Pihak korban LP Cebongan tetap minta Polda DIY tanggung jawab
Merdeka.com - Tim Investigasi TNI AD, berhasil mengungkap pelaku penyerangan lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Pelaku yang diketahui berjumlah 11 orang tersebut merupakan anggota Grup 2 Kopassus Kartosuro.
Meskipun kasus ini telah diungkap, kuasa hukum korban, Rio Rama Baskara mengaku, akan tetap meminta pertanggungjawaban Polda DIY atas peristiwa penembakan yang telah menewaskan kliennya.
"Kita mengapresiasi dan berterimakasih kepada TNI, tapi jangan sampai pengungkapan ini membuat terlena akan perkaranya. Di mana Polda DIY harus bertanggung jawab atas peristiwa ini," ujar Rio saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (6/5) malam.
Pertanggungjawaban yang dimaksud Rio terkait pemindahan keempat kliennya itu oleh Polda DIY dinilai sangat janggal. Karena dalam hal ini Polda DIY tidak memberikan aspek pengamanan yang baik saat dipindahkan.
"Ada beberapa kejanggalan di antaranya, pihak polda saat itu memindahkan keempat orang ini dari Polres Sleman ke Polda DIY katanya karena faktor keamanan. Tapi kenapa saat dipindahkan ke Polda malah dipindah lagi ke Lapas kelas II, dengan alasan ruang tahanannya mau direnovasi. Kalau memang untuk pengamanan seharusnya dibalikin ke Polres" ujarnya.
Kejanggalan lainnya, dikatakan Rio, adalah setelah peristiwa penembakan tersebut pihak kepolisian terkesan lepas dari tanggung jawabnya. Seharusnya saat mengetahui peristiwa tersebut pihak polisi langsung melakukan pemeriksaan kepada setiap orang yang melintas di daerah DIY untuk bisa mengetahui para pelaku.
"Bagaimana pun tanggung jawab keamanan Polda, di sinikan usai melakukan penembakan para pelaku sempat membuang bukti cctv ke sungai Bengawan Solo. Seharusnya usai mereka (Kopassus) melakukan penyerangan polisi sudah dapat meminimalisir para penembak, biasanya kalau ada kejadian lakukan razia, ini tidak ada," jelasnya.
Lebih lanjut Rio mengatakan, setelah terungkapnya kasus ini, dirinya meminta kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali membentuk tim pencari fakta gabungan yang terdiri dari TNI dan Polri. Tim gabungan ini, menurut Rio adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya penyerangan tersebut apakah karena kelalaian polisi atau memang sudah direncanakan sebelumnya oleh kesebelas anggota Kopasus tersebut.
"Kita jangan terlena dengan pengungkapan ini karena ini kan menurut versi TNI. Jadi kami berharap agar Presiden Indonesia membuat tim pencari fakta gabungan yaitu TNI dan Polri serta lembaga yang terkait, untuk dapat mengetahui bagaimana proses penyerangan tersebut bisa terjadi," tandasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kuasa hukum menegaskan korban tidak memiliki motivasi lain seperti yang disebut jenderal bintang dua itu.
Baca SelengkapnyaDiduga pelaku juga melakukan kekerasan fisik terhadap korban
Baca SelengkapnyaPolda Papua akan merekrut 2.000 pemuda untuk menjadi Bintara yang akan ditempatkan di polres
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Korban yang mengalami luka serius itu merupakan sopir mobil pikap.
Baca SelengkapnyaKapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.
Baca SelengkapnyaSeorang pedagang dikagetkan dengan temuan sekantong plastik. Plastik tersebut berisi peluru dan granat di pinggir kali.
Baca SelengkapnyaKorban pertama kali ditemukan oleh warga yang ingin memancing di dekat Pulau Pari.
Baca SelengkapnyaBerani terabas hujan untuk temui rakyat, begini potret anak jenderal polisi saat belusukan menjelang Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPelaku langsung melarikan diri hingga akhirnya diamankan polisi di tempat persembunyiannya di Cengal
Baca Selengkapnya