Mengenal Batik Tulis Bayat, Hasil Karya Ibu-ibu Usai Gempa Yogyakarta 2006
Batik tulis khas Bayat itu unik karena memakai pewarna alami. Pelaku usahanya juga memiliki misi pelestarian lingkungan.
Batik tulis khas Bayat itu unik karena memakai pewarna alami. Pelaku usahanya juga memiliki misi pelestarian lingkungan.
Kecamatan Bayat di Kabupaten Klaten, merupakan sebuah kawasan yang mungkin belum banyak mendapat sorotan di peta pariwisata Indonesia.
Namun siapa sangka, jika di Kampung Ngembel, Desa Kebon terdapat harta karun budaya yang tak ternilai yakni kerajinan batik tulis.
Setiap motif dan warna dalam batik tulis Bayat Klaten ini memiliki cerita tersendiri. Dari motif klasik yang terinspirasi oleh alam hingga motif modern yang memadukan elemen-elemen kontemporer, setiap pola menceritakan sejarah dan kelokalan yang ada di sana.
Salah satu perajin batik tulis Dalmini (52) mengatakan jika batik di wilayahnya memang memiliki keunikan dibanding dari daerah lain. Motif-motif tersebut menceritakan tentang kondisi alam yang ditemui di sekitar tempat tinggal para perajin.
“Saat ini ada 75 warga Desa Kebon yang aktif membuat batik tulis,” terang Dalmini, kepada Merdeka.com baru-baru ini.
Batik tulis sendiri mulai dikerjakan oleh warga setelah bencana gempa besar yang melanda Yogyakarta dan terdampak di wilayahnya pada 2006 silam.
Ketika itu di wilayahnya terdapat sejumlah LSM yang membantu memberikan pelatihan potensi lokal, yakni batik tulis.
Sampai tahun 2009, para warga yang sebagian besar ibu rumah tangga ini diberi pelatihan memproduksi dan mengelola penjualan batik tulis.
“Dulu kami warga Desa Kebon itu jadi korban gempa tahun 2006 itu. Sebelum ini warga Desa Kebon itu sudah membatik, tetapi pada ngambil dari pengepul untuk dibatik lalu kembali dijual di pengepul, ” kata Dalmini.
Setelah tiga sampai empat tahun didampingi LSM, warga Desa Kebon sudah mampu untuk memproduksi sendiri batik khas setempat.
Dari 169 warga yang diberi pelatihan batik saat itu, hanya 75 yang sampai sekarang masih bertahan termasuk miliknya yang memakai brand “Batik Kebon Indah”.
“Waktu itu dibagi beberapa kelompok, lalu mereka memiliki merek sendiri ada batik Sido Luhur, batik Nusa Indah, batik Maju Makmur dan lain-lain, kurang lebih ada lima kelompok,” kata dia
Dalmini mengatakan, jika saat awal-awal tahun 2010 motif khas belum ditemukan. Namun seiring berjalannya waktu, para perajin mendapat ide motif dari lingkungan di sekitar tempat tinggalnya.
“Untuk motifnya kami membuat menurut kempuan dan kesukaannya, kadang kami dapat daun di kebun itu terus dipetik dan dibuat batik. Ada juga yang terjun ke sawah lalu lihat burung, kemudian dijadikan batik,” terangnya.
Tak sekedar menggambar motif alam dan lingkungan sekitar, pewarnaan batik tulis di tempa Dalmini juga memakai bahan dari dedaunan dan unsur-unsur pepohonan.
Beberapa daun yang digunakan untuk pewarnaan di antaranya daun mahoni, daun jati sampai daun mangga yang memiliki warna redup yang indah.
Ini yang kemudian menjadi ciri khas batik tulis khas Bayat terutama di tempat Dalmini karena warnanya tidak cerah namun elegan.
“Sekarang anak-anak muda juga sudah mulai suka, karena batik ini cocok dipasangkan dengan celana jins dan lain-lain,” katanya
Pewarnaan dari bahan alam diakuinya memang cukup rumit. Prosesnya bisa dilakukan sebanyak 25 kali secara berulang hingga mendapatkan warna yang sempurna.
“Prosesnya panjang, pewarnaan lagi, celup lagi, canting lagi, terus diulang-ulang sampai 25 kali,” tambahnya.
Selama ini penjualan batik tulis ini dibantu oleh BRI.
Sejumlah program pelatihan mulai dari digital marketing sampai pameran diupayakan sehingga mengangkat eksistensi batik tulis Bayat yang melegenda sejak puluhan tahun silam.
“Kemarin itu ada pelatihan digital marketing dari BRI, jadi ibu-ibu di sini pada bikin TikTok buat membantu promosinya,” kata Dalmini.
Kemudian, untuk menyimpan omzet dari hasil penjualannya Dalmini juga menggunakan fasilitas Qris dari BRI. Alasan menggunakan BRI karena prosesnya mudah, dan terbukti meningkatkan penjualan produk.
“Saya juga pakai Kupedes yang salah satunya untuk modal usaha dari batik ini sekitar Rp50 juta, karena BRI cicilannya ringan dan kami juga membutuhkan untuk belanja alat-alat, akhirnya kami bergabung dengan BRI,” katanya.
Sementara itu, Kupedes sendiri kependekan dari Kredit Usaha Pedesaan.
Mengutip laman resmi BRI, Kupedes memiliki limit pinjaman sampai dengan Rp250 juta dengan cicilan dan bunga yang ringan.
Kupedes tidak terbatas digunakan untuk keperluan usaha atau bisnis semata, namun bisa diperuntukkan bagi investasi termasuk biaya pendidikan, perbaikan rumah, pembelian kendaraan, dan sebagainya.
Batik Tulis Kebon Indah, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten yang jadi klaster UMKM BRI
Di balik motif dan warnanya yang indah, terselip misi penyelamatan lingkungan dari sehelai batik tulis khas Bayat, Klaten.
Baca SelengkapnyaBatik ini punya motif otentik khas Jakarta, mulai dari buah sampai kesenian.
Baca SelengkapnyaBatik-batik ini juga sudah tercatat dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkumham RI.
Baca SelengkapnyaDi Jawa, wahyu temurun bisa dimaknai petunjuk dari Allah yang berkaitan dengan pangkat atau kedudukan.
Baca SelengkapnyaGradasi warna dengan motif yang indah membuat batik ciprat ini jadi UMKM unggulan di Desa Kemduo
Baca SelengkapnyaDengan motifnya yang segar dan kekinian, batik kembang mayang khas Tangerang cocok untuk referensi busana lebaran Anda
Baca SelengkapnyaKeberadaan sentra batik di Kampung Giriloyo ini turut membuat Kalurahan Wukirsari menyabet gelar Anugerah Desa Wisata Tahun 2023.
Baca SelengkapnyaPengguna batik ini diharapkan bisa mengagumi keindahan alam Priangan Timur.
Baca SelengkapnyaPenerbangan perdana Batik Air dilakukan pada 3 Mei 2013 dari Jakarta menuju Manado dan Balikpapan.
Baca Selengkapnya