Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pro kontra jika BBM motor dijatah 0,7 liter dan mobil 3 liter

Pro kontra jika BBM motor dijatah 0,7 liter dan mobil 3 liter Antrean pengguna sepeda motor mengisi premium di SPBU. (c) 2012 Merdeka.com

Merdeka.com - Masyarakat ramai membahas wacana pemerintah membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Di samping menaikkan harga jual, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) rupanya masih berambisi mengurangi konsumsi premium dan solar bersubsidi.

Dari keterangan Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo dua hari lalu, sepeda motor akan dibatasi hanya boleh membeli premium 0,7 liter sehari, sementara mobil pribadi ataupun kendaraan umum hanya diperkenankan mengonsumsi BBM paling banter 3 liter per hari.

Jika konsumen butuh membeli bahan bakar lebih dari itu di hari yang sama, pemerintah meminta mereka beralih ke pertamax atau bahan bakar lain dengan harga keekonomian alias non-subsidi.

Supaya masyarakat tidak membandel, Susilo mengatakan pihaknya menyiapkan alat pendeteksi konsumsi BBM berupa Radio Frequency Identification (RFID). Proyek percontohan, baik untuk mobil maupun sepeda motor bakal dilakukan di kawasan Jabodetabek dua bulan lagi.

"Kan angkutan umum sepeda motor yang belum dibatasi, orang bebas beli. Nanti mulai bulan Juli kalau alat terpasang BBM bersubsidi, jenis premium dan solar akan dibatasi. Juli sebagian Jabodetabek sudah dipasang (RFID), targetnya paling tidak akhir 2013 sudah mulai seluruh Jawa," kata Susilo.

Sabtu (11/5), merdeka.com coba mewawancari masyarakat umum terkait wacana pemerintah menjatah BBM buat motor dan mobil. Hasilnya seluruh narasumber dari pelbagai latar belakang menolak tegas ide Kementerian ESDM itu.

Berikutnya, kalangan intelektual dan pengambil kebijakan dimintai pendapat. Dari kelompok masyarakat ini rupanya muncul perbedaan pendapat dalam memandang rencana kebijakan tersebut. Ada pendapat mendukung pembatasan, ada pula yang menolak.

Pelaku usaha dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) termasuk yang mendukung kebijakan itu. Alasannya, membatasi konsumsi BBM subsidi tidak bisa dihindarkan lagi. Apalagi subsidi energi sudah membuat anggaran negara tak sehat.

Di sisi lain, pengamat energi dan ekonomi malah menolak rencana tersebut. Meski mendukung opsi kenaikan harga, namun jika sampai membatasi, dampaknya malah akan merugikan masyarakat. Bahkan, ahli minyak Kurtubi menilai menjatah motor hanya boleh membeli premium 0,7 liter sehari merupakan kebijakan asal-asalan.

Ingin mengetahui siapa saja yang memberi pendapat pro maupun kontra terhadap kebijakan pembatasan BBM itu? Simak empat pendapat profesional berikut yang berhasil dihimpun merdeka.com:

Kubu Pro: Gaikindo

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) termasuk pihak yang tidak mempermasalahkan bila BBM bersubsidi harus dibatasi. Padahal Gaikindo adalah asosiasi produsen mobil yang terancam mengalami penurunan penjualan jika kebijakan ini dijalankan.

Rupanya, Ketua Gaikindo Jongkie Sugiharto punya alasan sendiri. Dia tidak keberatan karena masyarakat yang butuh membeli BBM di atas 3 liter sehari, diarahkan beralih ke pertamax.

Dia mengatakan sesuai Peraturan Menteri Perindustrian pada 2006, seharusnya mobil keluaran baru mengonsumsi BBM non-subsidi. Sehingga jika ada pemilik mobil baru membeli premium, hal itu malah merusak mesin.

"Semua mobil dengan emisi euro 2 BBM-nya harus oktan 91, itu aja. Kita sebagai Gaikindo mendukung, kenapa enggak diikutin anjuran itu. Jadi pakailah BBM yang benar. Sayangnya pembeli mobil kita itu enggak baca buku petunjuknya, di situ tertulis apa. Pakailah BBM standar emisi Euro 2," kata Jongkie. 

Dengan adanya rencana kenaikan harga jual BBM disusul pembatasan, Jongkie mengatakan para produsen mobil masih percaya diri penjualan tidak akan tergerus. Gaikindo konsisten menargetkan 1,1 juta unit mobil terjual sampai akhir tahun nanti.

