Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profesor Hukum: Tidak Mungkin Ferdy Sambo Cs Divonis Bebas

Profesor Hukum: Tidak Mungkin Ferdy Sambo Cs Divonis Bebas Sidang Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan memasuki vonis atau putusan. Setelah nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan dibacakan para terdakwa, tinggal dua tahap yakni replik duplik sebelum palu vonis hakim diketok.

Dalam pembelaannya kelima terdakwa yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Richard Eliezer alias Bharada E kompak memohon agar majelis hakim bisa menjatuhkan vonis bebas atau lepas dari tindak pidana mereka.

Lantas, apakah mungkin vonis tersebut dijatuhkan Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso?

Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho memandang permintaan dalam pleidoi kelima terdakwa jika meminta untuk mendapat vonis bebas atau lepas sangatlah kecil kemungkinan dikabulkan majelis hakim.

"Bebas lepas tidak mungkin. Bebas itu tidak mungkin, bebas itu tidak terbukti seperti yang dirumuskan dalam dakwaan. Kalau lepas itu terbukti, tapi bukan merupakan tindak pidana," beber Hibnu saat dihubungi merdeka.com, Kamis (26/1).

Sebab, jika terdakwa berharap mendapatkan vonis bebas atau lepas maka sesuai KUHP harus memuat unsur alasan pembenar dan alasan pemaaf yang diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 51 KUHP. Termasuk, alasan Pembelaan terpaksa (noodweer) sebagimana ketentuan Pasal 49 Ayat (1) dan (2) KUHP.

Dari alasan tersebut, Hibnu berpendapat sulit rasanya untuk masuk jadi keyakinan hakim. Karena, alasan pemaaf tidak bisa karena mereka semua dirasa mampu dan telah bertanggung jawab.

"Alasan pembenar, itu perintah salah. Perintah Sambo kan gak mungkin perintah menembak orang, loh perintah menembak penjahat baru benar. Jadi enggak bisa ada alasan pembenar. Jadi untuk bebas atau lepas tidak mungkin menurut saya," kata dia.

Meski sulit rasanya mendapat vonis bebas atau lepas, namun sejumlah alasan dari kelima terdakwa lebih tepatnya bisa masuk ke petimbangan meringankan dari majelis hakim nanti dalam vonis.

Seperti Bripka RR, Kuat Maruf, dan Putri yang mengklaim tidak mengetahui rencana penembakan Brigadir J. Lalu, alasan Putri dalam pembelaannya, turut menyertakan anak-anaknya yang masih butuh perawatan dari orang tua.

Kemudian, Bharada E yang mengaku tidak bisa menolak perintah atasan hingga akhirnya menuruti perintah menembak Brigadir J. Hingga Ferdy Sambo yang dalam kondisi emosional sampai berakhir penembakan Brigadir J.

"Ya mudah-mudahan bisa, jadi alasan meringankan hukumannya karena dia tidak tahu atau adanya relasi kuasa. Bisa, pertimbangan meringankan anak itu bisa," jelasnya.

"Bisa juga pertimbangan emosional, alasan turut serta, atau unsur emosional karena perencanaan itu syaratnya harus dalam kondisi tenang. Jadi yang dipakai itu emosional bisa jadi meringankan. Arahnya kesana," tambah dia.

Namun sisi lain, Hibnu memandang terkait adanya upaya agar perkara pembunuhan Brigadir J ditarik keluar dari pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP. Jadi pembunuhan biasa pasal subsider 338 KUHP, sulit dilakukan.

"Agak sulit ya, karena dari fakta persidangan kejadian dari Magelang. Jadi agak sulit. Terus ada disiapkan senjata kemudian memberikan reward Rp500 juta itu sangat sulit dikatakan tidak ada perencanaan," terangnya.

Sehingga, ia menilai jika hakim akan memvonis tetap sesuai dengan tuntutan yang dipakai JPU dalam pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP. Meski begitu, ia mengimbau agar tetap menghormati segala hasil putusan nanti.

"Jadi semua itu berdasarkan bukti. Jadi masalah asumsi itu saya kira diabaikan. kembali pada bukti. Oleh karena itu percayakan kepada persidangan yang ada," imbaunya.

Pleidoi Para Terdakwa

Bripka RR

Sejauh ini kelima terdakwa telah membacakan pleidoi atas tuntutan JPU, seperti Bripka RR yang dituntut delapan tahun penjara. Ia memberikan pembelaan tidak terlibat dalam rencana pembunuhan Brigadir J.

