Kaya energi, di Bintuni Papua Barat listrik cuma 12 jam saja
Merdeka.com - Persoalan pemerataan listrik atau elektrifikasi menjadi tantangan besar bagi PLN hingga kini. Di kota-kota besar, listrik dirasakan secara berlimpah oleh warganya. Namun, di wilayah pelosok yang jauh dari pembangkit, listrik menjadi barang mewah. Kegiatan perekonomian dan pelayanan publik pun turut terganggu.
Di Kalimantan dan Sumatera, seringkali kita mendengarkan keluhan masyarakat soal pemadaman bergilir. Nah, di Papua apalagi. Meski begitu, warga sepertinya sudah pasrah karena kondisi seperti itu berlangsung setiap hari dan sudah bertahun-tahun.
Di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat misalnya. Wilayah yang merupakan pecahan dari Kabupaten Manokwari 10 tahun yang lalu itu, listrik hanya menyala 12 jam saja.
"Di sini, listrik hidup dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Siang tidak ada listrik," kata Basri, pendatang asal Sulawesi saat berbincang dengan merdeka.com awal pekan lalu.
Akibatnya, warga yang membutuhkan listrik, harus mengeluarkan uang untuk membeli genset. Harga per unitnya mulai dari Rp 5 jutaan hingga puluhan juta rupiah. Tergantung kebutuhan masing-masing. Untuk genset ukuran standar, warga Bintuni harus menyediakan 10 liter solar per hari tentu saja dengan harga yang mencapai Rp 9.000 per liter. Jika BBM sedang langka, solar bisa mencapai Rp 15.000 per liter.
Dengan kondisi seperti itu, warga Bintuni membiasakan diri memaksimalkan kegiatan yang menggunakan listrik di malam hari saja. Beberapa toko di Jalan Raya Bintuni memilih buka hingga larut malam. Tailor atau penjahit pun lebih banyak bekerja di malam hari. Namun bukan berarti malam hari bebas pemadaman. Sudah sering pemadaman bergilir terjadi. Bintuni pun gelap gulita.
Sementara di Kantor Penyuluhan, Pelayanan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) Teluk Bintuni, pelayanan kepada wajib pajak tetap dilakukan sesuai jam kerja.
"Kita punya genset, tapi tidak dinyalakan penuh siang hari. Jika ada kebutuhan saja kita pakai. Kita berhemat pakai genset," ujar Cornelius Imbiri, salah satu pegawai KP2KP Bintuni yang berbincang dengan merdeka.com.
Untuk berkas yang masuk dan pengolahan data, Cornelius mengatakan, sebagian besar diproses malam hari. Rata-rata setiap hari ada 10 sampai 20 wajib pajak yang dilayani. "Paling ramai sekitar tanggal 20 ke atas setiap bulan," ujar pria asli suku Serui ini.
Di Bintuni, sumber listrik saat ini berasal dari pembangkit milik PLN yang mengandalkan konsumsi BBM. Untuk menghemat pemakaian BBM maka aliran listrik cukup 12 jam saja setiap hari.
Ironis memang, padahal wilayah Bintuni kaya dengan sumber daya alam migas. Sejak zaman Belanda masih menduduki Papua, banyak sumur minyak yang berproduksi. Sebagian masih bertahan hingga kini. Belum lagi, potensi gas alam yang luar biasa yang sedang dieksplorasi oleh perusahaan raksasa asal Inggris, British Petroleum (BP).
Hingga akhir bulan Juni lalu, jaringan kabel transmisi listrik sedang disiapkan. BP berencana memasok listrik dari pembangkit yang menggunakan tenaga gas alam bagi warga Bintuni dan sekitarnya. Namun pemasangan jaringan hingga awal bulan Juli ini masih jauh dari kata selesai.
Warga Bintuni pun harus terus menunggu dan bersabar menikmati listrik di siang hari.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pertamina Patra Niaga kini mempersiapkan diri untuk memenuhi lonjakan konsumsi energi saat Tahun Baru 2024.
Baca SelengkapnyaPLN mengonfirmasi bahwa kondisi pasokan listrik hari ini di Tarakan memang defisit lantaran beban puncak berada di atas daya pasok.
Baca SelengkapnyaEnergi listrik termasuk kebutuhan primer bagi masyarakat.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah ditetapkan menjadi pemasok energi tetap oleh Badan Otorita IKN Nusantara.
Baca SelengkapnyaRealisasi capaian pembangkit pada periode 2023 sebesar 4.182,2 megawatt.
Baca SelengkapnyaIndonesia perlu menyiapkan teknologi dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) guna mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut.
Baca SelengkapnyaSistem kelistrikan Nusa Penida akan ditambah kembali dengan pembangkit hijau sebesar 14,5 MW.
Baca SelengkapnyaFokus pemerintah dalam percepatan transisi energi Indonesia masih mengarah pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Baca SelengkapnyaTerungkap, Ini Sumber Energi Listrik Jadi Andalan untuk Penuhi Kebutuhan 35 Tahun ke Depan
Baca Selengkapnya