Merdeka.com - Di bioskop jaringan Cineplex21 saat ini sedang diputar film Hunger Games. Film Hollywood yang masuk dalam Box Office itu, merupakan trilogi kedua dengan judul Hunger Games - Catching Fire. Pemeran utamanya, Jennifer Lawrence yang memerankan sebagai Katnis (tokoh utama dalam film tersebut).

Bagaimana ceritanya, silakan Anda menuju ke bioskop. Tapi, pakaian yang dikenakan oleh Jennifer dalam film tersebut memukau banyak orang. Terutama yang gaun putih ruffle. Di bagian atasnya terdapat detail kristal dari bahan organza dengan hiasan metal di bagian bahu bagai kobaran api.

Tahukah Anda, bahwa baju yang dipakai Jennifer adalah rancangan Tex Saverio, perancang desain mode asli Pluit, Jakarta yang dilahirkan pada 28 Agustus 1984. Lelaki yang biasa disapa Rio itu, bisa mendapatkan kesempatan demikian setelah mendapatkan kontak dengan Trish Summerville yang merupakan costume designer Hunger Games.

Beberapa kali Rio dan Tris Summervile melakukan pembicaraan melalui skype, untuk membahas peran serta Rio dalam bagian di film tersebut. Melalui serangkaian pembicaraan, akhirnya disepakati bahwa model baju yang diharapkan Trish adalah seperti yang dipakai Katnis (Jennifer Lawrence) di film tersebut.

Peran serta Tex sebagai anak Indonesia memang tidak segegap gempita Joe Taslim yang main di film Fast & Furious 6 yang baru saja aktornya Paul Walker meninggal. Maklum, peran Rio mungkin cuma orang di balik layar yang tidak muncul di cerita itu sendiri. Namun demikian, peran itu menjadi penting karena baju rancangannya memiliki aksentuasi yang kuat.

Rio, bukan kali ini saja mendapat kesempatan internasional. Baju rancangannya, yang diberi judul La Glacon pernah dipakai Lady Gaga dalam beberapa tour panggungnya. Rancangan lainnya dipakai bintang Kim Kardarshian untuk pemotretan majalah Elle. Setelah rancangannya dipakai Lady Gaga, Kardarshian dan selebritas lainnya, rancangan Rio kini jadi incaran selebritis dunia. Kini Rio dikabarkan menetap di Eropa dan Amerika untuk mendekati market serta untuk menemukan suasana yang mendukung ide-idenya.

Adalah capaian yang sangat membanggakan bagi Rio, juga bagi Indonesia karena ternyata rancangannya mendapat posisi yang bagus di dunia. Namun, adalah penting bagaimana proses Rio sehingga mendapat panggung internasional tersebut.

"Saya senang baca komik, seperti Doraemon dan Dragon Ball. Bukan cuma baca, tapi saya juga iseng-iseng menggambar karakter-karakternya. Waktu saya baca komik Rose of Versaille yang menceritakan Marie Antoinette, saya perhatikan bajunya bagus-bagus, detail, berkesan extravaganza. Saya pikir, kok saya lebih tertarik sama baju-bajunya daripada ceritanya? Akhirnya saya gambar baju-bajunya dan saya ubah jadi versi saya sendiri," cerita Rio pada media ketika karyanya membuncah Hollywood.

Ada sebuah peristiwa yang mungkin menjadi moment of the truth bagi Rio, yang akhirnya disadarinya. Saat dia sekolah umum di SMUK1 Jakarta — yang merupakan salah satu sekolah favorit — di kelas, Rio sering iseng-iseng menggambar. Gurunya memperhatikannya. Melihat Rio asyik menggambar dan dirasa kurang memperhatikan pelajaran, maka Rio ditegur.

"Kamu kok menggambar melulu. Kamu suka menggambar. Kalau saya jadi kamu, nggak akan sekolah di sini. Kenapa kamu enggak sekolah desain saja?" tegur gurunya.

Rio kaget, tapi mulai bertanya dalam hati, jangan-jangan apa yang disampaikan gurunya benar. "Saya pikir, teguran beliau ada benarnya juga. Passion saya ada di fashion, tapi kenapa saya harus menunggu ijazah yang belum tentu bisa menjamin karir saya?" cerita Rio seperti dikutip tabloid Bintang.

Setelah peristiwa penting itu, suara kritikan gurunya mengiang di telinganya. Kemudian mengikuti suara hatinya. Dia tinggalkan sekolah umum, dan fokus — sekali lagi fokus — ke dunia fashion. Dia mencari sekolah atau pendidikan yang mengkhususkan di dunia mode dan fashion. Apa yang dilakukan Rio mendapat dukungan penuh dari kedua orangtuanya.

Pembaca, dari sini kita kembali mendapat pesan kuat, bahwa setiap orang memiliki kelebihannya sendiri. Setiap orang memiliki autentifikasi khas yang unik. Dalam kasus Rio, tampaknya diperlukan seorang pemandu bakat (talent scouter) yang bisa mengerti potensi orang lain. Dan memang, tidak semua orang memahami atau mengetahui sepenuhnya potensi yang dimilikinya. Kalau toh punya bakat banyak (multi talent), mana yang paling menonjol, itulah yang mesti dioptimalkan. Maka, hasilnya akan benar-benar maksimal.

Kecuali itu, diperlukan pula sikap terbuka (open mind) ketika ada kritikan seseorang. Andaikan Rio defensive dan tidak percaya dengan apa yang disampaikan gurunya, bisa jadi cerita perjalanan hidup Rio tidak sampai ke Hollywood. Begitu membedah Hollywood, seolah dunia sudah dalam genggaman.

Di era multimedia saat ini, sebenarnya lokasi tidak menjadi kendala, asal daerahnya tidak fakir sinyal/bandwidth. Dunia sudah flat. Hubungan ke seluruh dunia, sudah cepat dan lokasi tak lagi kendala. Kata hati Rio pada fashion, pun terdengar sampai Hollywood. Apapun produk Anda, kalau ditampilkan di website, bisa diketahui masyarakat dunia.

Jadi, apakah Anda sudah bekerja sesuai dengan kesenangan dan suara hati Anda?

Penulis adalah Sekjen APJJI, penggiat KlikIndonesia, dan COO merdeka.com dan KapanLagi.com

Baca juga:

Leadership Soekarno dan Jembatan Semanggi

Pesan Mahatma Gandhi buat calon technopreneur

Sukses karena komitmen pada hobi

Kisah Catur, DO dari kampus, sukses berkat statistik bisnis

Bunda Putri dan efek WOW