Pascarevaluasi, aset PLN tembus Rp 1.227 triliun
Merdeka.com - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mencatatkan penaikan aset tetap sebesar Rp 653,4 triliun pascarevaluasi akhir tahun lalu. Sehingga, total aset perseroan mencapai Rp 1.227 triliun.
Nilai ekuitas BUMN listrik tersebut naik sebesar Rp 661 triliun menjadi 848,2 triliun. Sehingga rasio utang terhadap ekuitas (DER) membaik dari 124,7 persen pada 2014 menjadi 29,7 persen.
"Dampaknya membuat perseroan mampu meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mencari pendanaan eksternal dalam rangka mensukseskan program 35.000 MW," kata Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto di Jakarta, Rabu (29/6).
Lanjut Sarwono, pada 2015, pihaknya melakukan re-assessment atas Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (lSAK) 8. Mengingat, perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dengan perusahaan pengembang listrik swasta (IPP) tidak tepat kalau dicatat seperti transaksi sewa guna usaha.
"Seperti perjanjian sewa, antara lain karena penerapan ISAK 8 tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya serta mengabaikan substansi atau fakta legal. Sehingga membuat PLN seolah-olah harus mencatat aset dan utang IPP di Neraca PLN dan tidak mencerminkan realisasi kinerja operasi PLN," jelasnya.
Selain itu, penerapan ISAK-8 dinilai telah meningkatkan beban keuangan negara berupa penaikan subsidi listrik sekitar Rp 2 triliun per tahun. Dan, penurunan potensi penerimaan dividen.
Tidak hanya itu, kemampuan PLN sebagai agen pemerintah dalam menjalankan proyek menjadi semakin terbatas. Ini lantaran harus memikul beban utang IPP sekitar USD 40 milyar beberapa tahun ke depan.
"Disamping itu dengan penerapan ISAK 8, hutang valas lndonesia seolah bertambah karena adanya double counting yakni dibuku di IPP dan juga di buku di PLN," tuturnya.
Maka dari itu, untuk menghindari perbedaan pendapat dengan akuntan publik, PLN pada tahun lalu telah mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk diberikan pengecualian penerapan ISAK 8.
Meski mendapat dukungan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan, namun permohonan PLN tersebut belum disetujui Otoritas Jasa Keuangan.
Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan (PWC), belum sepakat dengan hasil re-assessment ISAK 8 yang dilakukan oleh PLN. Sehingga auditor eksternal PLN tersebut memberikan opini wajar dengan pengecualian terhadap laporan keuangan perusahaan 2015 milik setrum negara tersebut.
(mdk/yud)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikanΒ pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen pada 2025 mendatang.
Baca SelengkapnyaKenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri.
Baca SelengkapnyaRealisasi pembayaran THR untuk pensiun telah mencapai Rp11,33 triliun atau 99,76 persen, yang disalurkan melalui PT Taspen dan PT Asabri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sebanyak 183 PNS terbukti melakukan pelanggaran netralitas di Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaMayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaPolisi mendatangi pasar untuk memantau harga pangan dan mencegah peredaran uang palsu
Baca SelengkapnyaMembandingkan PP yang pernah terbit di bulan Maret, Anas bilang kenaikan gaji pada saat itu tetap dicairkan di bulan Januari.
Baca SelengkapnyaJika dilihat dalam perjalanannya, penerimaan pajak sempat mengalami penurunan yang signifikan yakni pada tahun 2020.
Baca SelengkapnyaSurvei Indikator belum bisa menyimpulkan kontestasi Pilpres apakah akan berjalan dua putaran atau tidak.
Baca Selengkapnya