Mantan Direktur Blak-blakan Permasalahan di Tubuh Sriwijaya Air
Merdeka.com - Kisruh di tubuh Sriwijaya Air Group ditengarai karena adanya dua kepemimpinan hingga berujung pada rapor merah perusahaan. Dualisme kepemimpinan ini mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil, dan berujung pada rapor merah perusahaan, yakni status hazard, identification and risk assessment (Hira) berstatus merah, artinya berpotensi membahayakan apabila Sriwijaya Air dipaksakan beroperasi.
"Kalau ada dualisme kepemimpinan, sama saja satu kapal ada dua kapten, satu Dirut yang di dalam akta dan satu Dirut urusan kontigensi. Selama ini masalah terjadi. Ini membuat saya sulit berkoordinasi," kata Direktur Operasi Sriwijaya Air, Captain Fadjar Semiarto, seperti dikutip Antara dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/9).
Maka dari itu, dia menyerahkan surat rekomendasi kepada Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I Jauwena untuk menghentikan sementara operasional Sriwijaya Air.
Fadjar dan Direktur Teknik Romdani Ardali Adang pun mengundurkan diri karena kondisi tersebut yang berisiko akan keselamatan penerbangan dan menghindari konflik kepentingan.
"Yang paling berat di dunia penerbangan ini kalau ada dualisme kepemimpinan ini sama saja satu kapal ada dua kapten. Tidak mungkin kapalnya bisa berjalan sesuai target. Setiap orang bisa berpotensi, malah berlawanan arah," katanya.
Namun, Fadjar mengakui akar dari permasalahan hingga polemik seperti ini, yakni diawali konflik dengan Garuda Indonesia, mulai dari komisaris hingga pemecatan tiga direksi Sriwijaya Air.
Sebelumnya beredar rekomendasi penghentian sementara operasional Sriwijaya Air Group dari Direktur Quality, Safety, dan Security Sriwijaya Air Toto Subandoro kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I. Jauwena.
Dalam surat nomor Nomor: 096/DV/1NT/SJY/1X/2019 tertanggal 29 September 2019 yang beredar, Toto menjelaskan, rekomendasi itu diputuskan usai Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang melakukan pengawasan terhadap keselamatan penerbangan Sriwijaya menemukan adanya ketidaksesuaian pada laporan yang disampaikan perusahaan 24 September 2019 pada DKPPU.
Temuan tersebut adalah bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare dan jumlah qualified engineer yang ada di perusahaan ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan.
Termasuk bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerjasama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan Line Maintenance.
Hal ini berarti Risk Index masih berada dalam zona merah 4A (Tidak dapat diterima dalam situasi yang ada), yang dapat dianggap bahwa Sriwijaya Air kurang serius terhadap kesempatan yang telah diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Memasuki arus mudik Lebaran sejumlah maskapai penerbangan menambah frekuensi penerbangannya ke Banyuwangi.
Baca SelengkapnyaLetjen TNI Maruli Simanjuntak menerima Penghargaan dari MURI berkat dedikasinya membantu pengadaan air di Indonesia.
Baca Selengkapnyaurgensi fasilitas air bersih menjadi sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka mengakhiri krisis air bersih di Jakarta.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Potret langit ibu kota yang terlihat abu-abu karena dipenuhi polusi udara.
Baca SelengkapnyaAldioanto (67) terlahir normal sebagai laki-laki, akibat dirumahkan dari suatu perusahaan tempatnya bekerja sebagai pramugara di Garuda Indonesia.
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini heboh pilot-kopilot Batik Air tertidur saat terbangkan pesawat dari Kendari ke Jakarta.
Baca SelengkapnyaMaskapai Citilink, Batik Air dan Super Air Jet mengajukan penambahan slot terbang.
Baca SelengkapnyaMbak Ita membawa sejumlah logistik bantuan berupa air bersih, sembako, selimut yang akan dibagikan kepada warga terdampak.
Baca SelengkapnyaAkibat penembakan tersebut, satu orang penumpang yang mengalami luka ringan.
Baca Selengkapnya