Revisi Aturan Pengendalian Rokok Ancam Ciptakan PHK Massal
Merdeka.com - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta pemerintah berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait revisi PP 109 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Revisi ini dinilai akan mengancam keberadaan petani tembakau di Indonesia dan menimbulkan persoalan baru seperti PHK besar-besaran padahal ekonomi belum pulih akibat pandemi covid-19.
"Saya tentu menolak karena pertimbangan terhadap nasib jutaan tenaga kerja terutama petani yang harus kita lindungi. Pemerintah harus berhati-hati untuk mengambil kebijakan yang sifatnya strategis, apalagi kalau urusannya terkait dengan nasib petani, buruh dan pihak-pihak yang berhubungan dengan industri tembakau," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan, di Jakarta, Kamis (3/6).
Maka dari itu, Daniel meminta ada kajian komprehensif yang mengutamakan kepentingan petani sebagai dasar pembuatan kebijakan pemerintah. Apalagi dampaknya besar bagi negara dan industri pertembakauan.
"Bukannya mendatangkan manfaat tetapi berdampak pada industri pertembakauan, baik dari hulu hilir (petani hingga pada buruh pabrik rokok). Ini akan menambah masalah baru dan jumlah pengangguran baru," ujar Daniel.
Rantai industri IHT, menurut Daniel dari hulu ke hilir saling terhubung, jika salah satu putus maka akan merusak tatanan industri itu sendiri. "Yang rugi siapa, tentu negara karena menyebabkan pengangguran jutaan orang secara sistematis," tuturnya.
Sebagai informasi, tembakau merupakan jenis tanaman semusim yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mampu tumbuh dengan baik di daerah yang kering di mana jenis tumbuhan lain tidak dapat tumbuh. Beberapa daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat merupakan sentra perkebunan tembakau di Indonesia. Tembakau memberikan nilai ekonomi luar biasa kepada petani dan belum ada jenis tanaman lain yang mampu memberikan dampak sejenis kepada petani.
Selanjutnya
Selain Daniel, anggota komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo menyatakan, Indonesia merupakan negara yang berdaulat sehingga negara harus hadir untuk melihat situasi dan kondisi rakyatnya.
"Apa artinya kalau industri hasil tembakau ini kemudian dimatikan dan tenaga kerjanya akan di PHK? Indonesia itu adalah negara yang berdaulat, maka kita tidak serta merta bahwa harus menjalankan apa yang menjadi kemauan WHO, karena WHO juga ada agenda agenda terselubung dalam masalah persoalan IHT," jelasnya.
Firman melihat kesehatan memang penting namun tidak serta merta kematian berasal dari tembakau. Oleh karena itu terkait revisi PP 109, bentuk kehadiran negara harus memberikan rasa adil, memberikan kepastian hukum kepada rakyatnya yang memberikan kepastian lapangan pekerjaan dan membutuhkan peningkatan kesejahteraan hasil tembakau dan hasil dari bekerja di pabrik rokok.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penerapan pasal tembakau pada RPP Kesehatan akan menyebabkan penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun.
Baca Selengkapnya"Kami juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali terkait kenaikan tahunan cukai hasil tembakau."
Baca SelengkapnyaProduk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penyesuaian cukai terjadi di setiap kategori rokok secara merata.
Baca SelengkapnyaIndustri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Baca SelengkapnyaChandra mengatakan, pemerintah sebagai pemangku kepentingan dan regulator seharusnya memiliki tanggungjawab dalam melestarikan keberadaaan tembakau.
Baca SelengkapnyaTujuan diterbitkannya PMK tersebut yaitu sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat.
Baca SelengkapnyaAncaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)
Baca SelengkapnyaSamukrah mengingatkan bahwa terdapat jutaan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor pertembakauan.
Baca Selengkapnya