"Dalam berkas surat tuntutan tidak pernah menyebutkan perintah pengawasan dan pengawalan disampaikan oleh siapa kepada siapa, serta kapan perintah itu disampaikan. Dimulai dari pembagian tempat duduk saat berangkat ke Jakarta yang tidak didukung satupun keterangan saksi atau bukti," kata Bripka RR dalam pleidoi.

Hingga, ketika Bripka RR yang tiba di rest area tol saat perjalanan dari Magelang, ke Jawa Tengan sempat menuju kamar kecil. Hal itu, karena dirinya yang meminta kepada Patwal melalui HT, karena ingin buang air kecil.

"Jika memang harus diawasi, maka semestinya saya tidak boleh melepaskan pengawasan saya ketika di Saguling dipanggil oleh Bapak Ferdy Sambo," ucapnya.

Kuat Maruf

Sementara Kuat Maruf atas tuntutan delapan tahun, ia turut melayangkan pembelaan kalau dirinya tidak memahami terkait proses hukum yang dihadapinya. Dengan klaim tidak pernah mengetahui adanya perencanaan pembunuhan Brigadir J.

"Padahal dalam persidangan sangat jelas terbukti saya tidak pernah membawa tas atau pisau yang didukung oleh keterangan para saksi dan video rekaman yang ditampilkan," katanya.

Padahal, kata Kuat, perihal pisau yang dibawa dari Magelang tidak ada keterkaitan dengan perencanaan pembunuhan. Karena semata-mata hanya untuk melindunginya ketika terjadi keributan dengan Brigadir J di Magelang.

"Kemudian saya dianggap juga telah sekongkol dengan Pak Ferdy Sambo, namun dalam hasil persidangan saya tidak ada satupun saksi atau rekaman lainnya kali lainnya saya bertemu dengan Sambo di Saguling," ujar dia.

Ferdy Sambo

Sementara untuk Ferdy Sambo dalam pembelaan atas tuntutan seumur hidup. Mantan Kadiv Propam Polri itu menyatakan jika kejadian pembunuhan Brigadir J bukan suatu tindak pidana yang direncanakan.

"Bahwa sejak awal saya tidak merencanakan pembunuhan terhadap korban Yosua karena peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan," kata Sambo saat sidang.

Selain kondisi emosional, Sambo juga mengakui telah bercerita tidak benar mengenai tembak-menembak di rumah Duren Tiga 46. Sebagaimana skenario palsu yang disusun saat awal kasus.

"Saya telah menyesali perbuatan saya, meminta maaf dan siap bertanggungjawab sesuai perbuatan dan kesalahan saya," tuturnya.

Putri Candrawathi

Di sisi lain, Terdakwa Putri Candrawathi turut meminta belas kasih kepada Majelis Hakim agar mendapat keringan dalam vonis. Dengan menjelaskan kondisi anak-anaknya yang ikut terdampak akibat peristiwa hukum orang tuanya.

Harapan belas kasih Putri kepada Hakim ini tertuang sebagaimana dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan delapan tahun jaksa penuntut umum (JPU), dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Saya memohon kepada yang mulia untuk berbelas kasih kepada saya, untuk anak-anak saya yang selama berbulan- bulan menghadapi berita-berita yang kurang baik terhadap kedua orang tuanya," ujar Putri Candrawathi saat bacakan pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (25/1).

Dengan suara terdengar terisak dan terjeda sesaat menyinggung kondisi anak-anaknya yang ikut terpukul atas perkara kedua orang tuanya. Putri pun memberi judul pleidoinya menyinggung soal anak, 'Jika Tuhan Mengizinkan, Saya Ingin Kembali Memeluk Putra-putri Kami'.

"Saya ingin menjaga dan melindungi anak-anak kami, mendampingi mereka, dan kembali memeluk mereka serta menebus segala kegagalan saya sebagai seorang ibu," ujar Putri.

Bharada E

Terakhir, Richard Eliezer alias Bharada E turut dalam nota pembelaan atau pleidoi, atas tuntutan 12 tahun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Saya beri judul, 'Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?'," kata Bharada E saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (25/1).

Dalam pembelaannya, Bharada E menyampaikan akan tetep berpegang teguh pada kejujurannya. Baginya, kejujuran akan membawanya pada keadilan dan kebenaran.

"Apakah saya harus bersikap pasrah terhadap arti keadilan atas kejujuran? Saya akan tetap berkeyakinan, bahwa kepatuhan, kejujuran adalah segala -galanya dan keadilan nyata bagi mereka yang mencarinya," katanya.

