Menilik Keseharian Santri di Ponpes Waria Al-Fatah Yogyakarta
Merdeka.com - Berhenti di gang kecil perbatasan Kota Yogyakarta dan Bantul, suara lantunan bacaan ayat suci Al-Quran sayup-sayup terdengar dari rumah khas Jawa joglo bercat hijau. Di depan teras dengan tikar yang sudah tergelar, sejumlah orang membentuk sebuah lingkaran kecil. Khusyuk membaca dan mempelajari ayat suci Al Quran.
Seperti yang tertulis pada sebuah papan di pondok tersebut, Pondok Pesantren Waria Al-Fatah. Pesantren ini memang bukanlah pesantren biasa, jika biasanya pesantren diisi dengan khusus untuk pria atau khusus untuk wanita saja. Namun di pesantren ini, para santrinya seluruhnya adalah transpuan.
Pondrok pesantren yang sejuk dan jauh dari hingar bingar keramaian kota ini menjadi jujugan warian memperdalam ilmu agama islam. Selain, sebagai pesantren, para waria mereka menganggap ponpes ini adalah rumah. Tempat mereka berdialog secara nyaman dengan Sang Pencipta.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoSudah menjadi rutinitas, setiap hari Minggu mulai jam 4 sore para santri sudah datang di pondok ini. Membawa Al Quran di tangannya mereka pun siap mempelajari lebih dalam lagi ilmu agama hingga jam 6 sore nanti. Pondok pesantren Al-Fatah memiliki beragam kelas, dari kelas Iqra, kelas surat-surat pendek, kelas tajwid dan kelas hafalan bacaan salat yang paling dasar dan bersifat wajib.
Pesantren yang didirikan pada 2008 ini mulanya hanya dihuni oleh beberapa orang waria saja. Namun, kini ini sudah ada 62 waria yang bergabung menjadi santri dari sekitar 300an lebih waria di Yogyakarta. Para santri ini pun tak hanya berasal dari Yogyakarta saja, namun juga dari beberapa wilayah di Indonesia.
Para transpuan ini memiliki bermacam-macam latar belakang profesi. Ada yang jika siang hari mereka mengamen, ada yang punya usaha sendiri, bekerja di LSM, bekerja di salon, dan lainnya.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoAzan maghrib terdengar berkumandang, tanda kelas sudah berakhir. Mereka lantas bergegas mengambil air wudu dari guci di depan joglo. Melaksanakan salat maghrib berjamaah.
Saat menjalankan salat, para santri waria bebas memilih mengenakan sarung atau memakai mukena. Tidak ada paksaan dan sesuai dengan keyakinan dan ketulusan hati mereka dalam menghadap ke hadirat Allah SWT. Yang terpenting tentu saja niatnya. Menjalankan ibadah untuk mendapatkan pahala dan ketenangan batin mereka masing-masing.
Setelah salat mereka nantinya akan mengikuti kajian. Ya, ada beberapa Ustaz yang mengajar dan mendampingi santri pesantren Al-Fatah, Ustaz Arif Nur Safri, Ustaz Yasir.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoMenurut Shinta, selaku Ketua Pondok Pesantren Al-Fatah, para waria terkadang merasa tidak nyaman dan seringkali mendapat penolakan dari warga. Meski tak selalu berupa kata-kata yang terucap pedas, namun juga tindakan.
"Ketika solat di masjid terkadang ada banyak penolakan. Tak selalu berupa kata-kata namun juga tindakan. Saat salat ternyata di sampingnya seorang waria, mereka kemudian pindah. Hal ini lah yang membuat waria cenderung lebih nyaman salat di rumah" ujar Shinta.
Oleh karena itu, Pondok Pesantren ini pun hadir untuk membuka kesempatan para waria beribadah secara nyaman dan memperdalam agama. Dulunya, lokasi pondok berada di Notoyudan, Kota Yogyakarta. Namun setelah sang pendiri, Maryani meninggal dunia. Ponpes ini vakum dan Shinta Ratri meneruskan pesantren ini dan memindah lokasi pesantren ke rumahnya saat ini.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoHadirnya ponpes ini juga berusaha stigma negatif yang melekat pada masyarakat. Para santri terbukti mampu berbaur dan berhubungan baik dengan warga. Berkat kerja kerasnya dan semangat mendampingi para waria, Shinta Ratri mendapat penghargaan pejuang hak asasi manusia dari Front Line Defenders pada tahun 2019.
Lembaga berbasis di Irlandia tersebut menilai Shinta sebagai tokoh inspiratif di lingkup Asia Pasifik atas jasanya memperjuangkan hak waria melalui pondok pesantren. Ya sejatinya, hak beragama adalah milik setiap manusia, termasuk waria.
(mdk/Tys)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengenal Pesantren Langitan Tuban, Didirikan Murid Pangeran Diponegoro, Awalnya Tempat Belajar Agama bagi Keluarga dan Tetangga
Sang pendiri, Kiai Nur baru mendirikan surau saat puluhan santri datang untuk berguru padanya.
Baca SelengkapnyaPenuh Semangat, Begini Cara Santri Difabel Netra Belajar Al Quran di Ponpes Sam'an Bandung
Pesantren ini membawa mimpi para santri difabel netra untuk meraih cita-cita menjadi penghapal Al Quran.
Baca SelengkapnyaKunjungi Ponpes di Brebes, Mardiono Minta Doa Kiai dan Santri Agar Sukses Pemilu 2024
Di Pondok Pesantren Al Hasaniyah, Mardiono mendapatkan doa dari para kiai hingga ribuan santri untuk Pemilu 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menginap di Ponpes Miftahul Huda Lampung, Atikoh Ganjar Cerita Perjalanan Hidup hingga Ajak Santri Berselawat
Kedatangan Atikoh di Ponpes Miftahul Huda itu disambut ratusan santri yang mengenakan kerudung merah.
Baca SelengkapnyaPotret Pondok Tegalsari Pesantren Tertua di Jawa, Ronggowarsito hingga HOS Tjokroaminoto Pernah Jadi Santri di Sini
Tempat sejumlah tokoh besar Indonesia menimba ilmu agama dan pengetahuan umum.
Baca SelengkapnyaSantri Asal Banyuwangi Dianiaya Hingga Tewas di Kediri
Pihak pondok pesantren mengantarkan jenazah korban ke rumahnya, tanpa lapor polisi.
Baca SelengkapnyaBerkas Dua Tersangka Penganiayaan Santri di Kediri Diserahkan ke Kejari, Sisanya Masih Diproses
Berkas Dua Tersangka Penganiayaan Santri di Kediri Diserahkan ke Kejari, Sisanya Masih Diproses
Baca SelengkapnyaMomen Para Santri Beri Kejutan Ulang Tahun Kepada Alam Ganjar, Putra Ganjar Pranowo
Momen kejutan ini diberikan para santri Pondok Pesantren Nurul Huda, Setu, Kabupaten Bekasi di sela-sela kunjungan ayahnya, Ganjar Pranowo.
Baca SelengkapnyaPenjelasan Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin soal Kematian Santrinya
Pihak Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin akhirnya angkat bicara mengenai kasus kematian santrinya, Airul Harahap.
Baca Selengkapnya