Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Cerita Pilu Warga Wuhan yang Ditakuti & Dijauhi di Negara Sendiri Akibat Wabah Corona

Cerita Pilu Warga Wuhan yang Ditakuti & Dijauhi di Negara Sendiri Akibat Wabah Corona Penyemprotan desinfektan dengan drone di Wuhan. ©2020 AFP PHOTO/STR

Merdeka.com - Satu orang ditolak oleh hotel demi hotel yang dia datangi setelah dia menunjukkan kartu identitasnya. Yang lainnya diusir oleh penduduk desa yang ketakutan. Yang ketiga menemukan informasi pribadinya yang paling sensitif bocor secara online setelah mendaftar diri kepada pihak berwenang.

Orang-orang ini berasal dari Wuhan, ibukota Provinsi Hubei, yang menjadi pusat penyebaran virus yang menyebar dengan cepat yang telah menewaskan lebih dari 420 orang di China dan membuat dunia ketakutan. Mereka berada di antara jutaan orang yang tidak bisa pulang dan ditakuti sebagai pembawa potensial virus corona yang misterius.

Butuh sekitar lima hari untuk menghubungi Harmo Tang, seorang mahasiswa yang belajar di Wuhan, setelah ia kembali ke kota asalnya, Linhai, di Provinsi Zhejiang timur. Tang mengatakan dia mengisolasi diri ketika pejabat setempat meminta informasi pribadinya, termasuk nama, alamat, nomor telepon, nomor kartu identitas dan tanggal dia kembali dari Wuhan. Dalam beberapa hari, informasi itu mulai menyebar secara online, bersama dengan daftar orang lain yang kembali ke Linhai dari Wuhan.

Pejabat setempat tidak memberikan penjelasan tetapi kembali beberapa hari kemudian untuk memasang pita polisi di pintunya dan menggantungkan tanda yang memperingatkan tetangga bahwa seorang pengungsi Wuhan tinggal di sana. Tanda itu termasuk nomor telepon informan untuk menelepon jika ada yang melihat dia atau keluarganya meninggalkan apartemen. Tang mengatakan dia menerima sekitar empat panggilan sehari dari berbagai departemen pemerintah daerah.

"Pada kenyataannya tidak ada banyak empati," katanya, dikutip dari The New York Times, Rabu (5/2).

"Itu bukan nada peduli yang mereka gunakan. Itu nada peringatan. Saya merasa sangat tidak nyaman."

Tentu saja, China memiliki insentif besar untuk melacak pembawa penyakit yang potensial. Wabah virus corona ini telah membuat sebagian negara terkunci, membuat ekonomi terbesar kedua di dunia itu macet dan China seperti terisolasi dengan dunia luar.

Para ahli memperingatkan marginalisasi kelompok yang sudah rentan seperti itu bisa kontraproduktif, lebih lanjut merusak kepercayaan publik dan mengirim mereka yang harus disaring dan dipantau lebih dalam semakin terisolasi.

"Kami memperhatikan masalah ini," kata Ma Guoqiang, sekretaris Partai Komunis China Wuhan, dalam konferensi pers Selasa lalu.

"Saya percaya bahwa beberapa orang mungkin memberi label orang Hubei atau melaporkannya, tetapi saya juga berpikir kebanyakan orang akan memperlakukan orang Hubei dengan baik."

Sementara jaringan relawan dan kelompok-kelompok Kristen telah vokal tentang menawarkan bantuan, banyak pemimpin lokal telah memfokuskan upaya untuk menemukan dan mengisolasi orang-orang dari Hubei. Pada layar besar dan papan iklan, video dan poster propaganda memperingatkan orang untuk tetap di dalam, mengenakan masker dan mencuci tangan.

Di provinsi utara Hebei, satu daerah menawarkan hadiah 1.000 yuan, atau sekitar USD 140, untuk setiap orang Wuhan yang dilaporkan oleh penduduk. Di provinsi timur Jiangsu, karantina berubah menjadi penjara setelah pihak berwenang menggunakan besi untuk menutup pintu rumah keluarga yang baru saja kembali dari Wuhan. Untuk mendapatkan makanan, keluarga tersebut mengandalkan tetangga yang menurunkan perbekalan dengan tali ke balkon belakang mereka, menurut laporan berita lokal.Takut terhadap keselamatan anak-anaknya ketika kondisi di rumah memburuk, Andy Li, seorang pekerja teknologi dari Wuhan yang bepergian dengan keluarganya di Beijing, menyewa mobil dan mulai mengemudi ke selatan ke Guangdong, upaya untuk mencari perlindungan dengan kerabat di sana. Di Nanjing, ia mendatangi setiap hotel sebelum mendapatkan kamar di hotel mewah.Di sana ia mendirikan karantina keluarga yang diberlakukan sendiri selama empat hari, sampai pemerintah setempat memerintahkan semua orang dari Wuhan untuk pindah ke hotel di sebelah stasiun kereta pusat kota. Li berkata bahwa hotel karantina tampaknya tidak memberikan pelayanan dengan baik. Petugas pengantar makanan datang dan pergi, sementara celah di pintu dan dinding tak ditutup sehingga angin bisa bebas masuk."Mereka hanya bekerja untuk memisahkan orang-orang Wuhan dari orang-orang Nanjing," kata Li. "Mereka tidak peduli sama sekali jika orang-orang Wuhan saling tertular."Untuk membantu, dia menjejalkan handuk dan tisu di bawah pintu untuk menghalangi angin."Saya tidak mengeluhkan pemerintah," kata Li. "Akan selalu ada celah dalam kebijakan. Tetapi saya hanya benar-benar khawatir tentang anak-anak saya."