Dengan itu, Bharada E berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil dalam perkara ini. Dengan memasrahkan diri kepada Tuhan atas apapun keputusan yang ditetapkan oleh majelis hakim.

"Bahwa sekalipun demikian, apabila Yang Mulia Ketua dan anggota majelis hakim sebagai wakil Tuhan ternyata berpendapat lain, maka saya hanya dapat memohon kiranya memberikan putusan terhadap diri saya yang seadil-adilnya," ujarnya.

"Kalaulah karena pengabdian saya sebagai ajudan menjadikan saya seorang terdakwa, kini saya serahkan masa depan saya pada putusan majelis hakim. Selebihnya saya hanya dapat berserah pada kehendak Tuhan," tambah Bharada E.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ferdy Sambo Cs hingga Kapolri Tidak Hadir, Sidang Gugatan Orangtua Brigadir J Ditunda
Ferdy Sambo Cs hingga Kapolri Tidak Hadir, Sidang Gugatan Orangtua Brigadir J Ditunda

Keluarga Brigadir J menggugat Ferdy Sambo Cs hingga Kapolri karena menilai melakukan Perbuatan Melawan Hukum.

Baca Selengkapnya
Firli Ajukan 3 Profesor Hukum Sebagai Saksi Meringankan di Kasus Pemerasan SYL
Firli Ajukan 3 Profesor Hukum Sebagai Saksi Meringankan di Kasus Pemerasan SYL

Ketiga pakar bidang hukum itu merupakan saksi meringankan Firli saat gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Baca Selengkapnya
Hukuman Mati Ferdy Sambo Dianulir MA, Mahfud MD: Sudah Final, Mari Kita Terima
Hukuman Mati Ferdy Sambo Dianulir MA, Mahfud MD: Sudah Final, Mari Kita Terima

Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis hukuman mati Fredy Sambo. Eks Kadiv Propam Mabes Polri hanya diganjar pidana penjara seumur hidup.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Divonis 14 Tahun Penjara, Rafael Alun Masih Pikir-Pikir Lawan Putusan Hakim atau Tidak
Divonis 14 Tahun Penjara, Rafael Alun Masih Pikir-Pikir Lawan Putusan Hakim atau Tidak

Dikarenakan kedua belah pihak belum menerima putusan, hakim menyatakan vonis ini belum in kracht, atau belum berkekuatan hukum tetap.

Baca Selengkapnya
Keluarga Brigadir J Gugat Perdata Ferdy Sambo Cs, Kapolri hingga Presiden RI Rp7,5 Miliar
Keluarga Brigadir J Gugat Perdata Ferdy Sambo Cs, Kapolri hingga Presiden RI Rp7,5 Miliar

Komarudin menambahkan kerugian yang dialami oleh kliennya setelah dihitung mencapai Rp7,5 miliar dan itu merupakan kerugian materiil.

Baca Selengkapnya
Bawaslu Putuskan Gibran Langgar Pergub DKI saat Bagi-Bagi Susu di CFD
Bawaslu Putuskan Gibran Langgar Pergub DKI saat Bagi-Bagi Susu di CFD

Bawaslu memutuskan cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka melanggar Pergub DKI usai bagi-bagi susu di CFD

Baca Selengkapnya
Momen Brigjen TNI Faisol Gagah Sambut Menteri Pensiunan Jenderal Darah Kopassus
Momen Brigjen TNI Faisol Gagah Sambut Menteri Pensiunan Jenderal Darah Kopassus

Komandan Korem 061/Surya Kencana Brigjen TNI Faisol Izuddin Karimi kedapatan menyambut sosok Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya
Otto Hasibuan Sindir Gugatan Pilpres Anies-Cak Imin Baru Persoalkan Gibran Jadi Cawapres: Ini Sikap Inkonsistensi
Otto Hasibuan Sindir Gugatan Pilpres Anies-Cak Imin Baru Persoalkan Gibran Jadi Cawapres: Ini Sikap Inkonsistensi

Otto menilai gugatan PHPU kubu capres dan cawapres 01 yang meminta agar Gibran didiskualifikasi dianggap tidak relevan.

Baca Selengkapnya
Kesejahteraan TNI Diungkit dalam Debat Ketiga Capres, Berapa Gaji Anggota TNI Tahun Ini?
Kesejahteraan TNI Diungkit dalam Debat Ketiga Capres, Berapa Gaji Anggota TNI Tahun Ini?

Anies Baswedan menyebut banyak prajurit TNI belum punya rumah, tapi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto menguasai lahan 34.000 ha.

Baca Selengkapnya