Wamenkeu Ingatkan APBN Tak Bisa Lama jadi Penahan Kenaikan Inflasi
Merdeka.com - Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menekankan, Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) tidak selamanya bisa menekan laju inflasi di Tanah Air. Meskipun saat ini pemerintah menjadikan APBN sebagai instrumen penyangga untuk mendorong pemulihan ekonomi tetap berlanjut.
"Jadi kalau APBN bisa absorber ya kita lakukan tapi ini tidak boleh selamanya," kata Suahasil dalam Talkshow bertajuk: Laju Pemulihan RI Di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global, Jakarta, Selasa (9/8).
Suahasil menjelaskan APBN menjadi syok absorber dengan batasan tertentu. Dalam batasan ini APBN tetap dijaga agar pelebaran defisitnya tidak bertambah, sebaliknya bisa terus ditekan.
"Ini harus dalam batasan yang baik dan ekonomi secara bertahap dibuka dan APBN disehatkan," kata dia.
Penyehatan APBN dilakukan dengan menurunkan intensitas penggunaanya. Pelebaran defisit harus kembali sesuai aturan di bawah 3 persen mulai tahun depan.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri kalau dalam waktu mendesak APBN harus kembali maju dan menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi di masa depan.
"Defisit APBN tinggi boleh tapi harus dalam situasi yang sangat kritis seperti tahun 2020 lalu," kata dia.
Ekonomi Membaik, Peran APBN Dikurangi
Namun, saat ini ekonomi Indonesia sudah makin membaik. Tercermin dari pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 yang sudah mencapai 5,44 persen. Sehingga sudah saatnya peran APBN dalam mendorong pemulihan ekonomi dikurangi.
"APBN ini kita turunkan intensitas kerjanya dan APBN akan bersiap-siap kalau harus menangani situasi krisis lainnya. Ini lah siklus APBN yang kita lakukan," kata dia.
Sebagaimana diketahui, belanja subsidi dan kompensasi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) tahun ini bengkak hingga Rp 502 triliun. Naiknya belanja pada pos anggaran ini dilakukan dalam upaya menekan kenaikan inflasi yang bisa mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional yang sedang berlangsung.
Selain itu, selama 2 tahun berturut-turut, APBN menjadi penggerak utama perekonomian nasional di awal pandemi terjadi. Pemerintah menggunakan APBN untuk berbagai keperluan, mulai dari penangan pandemi di sektor kesehatan hingga sektor sosial dan ekonomi.
Defisit APBN juga diperlebar. Pada tahun 2020 defisit APBN tercatat sebesar 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kemudian di tahun 2021 mengalami perbaikan dengan defisit 4,65 persen dari PDB. Sementara itu, tahun ini pemerintah berupaya menekan defisit 3,9 persen dari PDB.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
ADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.
Baca SelengkapnyaNurdin optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 berada pada kisaran 5 persen.
Baca SelengkapnyaKenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Melalui rencana aksi reformasi birokrasi di sektor ini, pemerintah mengklaim berhasil menekan angka inflasi sebesar 2,61 persen di 2023.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan nasabah PNM yang begitu pesat hingga kini berada di angka 15,2 juta nasabah.
Baca SelengkapnyaPemerintah melalui Badan Pangan Nasional kembali menugaskan Bulog untuk melanjutkan penyaluran bantuan pangan beras tahun 2024.
Baca SelengkapnyaArtinya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi dan angka inflasi relatif bagus dan rendah.
Baca SelengkapnyaKabupaten Penajam Paser Utara menjadi salah satu contoh perkembangan yang sangat cepat di bidang ekonomi salah satunya UMKM.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga dinilai upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi.
Baca Selengkapnya