Lika-liku Penurunan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
Merdeka.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, menceritakan awal mula bank sentral Indonesia melakukan pengetatan kebijakan moneternya. Pada periode 2013 hingga 2015, Bank Indonesia pertama kalinya mulai menaikkan suku bunga acuan.
"Tahun 2013 sampai 2015 Bank Indonesia melakukan pengetatan memang secara fundamental cukup ketat," kata Mirza di Kantornya, Jakarta, Selasa (23/7).
Pengetatan yang dilakukan pada masa itu pun bukan tanpa sebab. Kenaikan suku bunga yang dilakukan BI tersebut untuk menutupi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
Namun, setelah melewati periode tersebut, pada 2016-2017 kemudian BI kembali melonggarkan kebijakannya dengan menurunkan suku bunga acuan. Penurunan ini dikarenakan kondisi perekonomian saat itu berlangsung pulih.
"2016 sampai 2017 periode Bank Indonesia menurunkan suku bunga karena angka makro naik inflasi naik sekitar 3 persen. Jadi angka sesuai target. Periode ini defisit dari ekspor impor terkendali," jelasnya.
Akan tetapi memasuki awal 2018, dia menyayangkan CAD kembali meningkat yang disebabkan oleh angka impor yang melesat tajam dibandingkan kondisi ekspornya. Kemudian, ditambah pertumbuhan ekonomi dunia pada waktu itu juga tengah mengalami perlambatan.
"Ekonomi di dunia melambat, China melambat sehingga ekspor melambat bersamaan impor kita meningkat dikarenakan ada proyek infrastruktur yang harus diselesaikan," jelasnya.
Kondisi ini, lanjut dia diperparah dengan adanya perang dagang pada semester II-2018. Di mana, Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat itu menaikan bea masuk terhadap produk China, yang kemudian berdampak pada semua negara.
Melihat kondisi tersebut, akhirnya Bank Indonesia kembali mengambil langkah untuk kembali menaikkan suku bunga acuan. "Jadi kenaikan suku bunga di 2018 merespons capital outflow terjadi akibat perang dagang sehingga Bank Indonesia harus membuat instrumen agar lebih menarik agar tetap berada di Indonesia," bebernya.
Kenaikan tersebut pun tidak bertahan lama, sebab paruh kedua periode 2019 bank sentral Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan. Ini dikarenakan kondisi perekonomian global yang tengah melambat. Bahkan, penurunan ini pun diperkirakan masih akan terus berlanjut.
Sebagai gambaran, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juli 2019 Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan menjadi angka 5,75 persen. BI juga menahan suku bunga Deposit Facility pada angka 5 persen dan Lending Facility 6,5 persen.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga dinilai upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga acuan demi menguatkan stabilitas rupiah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaDengan demikian suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Baca SelengkapnyaThe Fed diperkirakan tak akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat yang menjadi harapan banyak pihak.
Baca SelengkapnyaMencuci dan menyetrika akan mempercepat kerusakan uang.
Baca SelengkapnyaSalah satunya kondisi suku bunga yang masih di level tinggi, walaupun di proyeksikan tidak akan naik lagi.
Baca SelengkapnyaDemi Bantu Kesusahan Warga Soal Ekonomi, Pelda TNI Indro Rela Pinjamkan Uang Tanpa Bunga.
Baca Selengkapnya