Skema Patok Tarif EBT Dinilai Akan Membuat Masyarakat Tertekan
Merdeka.com - Guru Besar Institut Teknologi, Mukhtasor mengingatkan kepada pemerintah agar tidak menerbitkan kebijakan feed-in atau patok tarif energi baru terbarukan (EBT). Sebab, kebijakan itu pada akhirnya akan membuat masyarakat bawah tertekan akibat biaya kenaikan listrik.
"Jadi ini EBT feed in tarif kalau disahkan rasa empati sudah hilang. Seakan kita hidup itu berbeda. Mereka membahas ini di gedung, rumah AC, sementara rakyat di lapangan kesusahan dan terancam kenaikan tarif listrik," kata Mukhtasor yang juga Mantan Anggota Dewan Energi (DEN), dalam dalam diskusi bertajuk 'Regulasi EBT, Untuk Siapa?' Sabtu (4/9).
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) tengah menggodok aturan tarif energi baru terbarukan (EBT) berupa Peraturan Presiden (Perpres). Perpres ini tengah memasuki tahap finalisasi dan akan segera rampung dalam waktu dekat.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Haris Yahya menyatakan, aturan ini dinilai bisa membuat iklim investasi EBT bisa lebih menarik.
"Kita harap iklim investasi EBT di Indonesia bisa menarik karena ada ketentuan harga yang lebih simpel, karena ada feed-in tariff sampai dengan (kapasitas pembangkit) 5 MW, kemudian pengadaan bisa tunjuk langsung dan kita harap nantinya bisa dorong BET dengan lebih baik ke depan," ujar Haris dalam webinar Pengembangan Energi Baru Terbarukan, Kamis (22/10).
Haris menjelaskan, Perpres ini akan mengatur beberapa poin penting yang memberikan kepastian berusaha bagi investor. Pertama ialah masalah harga, di mana terdapat beberapa mekanisme penentuan harga EBT, salah satunya feed-in tariff.
Feed-in tariff artinya harga yang ditetapkan untuk EBT sudah tetap dan tidak dapat dinegosiasi, sehingga bisa memberi kepastian harga kepada investor. Feed-in tariff ini berlaku untuk pembangkit dengan kapasitas hingga 5 MW. "Ada hydro (air), wind (angin), solar (matahari), biomass (biomassa), biogas," ujar Haris.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Percepatan transisi energi fosil ke EBT diperlukan untuk mewujudkan target emisi karbon netral atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Baca SelengkapnyaPelaku usaha mendesak Kementerian Keuangan menunda pelaksanaan pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik.
Baca SelengkapnyaPemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Keputusan ini sebagaimana hasil sidang rapat kabinet paripurna pada Senin (26/2) pagi.
Baca Selengkapnyakenaikan anggaran perlinsos tahun ini utamanya disumbang lebih besar oleh kenaikan anggaran subsidi energi dan pergerakan nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaCara mengurangi pengeluaran bulanan bisa dimulai dengan menghemat pemakaian energi listrik. Ini tipsnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaMeskipun harga beras saat ini mahal dan langka, Pemerintah tidak akan mengubah Harga Eceran Tertinggi (HET).
Baca SelengkapnyaDampak berlakunya pajak rokok untuk rokok elektrik sifatnya sangat membebani.
Baca Selengkapnya