Adu sabetan antar keturunan Tengger
Merdeka.com - Ojung atau Ojung-Ojungan menjadi salah satu ritual Suku Tengger di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang dalam merayakan puncak hari raya Yadnya Karo ke-238. Para lelaki dewasa secara bergantian saling mencambuk atau menyabetkan sebatang rotan, dengan diiringi musik gamelan bertalu-talu.
Kendati Ojung mengandung unsur kekerasan dan hanya diikuti lelaki dewasa, ritual tersebut justru dipercaya untuk mempererat hubungan kekeluargaan. Ojung justru menjauhkan hal-hal yang memicu pertengkaran antar sesama keturunan Tengger.
Warga berkumpul di depan rumah Kepala Desa, Selasa (6/10) sore dengan membuat sebuah lingkaran sebagai arena pertarungan. Acara itu digelar setelah seluruh warga selesai menggelar acara Sedekah Pangonan.
Secara bergantian, satu memukul yang lain tadah atau menangkis serangan. Namun tetap sportif tidak boleh melanggar aturan yang ditetapkan, salah satunya memukul wajah atau bagian membahayakan lainnya.
Para lelaki mengantre untuk bisa mendapat kesempatan bertarung. Masing-masing mencari musuh yang disukai, sambil memilih rotan yang akan digunakan.
Sebelum bertarung mereka harus membuka baju, dan melengkapi diri dengan sarung yang dililitkan di pinggang. Tidak lupa juha harus memakai kopyah hitam yang dipasangkan dengan posisi miring. Keduanya mengawali dengan swit untuk menentukan yang lebih dahulu memukul.
Suasana pertarungan pun penuh keceriaan dengan canda dan tawa. Masing-masing akan membuat trik bagaimana agar tadah (tangkisan) bisa dibobol. Saat itulah muncul aneka gerakan-gerakan yang mengundang tawa.
Betapa saat tadah sudah maksimal ternyata sabetan batal dilayangkan, atau ketika mendorong lawan hingga ke arah penonton. Kendati terjatuh dan terluka, mereka tertawa lepas dan tetap mengolok-ngolok.
Saat gagal membuat luka di tubuh lawan, para penonton mengolok-olok dengan penuh tawa, begitu pun saat terkena sabetan rotan, juga akan mendapat olok-olokan.
"Celukna ambulans ini ayo, selak semaput mengko (panggil ambulans, nanti keburu pingsan)," kata salah seorang penonton yang disambut tawa warga, sambil mengoleskan balsem di bekas luka sabetan. Setiap peserta yang terkena sabetan akan diolesi balsem yang sudah mendapat doa.
"Panas-panas, dibales ae ben bocor," kata penonton lain.
Uniknya lagi, selama bertarung kedua belah pihak sering mengeluarkan kalimat-kalimat bernada tantangan. Namun semua tidak lebih dari strategi agar lawan terlengah, hingga memiliki kesempatan mengayunkan rotan.
"Wis miliya (pilih) yang penak, geger (punggung), tangan!," katanya bernada menantang.
Kendati bertarung sengit dan saling melukai, usai bertarung keduanya akan saling bersalaman dan berpelukan. Bahkan sempat terjadi kecurangan, karena ayunan rotan menyabet muka dan pundak, keduanya tetap mengakhiri dengan saling memaafkan.
"Harus tetap menjaga persaudaraan, tidak ada yang tersakiti, sama-sama keturunan Tengger," kata Ngatono (62), salah seorang tokoh masyarakat.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rasa kesepian bisa kita alami secara tiba-tiba, penting untuk mengenalinya secara tepat walau kadang kondisi ini tidak disadari.
Baca SelengkapnyaBerkas Dua Tersangka Penganiayaan Santri di Kediri Diserahkan ke Kejari, Sisanya Masih Diproses
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Seorang pemuda di Maros, Sulawesi Selatan, MA (22) gelap mata setelah ditegur karena membawa pacarnya ke rumah. Dia tega membunuh kakak kandungnya AA (31).
Baca SelengkapnyaPelaku berusia 70 tahun itu sudah tetapkan sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaPendengar kesenian ini konon bisa hilang kesadaran dan ikut menari.
Baca SelengkapnyaSebanyak 14 remaja memilih melompat ke Sungai Cisanggarung Losari, Brebes untuk menghindari tawuran.
Baca SelengkapnyaTatarucingan adalah sejenis teka-teki atau tebak-tebakan yang biasa dilakukan oleh orang Sunda sebagai hiburan.
Baca SelengkapnyaCinta kasih adik terhadap kakak kadang terjalin dengan cara yang tak biasa.
Baca Selengkapnya