Kubu Pro: Komisi VII DPR

Anggota Komisi VII DPR Satya W. Yudha termasuk yang mendukung premium motor dijatah 0,7 liter dan mobil maksimum 3 liter per hari. Dia menilai larangan konsumen membeli premium sesuka hati lebih adil dalam skema pengelolaan energi pemerintah.

"Kita dukung karena satu-satunya cara kita me-manage volume BBM berkeadilan," ujarnya.

Untuk itu, dia mengharapkan Kementerian ESDM serius menyiapkan teknologi buat mengatasi kebocoran dari konsumen yang nakal. Sebelum perangkat teknologi informasi (TI) siap, dia mengharapkan pemerintah jangan terburu-buru membatasi konsumsi BBM subsidi. 

"Kalau sistem IT nya belum siap, lebih baik jangan dijalankan dulu, sampai benar-benar siap sistem untuk penerapan di lapangan. Karena ini sistem kontrolnya," ungkap Satya. 

Bahkan, politikus Golkar ini mendesak pemerintah segera menaikkan harga jual BBM subsidi secara keseluruhan. Alasan Satya, sudah terlalu lama rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membiarkan APBN terbebani biaya subsidi energi.

"Momentum (menaikkan harga) sudah diabaikan pemerintah sejak dulu. Sebaliknya, kalau kita tunda lagi, justru lebih tidak baik lagi," tandasnya.

Kubu kontra: Pengamat energi Kurtubi

Pengamat isu energi Kurtubi malah berbalik menjadi salah satu kubu yang menolak pembatasan BBM untuk motor dan mobil. Padahal dia sebelumnya gencar menyuarakan perlunya pemerintah menaikkan harga jual premium dan solar. 

Alasan dia menolak pembatasan lantaran momennya dekat dengan bulan Ramadhan dan tahun ajaran baru sekolah. Akibatnya, membatasi konsumsi ketika harga jual sekaligus naik memberatkan dan membawa mudharat.

"Akan sangat memberatkan (harga naik sekaligus konsumsi dibatasi). Keterlaluan pemerintah ini," kata Kurtubi. 

Mantan petinggi Pertamina ini menilai pemerintah terlalu lama galau memutuskan kenaikan harga BBM subsidi. Kurtubi mengatakan sekarang, rezim SBY malah kehilangan momentum positif buat mengurangi beban subsidi energi di APBN. 

"Solusi paling efisien memang menaikkan harga BBM, tapi dari dulu pemerintah membuang waktu dan ragu-ragu. Sekarang momentumnya sudah lewat, jadi saya katakan tolak kenaikan harga BBM," tegasnya.

Kubu kontra: Ekonom Hendri Saparini

Pengamat dari Lembaga ECONIT Hendri Saparini mengakui kenaikan harga BBM subsidi diperlukan. Tapi jika sampai pada membatasi konsumsi motor dan mobil dalam besaran liter tertentu, dia tak setuju. 

Menurutnya, wacana yang dilontarkan Wamen ESDM itu asal-asalan dan terlihat tidak direncanakan matang. "Itu sesuatu yang dicari-cari, langkah yang sebenarnya nggak penting. Bagaimana kalau mereka yang memerlukan konsumsi BBM lebih dari itu, menurut saya ini bukan pilihan yang pas" kata Hendri.

Solusi atas polemik energi BBM itu, menurut Hendri, terletak pada keseriusan pemerintah menyediakan energi alternatif. Selama masyarakat masih dibiasakan membeli premium dan solar, tanpa disodori BBG atau jenis bahan bakar lain, maka lingkaran setan subsidi energi memberatkan APBN akan terjadi.

"Kalau tidak dilakukan upaya penyelesaian, masyarakat ekonominya tumbuh, permintaan energi tinggi kalau tidak ada alternatif lain selain BBM. Mereka pasti menggunakan BBM lagi, kalau nggak ada solusi transportasi dan energi alternatif ya permintaan tetap, mengatur pertumbuhan sepeda juga tidak, pasti akan terbebani terus," paparnya. 

(mdk/noe)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Intip Mobil Diesel Bekas yang Murah, Simak Rekomendasinya Berikut Ini
Intip Mobil Diesel Bekas yang Murah, Simak Rekomendasinya Berikut Ini

Mobil diesel bekas cocok untuk Anda yang ingin memiliki mobil dengan budget minim. Namun, tetap memperhatikan kualitas dan performa mobil.

Baca Selengkapnya
Lebih Untung Mana Beli Motor Cash atau Kredit? Ini Perbandingannya
Lebih Untung Mana Beli Motor Cash atau Kredit? Ini Perbandingannya

Sepeda motor merupakan alat transportasi yang efektif untuk menerobos kemacetan di kota.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.