Kritik Pengecatan Pesawat Presiden, Demokrat Singgung Empati Terhadap Pandemi
Merdeka.com - Pengecatan ulang pesawat kepresidenan dari biru menjadi merah menuai polemik. Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, masalahnya bukan perubahan warna. Apalagi ditarik menjadi persoalan identitas politik.
"Menyikapi polemik pengecatan pesawat kepresidenan yang mengubah warna biru-putih menjadi merah-putih maka kami tegaskan bahwa kritiknya bukan pada persoalan diubahnya warna biru menjadi warna merah, bukan persoalan politik warna atau warna sebagai identitas politik," ujar Kamhar kepada wartawan, Rabu (4/8).
Demokrat mengkritik yang lebih substantif yaitu saat kondisi pandemi dan keterbatasan anggaran. Pemerintah malah sibuk bersolek. Karena itu pihak Istana dinilai tidak punya sensitivitas dan empati.
"Pemerintah malah lebih memperhatikan dandanan atau sibuk bersolek. Sungguh tak punya sensitivitas dan empati dalam menilai situasi dan tak punya kebijaksanaan dalam mengalokasikan anggaran," ujar Kamhar.
Menurut dia, bila argumentasi pemerintah perubahan warna direncanakan jauh hari, malah menunjukan kebodohan dan ketidakpekaan di tengah krisis. Padahal pemerintah sudah diberikan otoritas menggunakan anggaran untuk mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi.
"Namun yang dipertontonkan sungguh berbeda, malah mengalokasikan anggaran untuk pengecatan pesawat yang sama sekali tak ada pentingnya malah tak berhubungan sama sekali dengan upaya mengatasi krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Memaksakan tetap menjalankan program yang disusun di waktu normal dalam situasi krisis adalah bentuk kebodohan yang nyata. Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosionalnya patut dipertanyakan," ujar Kamhar.
Sebelumnya, Stafsus Mensesneg, Faldo Maldini meminta kepada seluruh pihak terkait pengecatan ulang pesawat kepresidenan menjadi merah putih tidak dipolitisir. Diketahui Pesawat Kepresidenan RI mengubah konsep warna menjadi merah putih. Awalnya, pesawat kedinasan Presiden Joko Widodo tersebut berwarna biru muda.
"Kami berharap tidak dipolitisir," katanya dalam pesan singkat, Rabu (4/8).
Dia menjelaskan warna merah putih merupakan pemersatu seluruh masyarakat. Dalam momen tersebut juga kata dia, butuh banyak simbol pemersatu, sebagai penyemangat.
"Kami harap soal warna ini jangan bawa-bawa politik. Kita ingin melihat warna kebanggaan itu di atas langit dunia. Yang lama memang sudah waktunya untuk diganti," ungkapnya.
Dia menjelaskan istilah biru kamuflase itu ada sejak Abad ke-4 dalam catatan peperangan, untuk melakukan pengintaian. Terbukti berhasil. Kalau pesawat tempur kata dia biasanya kebanyakan memiliki warna terang, agar terlihat sama di langit, warna atasnya gelap.
"Tergantung medannya seperti apa, biar sama kaya warna daratan. Itu buat pesawat perang," kata dia.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejumlah kampus besar melakukan petisi hingga deklarasi menyelamatkan demokrasi dan mengkritik Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaAnies menuturkan, ada tiga hal prinsip demokrasi. Yaitu kebebasan berbicara khususnya mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaJK menyatakan bahwa semua pejabat sampai kepala pemerintah, presiden turut diambil sumpahnya agar berlaku adil bagi masyarakat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ia pernah menolak perintah Presiden Soeharto dan menjelaskan kesalahan sang kepala negara memberi perintah tersebut
Baca SelengkapnyaPuan juga mempersilakan masyarakat memberikan penilaian dan menyuarakan aspirasi sesuai yang nuraninya.
Baca SelengkapnyaAHY menegaskan ingin fokus memenangkan Partai Demokrat dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaBahlil menegaskan pihak-pihak yang mengkritisi penyaluran bansos, dapat diartikan pihak tersebut tidak senang masyarakat menerima bantuan.
Baca SelengkapnyaSebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, presiden merupakan penyelenggara pemilihan.
Baca SelengkapnyaSimulasi pencoblosan calon presiden dan wakil presiden dengan surat suara yang hanya menampilkan dua kolom pasang calon menuai kritik dari berbagai pihak.
Baca Selengkapnya