Pihak berwenang menggunakan sistem komputerisasi untuk melacak kartu ID, untuk mengumpulkan orang-orang dari Wuhan. Namun satu artikel tentang sistem ID di The People's Daily, corong Partai Komunis China, termasuk permintaan kepada semua penumpang dalam penerbangan yang terkena dampak dan kereta api untuk melaporkan diri.Jia Yuting, seorang siswa berusia 21 tahun di Wuhan, telah kembali ke kampung halamannya di China tengah selama 18 hari - lebih lama dari masa karantina 14 hari - ketika ia mendapat kabar kakeknya sakit di desa terdekat. Selama membesuk kakeknya, dia mengikuti instruksi setempat yang disiarkan melalui pengeras suara di desa dan mendaftarkan detail pribadinya ke Komite Partai Komunis setempat.Ketika seorang guru sekolah menengah mengulurkan tangan secara acak di aplikasi perpesanan WeChat untuk menanyakan kesehatannya, ia menyadari bahwa datanya telah bocor secara online dan tersebar. Belakangan, dia menerima telepon ancaman dari seorang pria yang tinggal di kota asalnya.Mengapa kamu kembali ke Wuhan? Kamu seharusnya tinggal di sana," ujarnya menceritakan kalimat ancaman yang diterimanya.Pihak berwenang tidak memberinya penjelasan tentang bagaimana hal itu terjadi, dan bersikeras bahwa kebocoran seperti itu tidak mengganggu kehidupannya. Tiga hari setelah kunjungannya ke desa, kakeknya meninggal. Pejabat lokal di sana segera memberi tahu keluarganya bahwa dia tidak akan diizinkan kembali ke desa untuk memberikan penghormatan terakhir pada pemakaman yang berlangsung lebih dari tiga pekan setelah dia kembali dari Wuhan.Saya merasa bahwa penduduk desa tidak tahu apa-apa dan pemerintah tidak membantu; alih-alih itu membocorkan informasi di mana-mana tanpa memberi tahu mereka bahwa saya tidak memiliki gejala apa pun," katanya, menambahkan bahwa dia merasa bersalah dia tidak bisa berada di sana untuk menghibur neneknya.Saya sangat dekat dengan kakek saya. Saya pikir itu tidak manusiawi - itu kejam."

(mdk/pan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Cerita Wanita Calon Pekerja Luar Negeri, Berharap Gaji Besar Meski Tidak Sesuai Prosedur

Cerita Wanita Calon Pekerja Luar Negeri, Berharap Gaji Besar Meski Tidak Sesuai Prosedur

Fatin (23),warga Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat mengaku masih bersedih dan belum menerima kenyataan bahwa dirinya gagal berangkat kerja ke Dubai di 2024.

Baca Selengkapnya
Diwariskan Pada Anak Cucu, Warga Negara China Kelahiran Kebumen Ini Buka Usaha Makanan Indonesia di Negeri Rantau

Diwariskan Pada Anak Cucu, Warga Negara China Kelahiran Kebumen Ini Buka Usaha Makanan Indonesia di Negeri Rantau

Walaupun sudah lama meninggalkan tanah air, Ibu Bunga terdengar lancar berbahasa Indonesia.

Baca Selengkapnya
WNI di Jepang Meninggal Dunia Akibat Covid-19

WNI di Jepang Meninggal Dunia Akibat Covid-19

Warga negara Indonesia (WNI) berinisial SAP yang melewati izin tinggal (overstay) meninggal dunia di Rumah Sakit Sano Ishikai, Tochigi, Kamis (25/1).

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Gara-gara Sakit Hati Oleh Wanita, Pria Asal Papua Ini Lolos Jadi TNI 'Orangtua Menangis Saya Mau Tes'

Gara-gara Sakit Hati Oleh Wanita, Pria Asal Papua Ini Lolos Jadi TNI 'Orangtua Menangis Saya Mau Tes'

Kesal lantaran diselingkuhi dengan sosok tentara, pria tersebut mulai bertekad jadi abdi negara.

Baca Selengkapnya
Air Merembes Deras dari Langit-Langit dan Tembok Rumah Warga di China, Tapi Penyebabnya Bukan Hujan

Air Merembes Deras dari Langit-Langit dan Tembok Rumah Warga di China, Tapi Penyebabnya Bukan Hujan

Ada yang sampai tidur di kamar memakai payung karena rembesan air cukup deras.

Baca Selengkapnya
Cara Mencegah Penularan Virus Nipah, Kenali Gejalanya

Cara Mencegah Penularan Virus Nipah, Kenali Gejalanya

Infeksi virus Nipah dapat dicegah dengan menghindari paparan terhadap babi dan kelelawar serta menerapkan kebiasaan bersih.

Baca Selengkapnya
Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia

Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia

Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.

Baca Selengkapnya
Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%

Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%

"Kondisi luka bakar jenazah 90-100 persen, dalam kondisi hangus,” kata Kabid Dokkes Polda Jawa Barat Kombes Nariyan

Baca Selengkapnya
7 Jenis Hiu Paling Ganas di Dunia, Segera Pergi Jika Bertemu

7 Jenis Hiu Paling Ganas di Dunia, Segera Pergi Jika Bertemu

Ketakutan akan kematian akibat serangan hiu ganas bersifat universal. Yuk, cari tahu jenis-jenis hiu paling ganas dan menakutkan di dunia!

Baca Selengkapnya