Sarjana di Indonesia rata-rata antikorupsi
Merdeka.com - Tahun lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menggelar survei indeks perilaku antikorupsi secara nasional. Hasilnya, mayoritas warga Indonesia yang disurvei mencapai rerata indeks 3,55, alias dipersepsikan memahami semangat antikolusi, korupsi, dan nepotisme.
Survei ini dijalankan melalui metode wawancara kepada responden, mengenai pelbagai aspek pelayanan publik. Semisal pengurusan KTP, pemberian uang di saat hajatan, sampai uang damai untuk polisi ketika ada pelanggaran lalu lintas.
"Angka ini naik 0,08 poin dibandingkan survei indeks antikorupsi 2012," kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Jakarta, Kamis (2/1).
Dalam survei ini, indeks yang digunakan merentang dari skala 0-5. Jika indeks nasional di kisaran 0-1,25, maka masyarakat Indonesia dianggap setuju dengan perilaku korupsi. Demikian pula jika indeks 1,25 hingga 2,5, yang masih masuk kategori permisif terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kendati rata-rata warga tahu dampak buruk KKN, namun ada perbedaan persepsi berdasarkan tingkat pendidikan. Lulusan SMP ke bawah indeksnya rata-rata 3,55, sedangkan SMA 3,82. Untuk lulusan SMA, indeksnya konsisten tinggi dibanding survei 2012, yakni dari 3,93 menjadi 3,94.
"Kalau dilihat menurut tingkat pendidikan, yang lulusan sarjana muda atau di atasnya, semakin antikorupsi," ujarnya.
Dari pantauan BPS, naiknya persepsi negatif publik terhadap perilaku korupsi, dipengaruhi sepak terjang penegak hukum yang intensif menangkap tersangka pemberi suap, maupun pelanggaran lainnya.
"Jadi bisa saja karena melihat banyak yang tertangkap, banyak tersangka yang diciduk, makanya takut juga sama korupsi," kata Suryamin.
Substansi perilaku korupsi yang ditanyakan pada responden antara lain penyuapan, pemerasan dan nepotisme. Kenaikan sikap antikorupsi ini meningkat baik di kota maupun desa.
Dibanding survei 2012, warga kota kini sikap antikorupsinya di level 3,71, setelah sebelumnya 3,66. Demikian pula warga desa, kini di kisaran 3,55 dari sebelumnya 3,46.
Sampel yang diteliti BPS mencapai 10.000 rumah tangga, dengan wawancara dilakukan kepada kepala rumah tangga, baik itu laki-laki maupun perempuan. Survei digelar selama 1-15 November 2013, di 170 kabupaten/kota di Tanah Air.
Survei ini, menurut Suryamin dapat menjadi pemerintah untuk mengukur efektivitas birokrasi, penegakan hukum, maupun keberhasilan pembangunan.
"Kalau masih banyak masyarakat mengatakan boleh saja menyogok, korupsi akan susah turunnya. Survei ini bisa menggambarkan hal tersebut," ucapnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.
Baca SelengkapnyaOJK menegaskan komitmennya dalam meningkatkan budaya antikorupsi demi menjaga integritas dan kredibilitas sebagai otoritas di sektor jasa keuangan.
Baca SelengkapnyaDi sini pengunjung bisa mendapatkan literasi seputar antikorupsi dengan mudah dan gratis.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Polri juga menetapkan 887 tersangka tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) sepanjang tahun 2023.
Baca SelengkapnyaJadi Tersangka Korupsi Rp2,3 Miliar, Kadisdik Riau Ditahan Jaksa
Baca SelengkapnyaSYL terjerat kasus korupsi dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung menetapkan enam tersangka korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Baca SelengkapnyaDalam kasus timah, merugikan negara mencapai ratusan triliun rupiah.
Baca SelengkapnyaPeran Adik Kakak Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie dan Fandy Lingga dalam Kasus Korupsi Timah
Baca Selengkapnya