Sosok Idrus Hakimy, Budayawan dan Ulama Legendaris Asal Minangkabau
Dikenal sebagai budayawan yang cukup terkemuka, ia telah melahirkan buku tentang adat Minangkabau dan hubungannya dengan Syariat Islam.
Dikenal sebagai budayawan yang cukup terkemuka, ia telah melahirkan buku tentang adat Minangkabau dan hubungannya dengan Syariat Islam.
Tokoh budayawan merupakan sosok penting dalam melestarikan budaya melalui tulisan-tulisan ataupun aksi nyata.
Tak heran dari segilintir mereka dianggap sebagai pahlawan budaya sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat.
Idrus Hakimy, salah satu tokoh budayawan Minangkabau yang cuku tersohor pada masanya. Ia lahir di Supayang, Tanah Datar pada 29 Juni 1931.
Ia merupakan anak dari H. Abdul Hakim dan Raiyah. Dari ibunya, Idrus adalah anggota Suku Caniago Salo. (Foto: Wikipedia)
Sejak kecil ia dididik oleh ayahnya dengan keras dan disiplin, ia tak segan untuk menghukum Idrus apabila membuat kesalahan.
Selain itu, Idrus dikenal sebagai anak yang pendiam, namun apabila ada yang mengusik ia tak segan untuk melawannya.
Keluarga H. Abdul Hakim memiliki ajaran agama Islam yang cukup kuat. Idrus pun juga belajar dan memperdalam ilmu Islam karena ia merupakan anak laki-laki nomor dua tertua dalam keluarga.
Diharapkan ia mampu membimbing dan mendidik adik-adiknya.
Melansir dari berbagai sumber, Idrus banyak menghabiskan waktu mengaji di surau dan belajar di Volkschool Sumanik pada tahun 1937-1942.
Kemudian ia melanjutkan di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung.
Ketika awal pendidikannya di MTI Candung terganggu oleh masuknya tentara Jepang ke Minangkabau saat itu.
Kemudian ia sempat kembali ke Supayang lalu memimpin Badan Pengamanan Nagari dan Kota dan terlibat di Laskar Muslimin Indonesia.
Saat itu juga, Idrus diangkat menjadi datuk dengan gelar Datuak Rajo Panghulu. Setelah berita kemerdekaan sampai ke Sumatera Barat, ia kembali menuntut ilmu agama di Candung.
Selama berada di MTI Candung, ia sempat menjabat sebagai ketua Persatuan Murid Tarbiyah Islamiyah Candung.
Idrus juga memanfaatkan waktunya dengan belajar adat kepada Syekh Sulaiman ar-Rasuli dan menghadiri muzakarah yang diadakan alim ulama.
Setelah menempuh pendidikan selama empat tahun dan mendapat gelar Dt. Rajo Penghulu, ia mendapat pekerjaan di kantor koperasi Polda Sumatera Tengah.
Saat PRRI lahir di Bukittinggi, ia memutuskan kembali ke Supayang, lalu ia diangkat menjadi wali nagari Supayang.
Kemudian Idrus sempat melakukan komunikasi dengan Saafroedin Bahar, salah satu tokoh petinggi Partai Golkar di Sumbar.
Dengan adanya relasi dengan pemerintahan Orde Lama, ia kemudian membentuk Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) pada 18 Maret 1966.
Selama dirinya berada di LKAAM, ia mengisi siaran tentang adat bersendi syarak di Minangkabau di RRI.
Selain itu ia juga sempat menulis untuk rubrik Harian Haluan. Ia mengisi seminar dan kuliah di berbagai universitas.
Pada 7 November 1966, Dt. Rajo Panghulu diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRD-GR) Sumatera Barat dari fraksi Golkar.
Idrus bertahan di kursi DPRD Sumbar tahun 1987 dan ia cukup berkontribusi sebagai dewan yang mengusulkan gagasan tentang kebudayaan di Sumbar, salah satunya penggunaan Gonjong pada gedung-gedung pemerintahan.
Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu wafat di Padang pada 16 April 2001. Ia dimakamkan di kampung halamannya yaitu Supayang.
Ia juga meninggalkan beberapa karya-karya, di antaranya:
- Pokok-pokok pengetahuan adat alam Minangkabau (1994)
- Pegangan penghulu, bundo kanduang, dan pidato alua pasambahan adat di Minangkabau (1994)
- Rangkaian mustika adat basan di syarak di Minangkabau (1994)
- Buku pidato alua pasambahan adat Minangkabau (1978).
Selain dakwahnya secara langsung, ia juga membagi ilmunya dalam bentuk buku.
Baca SelengkapnyaUlama ini datang ke Tuban jauh sebelum era Wali Songo
Baca SelengkapnyaMakamnya jadi salah satu destinasi wisata religi penting di Surabaya
Baca SelengkapnyaSyekh Jangkung merupakan salah satu tokoh yang sangat melegenda dalam sejarah Islam di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSosoknya sudah menyebarkan ajaran Islam di Kediri jauh sebelum era Wali Songo.
Baca SelengkapnyaUlama besar Aceh ini terkenal dengan karya sastra perang yang cukup tersohor yaitu Hikayat Prang Sabi.
Baca SelengkapnyaSeorang ahli ulama dan tafsir Al-Qur'an ini begitu berjasa terhadap pelajaran Agama Islam agar bisa tercantum di kurikulum nasional.
Baca SelengkapnyaAyah dari Buya Hamka ini adalah sosok ulama tersohor dan pelopor reformis Islam di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAtas jasa-jasa selama hidupnya, namanya ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 13 Agustus 1999.
Baca Selengkapnya