Agar Utang Asing Tak Semakin Naik, Indef Minta Pemerintah Pangkas Gaji Pejabat
Merdeka.com - Bank Dunia menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 pemilik utang asing terbesar setelah China, Brasil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki. Utang luar negeri Indonesia pada 2019 mencapai USD 402,08 miliar atau sekitar Rp5.910 triliun (kurs Rp 14.775).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mendesak pemerintah agar segera melakukan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Dia melihat, banyak pembiayaan internal yang memboroskan anggaran, termasuk gaji dan tunjangan para pejabat.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk berani memangkas anggaran kementerian-kementerian atau lembaga secara besar-besaran. “Pemerintah harus berani memangkas gaji dan tunjangan para pejabat. Itu harus dilakukan agar kita punya stock anggaran lebih banyak di 2021,” kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Rabu (14/10).
Dia meminta pemerintah untuk fokus dalam penanganan Covid-19. Sehingga, anggarannya pun harus diperbesar. Menurutnya, pemerintah harus sadar bahwa pada di 2021, Indonesia dan seluruh negara di dunia masih akan berperang melawan Covid-19, yang mana dampaknya akan sangat memukul perekonomian dan keuangan negara.
“Stimulus kesehatan itu rencananya akan berkurang. Dana PEN juga akan dikurangi, padahal tahun depan pertumbuhan ekonomi masih rendah. Soalnya di tahun 2021, gejolak pandemi secara global masih besar,” ujarnya.
Selanjutnya, dia mendesak pemerintah untuk segera melakukan restrukturisasi utang-utang luar negeri. Khususnya utang kepada lembaga bilateral dan multilateral. “Itu harus dinegosiasikan untuk mendapatkan penghapusan utang atau keringanan utang,” ujarnya.
Bhima juga mendorong pemerintah untuk lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan baru negara ini. Jika hal itu dilakukan, maka dia yakin pemerintah tidak akan bergantung pada utang luar negeri lagi.
Terakhir, dia mengatakan bahwa pemerintah salah dalam menyikapi peringkat utang asing Indonesia yang ditetapkan Bank Dunia. Dia melihat, pemerintah terlalu optimis dan terlalu melakukan pembelaan. Padahal, lanjut Bhima, ekonomi Indonesia bisa terguncang jika beban utang tinggi.
“Pemerintah tidak boleh terlalu optimis di tahun 2021, jangan over pede dan menganggap remeh utang. Sayangnya hal buruk pun akan tetap dibilang baik sama pemerintah karena kita memang semakin ketergantungan dengan dana asing,” kata Bhima.
Penjelasan Pemerintah Soal Utang Indonesia
Sebelumnya, pemerintah memastikan struktur ULN Indonesia tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 88,8 persen dari total ULN. Pemerintah mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian (pruden) dan terukur (akuntabel).
Pada paparan perbandingan tersebut, terlihat bahwa utang Indonesia di antara negara-negara tersebut terhitung besar karena ekonomi Indonesia masuk dalam kelompok negara G-20 pada urutan ke-16.
Dengan ekonomi yang besar, utang Pemerintah (tanpa BUMN dan swasta) relatif rendah, yakni 29,8 persen di Desember 2019. Jika dibandingkan dengan 10 negara yang disebutkan dalam beberapa artikel pemberitaan media, sebagian besar utang pemerintahnya diatas 50 persen, sementara posisi Indonesia jauh di bawahnya.
Wakil Menteri Keuangan RI, Suahasil Nazara, menegaskan bahwa utang yang diambil Pemerintah Indonesia merupakan bagian dari suatu proses pembangunan. Sebab, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) saat ini tidak mampu lagi menutup kebutuhan pembiayaan dalam negeri, khususnya untuk memerangi pandemi Covid-19.
"Namun temen-temen semua belanja yang kita tambah saat ini dilakukan di tengah situasi di mana dunia usaha tidak bisa bayar pajak. Di mana kegiatan ekonominya turun, bayar pajaknya menurun. Tetapi kebutuhan belanjanya meningkat. Sehingga menciptakan defisit yang melebar. Artinya pemerintah menerbitkan utang," jelas dia.
Terkait dengan tidak melakukan utang, sebetulnya itu juga menjadi pilihan kebijakan pemerintah. Namun, ada sisi lain yang kemudian menjadi pertimbangan pemerintah. Bisa saja tidak melakukan utang, namun menunda kebutuhan untuk pembiayaan berbagai program pembangunan nasional atau bantuan sosial.
"Bisa tidak, tidak usah menerbitkan utang pemerintah? Bisa, tapi belanjanya mesti turun. Padahal belanja ini harus kita naikkan karena kita ingin membantu perekonomian. Ini kan jadi sesuatu pilihan kebijakan. Jadi temen temen sekalian. Kita menambah utang pada tahun ini," paparnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Naiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.
Baca SelengkapnyaUtang luar negeri pemerintah pada November 2023 sebesar USD 192,6 miliar atau tumbuh 6 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya tiga persen.
Baca SelengkapnyaPosisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Posisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali karena memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen.
Baca SelengkapnyaUtang Indonesia saat ini justru mengalami perbaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Baca SelengkapnyaPosisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun
Baca SelengkapnyaImpor barang modal mengalami persentase penurunan terdalam yaitu turun sebesar 10,51 persen.
Baca SelengkapnyaSudah banyak kasus di Indonesia yang menunjukkan nasabah lebih galak saat ditagih utang.
Baca SelengkapnyaMencuci dan menyetrika akan mempercepat kerusakan uang.
Baca Selengkapnya