya fokus pada dirinya yang tidak mengetahui kejadian pada tanggal 7 Desember 2014 yang menjadi pemicu terjadinya penembakan terhadap masyarakat sipil pada 8 Desember 2014.

"JPU memaksakan terdakwa yaitu saya, harus mengetahui tanggal 7 (Desember 2014), yang sebenar-benarnya saya tidak tahu pada saat itu," sebutnya.

Tak hanya itu, Isak Sattu juga menyayangkan JPU yang hanya fokus pada kejadian di Koramil Enarotali. Padahal, kondisi saat itu warga tidak hanya mendatangi Koramil Enarotali, tetapi juga Polsek Paniai Timur.

"JPU hanya fokus pada kejadian di Koramil 1706, padahal Polri juga berpotensi dijadikan terdakwa dan satuan lain tetapi diabaikan dan tidak didalami secara baik. JPU juga tidak mendalami juga tembakan-tembakan dari pihak kepolisian dilakukan baik Dalmas, Polres Paniai, Satgas Brimob, Polsek Paniai Timur padahal berpotensi jatuh korban meninggal dunia dan luka-luka," tegasnya.

Karena kondisi tersebut, Isak Sattu merasa tuntutan terhadap dirinya saja adalah ketidakadilan. "Karenanya ini saya merasakan ketidakadilan," tuturnya.

Isak juga sempat menyinggung soal Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang tidak mendapatkan bukti siapa yang melakukan penembakan terhadap warga. Ia juga menyayangkan TGPF tidak bisa menentukan arah tembakan.

"TGPF tidak bisa menentukan arah tembakan hingga menjatuhkan korban meninggal dunia dan luka-luka. Seharusnya mereka bisa karena ahlinya dalam bidangnya masih-masing," tegasnya.

Isak Sattu berharap Majelis Hakim bisa membebaskan dirinya dari dakwaan dan tuntutan. Tak hanya itu, Isak Sattu juga berharap majelis hakim mengembalikan nama baiknya.

Fakta di lapangan kurang didalami dari arah tower Paskhas TNI AU. "Saya sebenar-benarnya tidak melakukan pelanggaran HAM berat di Paniai pada tanggal 7 dan 8 Desember 2014," ucapnya.

Sementara itu, Penasihat Hukum Isak Sattu, Syahrir Cakari mengatakan dakwaan JPU tidak bisa dibuktikan secara sah dan meyakinkan. Ia menyebut titik usaha dari persoalan perkara ini adalah ada tidak perbuatan yang dilakukan oleh kliennya.

"Pertama, berbentuk serangan terhadap penduduk sipil yang bersifat sistematik atau meluas. Nah, inti dari persoalan ini tidak bisa ditemukan dan tidak bisa dibuktikan selama proses persidangan," tegasnya.

Dia mengaku tidak ada perencanaan terkait penembakan dan serangan terencana oleh militer terhadap warga. Dia mengaku apa yang terjadi saat itu adalah insidentil.

"Kaitan dengan pembelaan diri terhadap serangan warga sipil yang melakukan demonstrasi kepada Koramil atau Polsek itu sifatnya sangat insidentil. Terjadinya pada saat seketika itu dan selesai juga seketika, tidak meluas," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Oleh karena itu, dia menilai syarat untuk pengadilan itu tidak bisa dipenuhi. Kedua, pemeriksaan terhadap korban tidak menunjukkan dari mana pelakunya.

"Misal, serpihan logam yang ditemukan di dalam salah satu korban yang hidup, saat diambil serpihan logam menurut keterangan ahli forensik itu tidak ada yang identik dengan semua senjata yang dimiliki oleh semua kesatuan di sana ketika itu," sebutnya

Syahrir mengaku sepanjang persidangan pemeriksaan perkara, fakta-fakta menunjukkan bahwa tidak terbukti dan menyakinkan bahwa tuduhan pembunuhan secara sistemik, meluas untuk dibawa sebagai peradilan HAM berat.

"Oleh karena itu kami meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu untuk dibebaskan dari semua tuntutan maupun dakwaan jaksa," ucapnya. [cob]

Baca juga:
Terdakwa Kasus HAM Berat di Paniai Papua Dituntut 10 Tahun Penjara
Komnas HAM: Jangan sampai Pengadilan Kejahatan Kemanusiaan Sungsang Pemikiran
Catatan Komnas HAM Terkait Kasus Tragedi Paniai
Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai, Ini Kesaksian Mantan Wakapolri
Sidang Pelanggaran HAM Paniai, Eks Wakapolres Sebut Suara Tembakan dari Bukit

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini