Polisi kerap tak bisa jadi 'problem solver' di daerah konflik

Merdeka.com - Wakil Koordinator KontraS Chris Biantoro menilai kehadiran kepolisian di tengah wilayah rawan konflik kerap tidak bisa menjadi mediator atau penyelesai masalah. Justru, menurut Chris, kepolisian acap kali menimbulkan benturan dengan masyarakat.

"Polisi hadir membuat benturan dengan masyarakat tanpa melihat akar masalah, seperti beberapa kasus agraria dan juga kasus tambang di Bima," kata Chris dalam seminar bertajuk 'Polri dan Penegakan Hukum di Wilayah Konflik' di Jakarta, Rabu (29/10).

Hal itu menurut Chris karena polisi tidak memiliki panduan dalam penanganan konflik terutama menyangkut konflik Sumber Daya Alam (SDA) dan agraria.

"Polisi hanya tegas kepada rakyat dan polisi kerap jadi tumbal pemodal," katanya.

Lebih jauh, Chris membeberkan data hasil penelitiannya bahwa selama tahun 2013 aparat kepolisian paling besar dalam melakukan tindak kekerasan dalam penanganan konflik dengan besaran mencapai 30 persen.

Untuk itu Chris mengimbau seharusnya kepolisian lebih mampu melakukan tindak preventif dan melihat konflik secara lebih mendasar sehingga dapat diselesaikan hingga ke akarnya.

"Harusnya polisi lebih mampu melakukan tindak preventif dan hadir sebagai problem solver," tukasnya.