Soal kontroversi format C1 di Sulsel, ini penjelasan KPU
Merdeka.com - Pelaksanaan Pilkada di Sulsel tengah menjadi perhatian khususnya Pilwalkot di Makassar setelah beredarnya gambar hasil penghitungan suara dari scan format C1 di website KPU berbeda dengan format C1 yang tersebar di tengah masyarakat.
Mengenai hal ini, Komisioner KPU Sulsel Divisi Humas dan Data Informasi, Uslimin angkat bicara. Dia menjelaskan mengenai SITUNG atau Sistem Informasi Penghitungan agar tidak berlarut-larut menjadi kontroversi dan spekulasi yang membingungkan masyarakat.
Kata Uslimin, KPU membuat SITUNG atau Sistem Informasi Penghitungan, yang prosesnya adalah meng-upload Scan C1 hasil penghitungan suara di TPS serta hasil rekapitulasi secara berjenjang dari kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Jadi ini adalah real-count karena berupa data dari seluruh TPS. Beda dengan quick count yang berbasis sampel.
Disampaikan Uslimin, tujuan KPU mempublikasikan hasil penghitungan suara dari scan format C1 di portal infopemilu.kpu.go.id merupakan wujud transparansi dan upaya untuk menjaga akuntabilitas proses dan hasil pilkada.
"Kalau ada kesalahan entri data atau hasil, saksi atau tim paslon bisa mengoreksinya pada saat rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Paslon atau publik juga bisa menyampaikan koreksi atas kekeliruan itu melalui media sosial, call center, pusat pengaduan KPU atau melapor ke pengawas pilkada jajaran Bawaslu RI terdekat," ujan dia kepada wartawan, Sabtu (30/6).
SITUNG hanya punya dua fungsi yakni fungsi informasi atas hasil perolehan suara secara cepat karena diupayakan selesai dalam waktu 1X24 jam, bergantung jumlah TPS dan kondisi geografis. Lalu fungsi transparansi.
"Sepanjang punya HP, Laptop, PC dan punya kuota internet, publik bisa mengakses. Jadi tidak perlu menjadi ahli IT utk 'menyedot' data KPU karena bisa didownload setiap saat. Karena publik bisa mengakses maka menjadi warning bagi seluruh jajaran KPU mulai dari PPS, PPK, KPU di kabupaten/kota dan KPU Propinsi agar tidak mengubah-ubah hasil perolehan suara selama proses rekap secara berjenjang berlangsung," tandasnya.
Oleh karena itu, tegasnya, hasil Pilkada yang resmi bukan yang ditayangkan di aplikasi SITUNG melainkan yang dihitung dan direkap secara manual dan berjenjang di tingkat TPS, kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi yang selalu dihadiri pengawas pemilu dan saksi paslon serta sifatnya terbuka utntuk umum. Hasil rekap manual itupun salinannya juga diberikan kepada pengawas pemilu dan saksi. Jadi ada mekanisme kontrol dalam proses itu.
"Jika ada upaya meretas situs KPU, hal itu tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap perolehan suara masing-masing Paslon dalam Pilkada. Karena hasil resmi pilkada direkap secara manual bukan yang ada di SITUNG," tandasnya seraya menambahkan, upaya meretas situs KPU dipastikan dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang dengan sengaja berupaya menimbulkan keresahan, spekulasi dan kecurigaan, terutama bagi orang-orang tidak memahami proses penghitungan dan rekapitulasi suara dalam pemilu atau pPilkada dan orang-orang yang tidak memahami dunia IT dengan baik.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 24.000.953 lembar suara atau 70,09 persen yang sudah didistribusi ke KPU kabupaten/kota di Sulsel.
Baca SelengkapnyaIni terjadi akibat terlambatnya keluar rekomendasi dari Bawaslu.
Baca SelengkapnyaBawaslu mengingatkan PSU tidak dapat dilakukan kembali, sehingga perlu diawasi dengan ketat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
KPU mengakui masih ada 1.223 tempat pemungutan suara yang data formulir model C hasil penghitungan suara tidak sesuai dengan keterangan pada Sirekap.
Baca SelengkapnyaDari 1.692 rekomendasi Bawaslu tersebut, KPU melakukan pemungutan suara ulang, pemungutan suara lanjutan dan pemungutan suara susulan.
Baca SelengkapnyaBeredar informasi jika KPU telah mengubah format debat tanpa dihadiri pendukung atau penonton.
Baca SelengkapnyaSelain dari partai politik (parpol), juga ada gugatan perseorangan dari caleg.
Baca SelengkapnyaKPU Tunda Rekapitulasi Suara di Sulawesi Barat, Ini Alasannya
Baca Selengkapnya“Kami menilai bahwa KPU tidak siap dan tidak cermat sehingga membuat perbedaan isi dan tulisan di amplop,” ujar Acep
Baca Selengkapnya