Tentara Inggris dapat Informasi Keliru dari Intelijen, Berujung Teror di Jakarta

Jumat, 24 Maret 2023 05:06 Reporter : Merdeka
Tentara Inggris dapat Informasi Keliru dari Intelijen, Berujung Teror di Jakarta Tentara gabungan Inggris-Belanda memerikasa seorang pemuda Indonesia di Jakarta. ©Imperial War Museum

Merdeka.com - Merasa percaya diri dengan status sebagai pemenang Perang Dunia II, militer Inggris menyepelekan situasi di Jakarta menjelang pendaratan pasukannya.

Penulis: Hendi Jo

Ketika ribuan tentara Inggris mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok pada 15 September 1945, Madhuri masih tergolong remaja. Dia ingat selain tentara yang sebagian besar berkebangsaan India, perangkat-perangkat perang pun diturunkan dari sebuah kapal besar yang tak pernah Madhuri lihat sebelumnya.

"Itu kapal saking gedenya, tank baja yang jumlahnya mungkin ratusan bisa diangkut juga, belum truk, belum jip," ungkap lelaki kelahiran Marunda, Jakarta pada 1930 itu.

Kapal besar yang disebutkan Madhuri sesungguhnya bernama HMS Cumberland. Itu adalah kapal komando Angkatan Laut Kerajaan Inggris dari 5th Cruiser Squardon pimpinan Laksamana Muda W.R. Petterson. Armada tersebut terdiri dari dua kapal fregat, beberapa kapal penyapu ranjau dan sebuah kapal logistik.

"Sekutu memutuskan untuk mendaratkan pasukannya, setelah mendapat info intelijen dari sebuah tim yang sebelumnya diterjunkan di Jakarta," ujar R.H.A. Saleh dalam buku Mari Bung Rebut Kembali!

2 dari 3 halaman

Salah Informasi dari Intelijen

Memang benar, kedatangan militer Inggris ke Jakarta sebenarnya tidak dilakukan secara gegabah. Sebelum melakukan pendaratan, para pejabat militer Inggris terlebih dahulu mendiskusikan dengan petinggi-petinggi Belanda di tanah pengungsian Australia seperti Ch.O. van Der Plas.

Tidak cukup itu, pada 8 September 1945, mereka pun menerjukan secara rahasia satu tim pendahulu pimpinan Mayor A.G. Greenhalgh ke Jakarta. Ternyata pendapat Van der Plas dikonfirmasi oleh tim kecil itu.

Berdasarkan laporan Mayor Greenhalgh kepada Lord Montbatten (Panglima Komando Sekutu untuk Asia Tenggara), disebutkan bahwa pasca Jepang menyerah, kaum nasionalis Indonesia dalam keadaan bingung dan tidak terorganisasi secara baik.

"Begitu masalah keamanan dan trasnportasi bisa teratasi, pemulangan tawanan dan interniran selanjutnya akan berjalan lancar," ujar Greenhalgh dalam Truobled Days of Peace, Mounbatten and South East Asia Command 1945-1946 karya Peter Dennis.

Nyatanya informasi itu berbanding terbalik dengan keterangan Letnan Kolonel Laurens van der Post (perwira Inggris yang selama Perang Dunia II ditahan Jepang di Jawa) dan Mayor Jenderal Yamamoto Moishiro (Kepala Staf Tentara Ke-16 Angkatan Darat Jepang).

Di atas HMS.Cumberland, Yamamoto malah mengingatkan Inggris: jika mereka tidak mengakui keberadaan Republik Indonesia (RI) yang baru saja diproklamasikan Sukarno-Hatta maka kemungkinan akan terjadi pertumpahan darah di Jawa.

"Yamamoto menggambarkan tingginya sikap anti-Belanda di kalangan orang-orang Indonesia," tulis Peter Dennis.

3 dari 3 halaman

Melawan Teror dengan Teror

Tampaknya Inggris tidak mengindahkan peringatan Yamamoto. Itu terbukti dengan masih ngototnya mereka mendaratkan sekaligus menggelar pasukan hampir di seluruh Jakarta.

Di lain pihak sikap militer Inggris itu membuat senang orang-orang Belanda (yang baru keluar dari interniran Jepang maupun yang baru datang dari pengungsian di Australia). Mereka kembali berlaku bak penguasa di Jawa.

Sikap provokatif tersebut ternyata hanya memancing masalah dengan grup-grup pemuda nasionalis Indonesia. Tindak kekerasan merebak. Nyaris tiap hari di Jakarta terjadi aksi pertempuran, perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan terhadap warga sipil Eropa, Tionghoa dan Indo. Di pasar-pasar, para pemuda nasionalis melarang pedagang melayani orang-orang Eropa.

Merasa terancam, para bekas tawanan Jepang itu lantas mempersenjatai diri. Maka terbentuklah Bataliyon X yang difungsikan untuk melawan teror dengan teror.

"Mereka dengan gembira memukuli atau membunuh setiap orang Indonesia yang menunjukan atribut Republik di tempat-tempat umum," tulis Cribb dalam Gangsters and Revolutionaries, The Jakarta People’s Militia and The Indonesian Revolution 1945-1949.

[noe]
Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini