Sektor properti tetap kokoh meski Rupiah roboh
Merdeka.com - Masih kuatnya sentimen negatif dari kondisi ekonomi dunia dan dalam negeri, membuat mata uang Rupiah kembali tertekan sebesar 25 poin terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu (21/8).
Kondisi di lantai bursa pun belum mengalami perubahan signifikan. Walaupun kemarin ditutup menguat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada jauh di bawah level tertinggi yang sempat dicapai,
Dampak dari tidak stabilnya Rupiah dan IHSG berpotensi menjalar ke semua sektor. Namun, sektor properti masih kokoh dari ancaman pelemahan Rupiah dan terpuruknya IHSG.
"Kondisi rupiah dan IHSG saat ini belum rawan dan sementara ini sektor properti belum terkena gangguan, karena kan fenomena ini baru seminggu," ujar Head of Research Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu malam (21/8).
Dia menyebutkan, Agustus ini pertumbuhan penjualan properti masih memperlihatkan tren menanjak. Berkaca pada capaian kinerja di semester II 2013, khususnya penjualan perkantoran sewa di kawasan segitiga emas atau CBD, justru mengalami pertumbuhan permintaan.
"Kami memprediksi pertumbuhan di semester II ini berkisar 20 persen, di mana 80 persen berasal dari investor domestik," jelas dia.
Menurutnya, terlalu prematur untuk menilai sektor properti terkena dampak perlambatan ekonomi saat ini. "Kejadian ini masih dapat terkendali, properti masih akan tidak akan berubah, masih dalam keadaan positif. Kalau dibilang berdampak, masih terlalu cepat," paparnya.
Optimisme Anton ini berdasarkan catatan tingginya permintaan properti yang ditopang kuatnya daya beli masyarakat. Berdasarkan catatannya, sepanjang semester I /2013 sudah terjual 8.000 unit. Sisa dua kuartal terakhir diprediksikan akan terjual 16.000 unit.
Jumlah itu lebih tinggi 20-25 persen dibanding kinerja penjualan kondominium tahun lalu sebanyak 12.000 unit. Khusus untuk investasi sektor properti, dia meyakini bahwa Indonesia masih ada di posisi aman dibanding negara Asia Tenggara lainnya.
Sebab, tahun ini rasio kredit properti terhadap kredit nasional masih di level 14 persen. "Ini masih relatif rendah, tahun 2012 saja berada di level 13,6 persen," jelas dia.
Namun, Anto tidak menampik jika Rupiah terus merosot dan tak terkendali, lama kelamaan akan berdampak pada penjualan properti. Bisa dipastikan, penjualan properti bakal ikut merosot.
"Paling utama kena itu pasti masalah impor barang material yang dari luar negeri ke kita. Tapi itu biasanya langsung properti kelas atas," ujar dia.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sektor properi didorong pelonggaran rasio LTV/FTV Kredit/Pembiayaan Properti menjadi maksimal 100 persen untuk semua jenis properti.
Baca SelengkapnyaAlhasil, pemulihan ekonomi telah menunjukkan perbaikan yang signifikan ke arah yang lebih baik
Baca SelengkapnyaBanyak masyarakat Indonesia yang memilih berinvestasi pada emas di tengah gempuran beragam pilihan investasi lain.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Meski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca SelengkapnyaMayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaKejagung menyatakan banyak pihak yang keliru terkait sosok HL yang rumahnya digeledah penyidik.
Baca SelengkapnyaDengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca SelengkapnyaGubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar Rupiah hingga 19 Maret 2024 relatif stabil.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus melakukan intervensi agar rupiah tidak semakin terpuruk.
Baca Selengkapnya