Pelaku Usaha Tak Kaget Lagi Jika Perang Dagang Kembali Memanas
Merdeka.com - Senior Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Syuhada Arief mengatakan, pasar menanggapi hasil pertemuan Donald Trump dan Xi Jinping dengan cukup positif. Hal utama yang harus diapresiasi adalah kembali berlanjutnya negosiasi antara Amerika Serikat dengan China.
"Pemerintah Amerika Serikat juga setuju untuk mengendurkan restriksi bisnis terhadap perusahaan telekomunikasi China. Perkembangan ini mengindikasikan tensi antara kedua negara sedikit mereda, sehingga diharapkan negosiasi ke depannya bisa dilakukan dengan kepala dingin dan dapat lebih membuahkan hasil positif," katanya di Jakarta, Rabu (17/7).
Meski demikian, ditundanya pengenaan tarif dari Amerika Serikat terhadap China senilai USD 300 miliar justru semakin memperpanjang ketidakpastian. Sebab bisa saja tensi dagang tiba-tiba kembali memanas seperti yang terjadi di bulan Mei lalu.
Hal tersebut, sudah diantisipasi oleh pasar. Pasar telah mengubah ekspektasi terhadap perang dagang AS-Tiongkok. Saat ini pasar mulai sadar bahwa kesepakatan terkait perang dagang memang tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Tentunya skenario tersebut dapat saja terjadi. Negosiasi merupakan hal yang dinamis dan apa saja dapat terjadi. Ekspektasi kami sejak perang dagang ini dimulai adalah negosiasi akan terjadi berkepanjangan. Saat ini ekspektasi pasar telah beralih mengarah ke pandangan ini dan sudah mengantisipasi bahwa hanya ada kemungkinan kecil kalau kesepakatan tercapai dalam waktu dekat," imbuhnya.
Maka dari itu, apabila negosiasi dagang kembali memanas, pihaknya memperkirakan pasar tidak akan lagi terlalu terkejut seperti yang terjadi di bulan Mei lalu.
"Karena ekspektasi pasar sudah sangat rendah. Selain itu perlu kita ingat juga, pemilu Amerika Serikat hanya tinggal 16 bulan lagi dari sekarang. Tentunya posisi Presiden Trump akan lebih baik apabila ada resolusi negosiasi dagang dengan China. Dengan kondisi ini sepertinya Amerika Serikat juga akan berusaha menghindari terjadinya eskalasi perang dagang besar-besaran," tegasnya.
Dia menambahkan saat ini memang data ekonomi global menunjukkan penurunan aktivitas perdagangan dan manufaktur. Meskipun demikian, hal tersebut belum cukup kuat mengindikasikan terjadinya resesi ekonomi global.
"Memang betul kami melihat pelemahan data ekonomi global, terutama di sektor manufaktur dan perdagangan. Tapi sepertinya terlalu dini untuk menyimpulkan kondisi ini sebagai sinyal akan terjadinya resesi global," urai dia.
Selain itu, berbagai bank sentral global sudah mengubah arah kebijakannya dan bersikap lebih akomodatif untuk menopang pertumbuhan ekonomi. The Fed, Bank Sentral Eropa, Bank Sentral Jepang menyatakan tidak akan ragu-ragu untuk menurunkan suku bunga atau melakukan kebijakan lainnya untuk membantu menopang pertumbuhan ekonomi.
"Dalam pernyataannya di hadapan Kongres baru-baru ini, Fed Chairman Jerome Powell juga menunjukkan sikap lebih akomodatif karena ketidakpastian tensi dagang dan pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Saat ini konsensus pasar memperkirakan setidaknya ada potensi dua kali pemangkasan suku bunga The Fed tahun ini," paparnya.
"Selain dari sisi suku bunga, pemerintah berbagai negara juga sudah mulai mengeluarkan stimulus fiskal untuk menopang ekonomi, seperti contohnya China yang melakukan pemangkasan pajak dan program pembangunan infrastruktur. Secara keseluruhan sepertinya semua pihak saat ini sudah beranjak masuk pada sikap pro-growth untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi menyoroti pentingnya kolaborasi sektor bisnis untuk mewujudkan visi bersama kedua negara.
Baca SelengkapnyaSaat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.
Baca Selengkapnyatetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca SelengkapnyaJokowi bersyukur karena pelaksanaan pemilihan umum 2024 berjalan lancar. Jokowi menargetkan arus modal masuk dan investasi kembali masuk ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaEksportir dan pedagang di pameran perdagangan besar China mengeluhkan sepinya pembeli akibat ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Indonesia diajak dan diingatkan untuk konsisten dan bijaksana dalam membuat Keputusan investasi.
Baca SelengkapnyaSaat pertemuan dengan Presiden China, Menhan Prabowo menyampaikan salam hangat dari Presiden RI Joko Widodo dan apresiasinya atas sambutan yang hangat.
Baca SelengkapnyaAda beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah di tahun 2024.
Baca Selengkapnya