'Tak ada keadilan, revisi UU ketenagakerjaan wajib dilakukan'
Merdeka.com - Undang-undang tenaga kerja yang berlaku saat ini dinilai perlu direvisi karena dinilai tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini. Bahkan, UU No 13 Tahun 2003 tersebut dinilai memperuncing konflik antara buruh dan pengusaha.
Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Mudrajad Kuncoro mengatakan selama 10 tahun terakhir terjadi de-industrialisasi yang terjadi pada industri manufaktur karena mengalami penurunan jumlah tenaga kerja.
"Revisi UU tenaga kerja menjadi wajib hukumnya, apalagi saat ini banyak buruh yang mengancam mogok," jelasnya usai mengisi materi dalam seminar nasional di Gedung Roedhiro Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jumat (1/11).
Dia menilai ada tiga persoalan yang harus dirombak dalam persoalan tenaga kerja, mulai dari kenaikan upah minimum, uang pesangon dan tenaga kerja kontrak atau outsourcing. Menurut Mudrajad, kenaikan upah minimum tiap tahun yang mencapai 44 persen, akan berdampak pada tidak kompetitifnya dunia industri.
"Sehingga sistem pengupahan minimum harus dirombak dengan hanya merevisinya menjadi empat tahun sekali, agar industri bisa tumbuh dengan baik," ujarnya.
Persoalan jumlah pesangon, menurut Mudrajad, juga perlu diperbaiki. Dia menjelaskan, Indonesia merupakan negara yang jumlah pesangonnya terbesar dibanding negara asia lainnya. Terakhir, Mudrajad mengemukakan tenaga kerja kontrak yang masih banyak di Indonesia.
"Karena itulah, sebaiknya pemerintah harus segera merevisi UU tenaga kerja agar tidak menghambat iklim investasi industri,".
Sementara itu, Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan sudah saatnya ada revisi undang-undang tenaga kerja karena dari kedua belah pihak, baik buruh dan pengusaha, mengaku tidak mendapatkan keadilan. "Kedua pihak mengaku tidak mendapat keadilan dalam prosesnya, sehingga memang perlu direvisi," ujarnya.
Lebih jauh, Marzuki mengungkapkan persoalan upah kerja sudah saatnya buruh sejahtera dan perusahaan juga bisa berjalan dengan baik. Dia menyarankan, pengusaha bisa transparan dengan kondisi usahanya.
"Upah buruh, tidak bisa digeneralisasi karena setiap perusahaan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Revisi ini bisa menjadi solusi penetapan upah yang setiap tahun menjadi polemik," katanya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaDengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.
Baca SelengkapnyaMasa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan memastikan bakal merevisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Baca SelengkapnyaBawaslu memastikan, mereka telah menjalankan apa yang menjadi tugasnya sebagai pengawas Pemilu.
Baca SelengkapnyaRegulasi harus memberikan dampak kepada masyarakat setelah ditetapkan.
Baca SelengkapnyaMenaker Ida bilang ada perusahaan yang membayar THR lebih besar dari ketentuan.
Baca SelengkapnyaStudi terkini menunjukkan orang lebih menyukai menjadi pekerja lepas ketimbang sebagai pekerja formal.
Baca Selengkapnya