Tak punya roadmap, BRTI sering bongkar pasang frekuensi
Merdeka.com - Bongkar pasang frekuensi, yang istilah halusnya adalah penataan spektrum frekuensi itu kembali dilakukan Kementerian Kominfo dan BRTI tahun ini.
Seakan tak ada habisnya, hampir setiap tahun Kominfo dan BRTI disibukkan dengan kegiatan yang disebut penataan frekuensi itu. Frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas. Dalam pengaturannya, setiap negara mesti mengikuti petunjuk dari international telecommunication union (ITU) agar tercipta interoperabilitas antara satu negara dengan negara lainnya.
Masalah interoperabilitas ini sangat penting agar operator memiliki bargaining position yang kuat terhadap vendor sehingga bisa mendapatkan harga yang murah. Komunikasi antar orang antar negara pun bisa dilakukan dengan lancar karena bekerja di frekuensi yang sama.
Bongkar pasang frekuensi setiap tahun ini terjadi karena pemerintah dan BRTI sama sekali tak memiliki roadmap atau pun cetak biru yang jelas terkait perkembangan teknologi dan industri telekomunikasi.
Untuk pita 2,1 GHz saja pemerintah sudah menatanya sampai empat kali dalam 2 tahun terakhir, dan pasti akan ditata kembali setelah lelang frekuensi bekas XL dan Axis.
Sebenarnya sangat disayangkan pemerintah terlalu membuang energi hanya untuk menata frekuensi, sedangkan pengawasan terhadap kualitas layanan ke pelanggan menjadi terabaikan.
Penataan frekuensi diprediksi masih akan berlangsung tahun depan dan berpotensi mengganggu kualitas layanan ke pelanggan.
Di pita 2,3 GHz, pemerintah juga sangat berlarut- larut dalam melelang frekuensi sisanya, padahal sejak awal sudah direncanakan untuk WiMax Mobile. Kini, sisa frekuensi itu bakal dipakai untuk TD-LTE.
Di pita 800 MHz, empat operator CDMA berdesak-desakan yang membuat persaingannya dengan GSM menjadi tidak sehat. Adapun, di pita 900 MHz, dengan hanya menetralkan frekuensi milik Indosat, maka pemerintah membuktikan tak punya roadmap jelas, apalagi untuk pita 1.800 MHz yang juga masih harus ditata karena banyak yang tidak contiguous.
Pemerintah juga punya pekerjaan rumah sangat rumit di pita 2,5 GHz yang menurut International Telecommunication Union (ITU) untuk akses mobile broadband tapi malah dikuasai operator televise broadcasting selebar 150 MHz. Hal senada juga berlaku di pita 3,3 GHz dan 3,5 GHz yang sempat jadi perseteruan antara operator satelit dengan BWA.
Oleh karena itulah, akan lebih baik kalau pemerintah segera menyusun roadmap teknologi ke depan, agar penataan frekuensi hanya dilakukan sekali jadi, dan tidak buang-buang energi.
(mdk/roc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rakor Kominfotik se-NTB itu, diharapkan dapat menghasilkan langkah-langkah konkret dan kesepakatan bersama.
Baca SelengkapnyaHarapannya, langkah itu bisa menambah suplai untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Baca SelengkapnyaDua santri di Kediri, yang didakwa menganiaya rekannya berinisial BBM (14) hingga tewas menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tahun baru, dua warga Blitar ditemukan membusuk dengan kondisi bersimbah darah
Baca SelengkapnyaPasalnya, kata Budi penonaktifan akan dilakukan langsung oleh Kemendagri.
Baca SelengkapnyaKAI juga telah menyiapkan armada kereta tambahan yang difokuskan untuk mengangkut para pemudik
Baca SelengkapnyaDiduga tak bisa mengendalikan kemudi, truk itu menambrak korban hingga membuatnya meninggal di tempat.
Baca SelengkapnyaGerakan itu sebagai bentuk kepanikan lantaran elektabilitas Prabowo-Gibran terus meningkat.
Baca SelengkapnyaBudi menjelaskan, hal ini terjadi sebelum nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berubah menjadi BAKTI.
Baca Selengkapnya