The Fed Gencar Naikkan Suku Bunga, Gubernur Bank Indonesia Tak Mau Asal Ikut-ikutan
Merdeka.com - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin asal ikut-ikutan menaikkan suku bunga acuan seperti dilakukan banyak bank sentral negara lain. Termasuk bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed), yang agresif menaikkan suku bunga acuannya hingga kisaran 2,25-2,5 persen.
Menurut Perry, fokus kebijakan moneter suatu negara, khususnya Indonesia didasarkan kepada inflasi inti dan pertumbuhan ekonomi.
"Memang luar negeri kita pertimbangkan, termasuk kenaikan The Fed Fund Rate. Tapi dasar utama kebijakan suku bunga didasarkan, bagaimana perkiraan inflasi inti ke depan dan juga keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam sesi konferensi pers hasil rapat KSSK, Senin (1/8).
"Dengan demikian tidak secara otomatis kalau suku bunga negara lain, bank sentral lain, suku bunga BI di Indonesia juga naik. Semuanya tergantung kondisi di dalam negeri," tegasnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi Indonesia pada Juli 2022 sebesar 4,94 persen secara tahunan (year on year). Namun, inflasi inti pada bulan tersebut masih sesuai dengan target pemerintah di bawah 3 persen, yakni 2,86 persen secara year on year.
Lebih lanjut, Perry memperkirakan, The Fed ke depan juga tidak akan terlalu liar lagi dalam menentukan arah kebijakan moneternya.
"The Fed tidak akan seagresif yang kita perkirakan dengan risiko-risiko resesi yang terus meningkat," kata Perry.
Berdasarkan asesmen sejumlah kalangan, The Fed diperkirakan bakal kembali mengerek suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps). Perry menilai, perhitungan ini pun sudah jauh memperhitungkan berbagai risiko. "Memang ada outward risk 75 BPS dengan risiko-risiko data resesi, likehood-nya bps," pungkas dia.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca Selengkapnyatetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca SelengkapnyaHal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaSaat ini, The Fed selalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS) masih melakukan kajian terkait potensi penurunan tingkat suku bunga.
Baca SelengkapnyaUntuk mencapai Indonesia emas tahun 2045, mulai tahun 2025 dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di angka 6 persen hingga 7 persen.
Baca SelengkapnyaPerry menjelaskan sebagian besar operasional kegiatan BI seperti pembayaran moneter, pencadangam devisa, sektor keuangan lainnya masih dilakukan di Jakarta.
Baca SelengkapnyaErick mencontohkan inflasi AS sebesar 3,5 persen membuat langkah the Fed menurunkan suku bunga acuan
Baca SelengkapnyaDalam menghadapi ketidakpastian global, Jokowi menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Baca Selengkapnya